Aryo S Eddyono
Aryo S Eddyono Dosen

Mengajar Jurnalistik dan Media Massa di Universitas Bakrie. Meneliti isu-isu pers dan demokrasi, media dan budaya, media alternatif, serta soal konten/jurnalisme warga.

Selanjutnya

Tutup

Video Artikel Utama

Perburuan Jengkol di Pasar Induk Kramat Jati

15 September 2018   08:54 Diperbarui: 15 Januari 2019   09:56 2790 2 1

Aktivitas jual-beli jengkol di Pasar Induk Kramat jati, Jakarta Timur beberapa waktu lalu. (Dok. Aryo)
Aktivitas jual-beli jengkol di Pasar Induk Kramat jati, Jakarta Timur beberapa waktu lalu. (Dok. Aryo)
Jengkol itu unik. Dirindu karena enak rasanya, dibenci karena baunya. Ini cerita perburuan jengkol di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur beberapa waktu lalu di ujung musimnya. Harga merangkak naik karena pasokan mulai berkurang.

Saya pesan ojek online ke Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur. Bagi saya, lebih efektif naik ojek daripada naik mobil. Bebas macet dan tak repot parkir. Saya berangkat selepas makan siang. Jalan dari Kalibata menuju Kramat Jati relatif lancar. 

Sebelum belanja, pastikan bawa uang kontan yang cukup, ya. Pedagang di sana tak memberikan fasilitas pembayaran uang elektronik. Tapi kalau uang kontannya kurang, mana tahu belanjanya banyak, jangan khawatir. Ada banyak bank berkantor di sana, ATM-nya bejibun.

Sebaiknya tidak berpakaian mentereng. Bahaya! Khawatir diincar orang jahat, dikira bawa banyak uang. Berpakaian sepantas dan senyamannya saja.  Saya saja berkaus oblong dan bercelana pendek, juga pakai sandal jepit.

Pasar Induk Kramat Jati buka 24 jam. Pasar ini adalah salah satu pusat jual-beli buah-buahan dan sayur-mayur terbesar di Indonesia. Berbagai bahan makanan masuk dan keluar tanpa henti. Para pengecer banyak mengambil barang dari tempat ini karena lebih murah. Nantinya, oleh mereka, bahan makanan itu akan dijual lebih mahal di eceran.

Setibanya di Pasar Induk Kramat Jati, saya langsung menuju los sayuran. Benar saja, kalau musim jengkol mau habis maka pedagang yang menjualnya pun berkurang. Saya harus tanya sana-sini menemukannya.

Beruntung, ada los yang baru mendapat pasokan jengkol. Jengkol itu baru saja diturunkan dari truk yang mengangkutnya. Jengkol datang dari Lampung. Lampung lagi musim jengkol, sementara yang dari Kalimantan sudah habis.

"Dua puluh lima ribu sekilo," kata si penjual. Karena baru turun dari truk, jengkolnya belum dipilah-pilah. Si penjual kasih harga rata saja. Saya ambil dua kilo jengkol.

Kalau lagi langka, harga jengkol mampu menandingi harga daging sapi.

Kata si penjual jengkol itu lagi, jengkol asal Lampung lebih enak dari pada jengkol Kalimantan. Kecil-kecil tapi baunya mantap, beda dengan jengkol Kalimantan yang lebih besar ukurannya. Jengkol Lampung pun lebih awet.

Pesona jengkol, bau tapi enak. Jika langka, harganya bisa selangit menandingi harga daging sapi. (Dok. Aryo)
Pesona jengkol, bau tapi enak. Jika langka, harganya bisa selangit menandingi harga daging sapi. (Dok. Aryo)
Pencarian Berlanjut

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2