Pendidikan, menulis, berita, video, film, photografi, sinematografi, alam, perjalanan.
Alam adalah ibarat sebuah buku yang terbuka dengan lembaran-lembaran artikelnya yang menarik, tapi kadangkala kita enggan untuk membacanya. Untuk itu saya coba membacakan secarik kertas bagian dari lembaran alam yang saya temukan dari kejadian yang saya alami tanggal 03 Januari 2024 untuk para Pemirsa, kala terjebak sendiri dalam derasnya hujan di tempat saya bekerja.
Dalam persembahan alam yang megah kala itu, hujan dan petir bersatu dalam simfoni langit yang tiada tara. Mereka tidak sekedar fenomena cuaca, melainkan penampilan epik yang menggugah rasa kagum. Di antara tetes-tetes air dan gemuruh petir yang kadang terdengar menjauh dan mendekat, tercipta cerita yang menyajikan keindahan kejadian yang sering kita pandang sepele.
Bagian 1: Ballet Tetesan Air
Setiap tetes hujan adalah penari dalam balet tak terlihat. Mereka jatuh dari ketinggian dengan keanggunan yang menyentuh hati. Beberapa tetes berani menjelajahi daun dan bunga, menari bersama angin sebelum mencium bumi dengan lembut. Lalu, seperti peluk mesra, tanah memeluk mereka dengan hangat.
Bagian 2: Aroma Melodi Tanah Basah
Petrichor, aroma setelah hujan, adalah melodi yang dipersembahkan oleh tanah basah. Minyak tumbuhan dan senyawa lainnya terlepas dari belenggu tanah kering, menghasilkan harmoni semerbak yang menyebar ke seluruh penjuru. Seakan-akan bumi sendiri ikut menyanyikan syukur atas titisan-titisan rahmat dari Sang Pencitpa.
Ketika langit gelap tertutup awan, kilat dan gemuruh petir menyibak kegelapan dan kesunyian dengan keindahan yang menakjubkan. Kilatan cahaya seolah-olah adalah lukisan api di kanvas kegelapan, sedangkan gemuruh petir seakan bahasa alam yang coba mengatakan sesuatu bagi insan yang peduli. Pada detik-detik itu, dunia diterangi dengan perpaduan suara alam, dan setiap bayangan dan gemuruh yang terbentuk adalah pameran seni efemeral yang hanya bisa kita saksikan sebentar.
Dalam adegan puncak, petir dan guruh menampilkan drama megah. Kilat seperti pita cahaya yang menyatukan langit dan bumi, sedangkan guruh adalah suara gemuruh yang membangunkan keheningan pagi itu. Mereka bersatu dalam kekuatan alam yang melampaui batas pemahaman manusia.
Ketika tirai hujan mulai ditutup, dan kilat-kilat terakhir meredup, epilog dari langit dimulai. Pelangi muncul sebagai lambang harapan dan keindahan setelah badai. Dalam kesunyian yang kembali, sisa-sisa hujan menyisakan jejak yang tertulis di tanah, menanti cerita baru di setiap tetesnya.
Simfoni langit, diatur oleh hujan dan petir, adalah pertunjukan yang tak pernah sama setiap kali mereka tampil. Melalui mata hati, kita dapat menyaksikan kebesaran dan keindahan dari fenomena alam ini, mengingatkan kita bahwa alam semesta ini adalah panggung bagi kisah-kisah ajaib yang terus berlanjut.