Saat awal-awal tinggal di Banyumas ada suatu kesenian yang Saya lihat sering dipentaskan yaitu seni Ebeg. Seni ebeg, Saya lebih sering menyebut namanya jaran kepang atau kuda lumping. Seni Ebeg atau kuda lumping sangat familiar di Jawadan banyak di sukai masyarakat. ari tradisional yang menggunakan properti utama berupa kuda kepang (anyaman bambu berbentuk kuda) ini kerap digelar di lapangan desa atau tempat-tempat lapang lain di sudut-sudut desa.
Hal yang paling ditunggu dalam seni ebeg adalah adanya atraksi yang ditunjukkan oleh penari.Atraksi berbau magis dari para penari, saat penari kesurupan adalah sajian utama yang paling ditunggu penonton. Atraksi ini di Banyumas lebih dikenal dengan istilah janturan.Janturan merupakan pertunjukan pamungkas dalam suatu pertunjukan Ebeg dimana para penari akan kesurupan sehingga tingkah polah mereka seperti Bigar (lepas kendali). Pada Babak ini penari akan melakukan atraksi yang bisa dibilang ekstrem seperti makan bunga, padi, kaca, atau memakan ayam hidup-hidup. Dalam Janturan tidak hanya penari saja yang kesurupan, penonton juga bisa ikut kesurupan, biasanya akibat ditubruk oleh penari yang sedang kesurupan atau memang sengaja kesurupan karena memiliki Indhang sendiri. Hal tersebut sah-sah saja selama Kelompok Ebeg yang bersangkutan memperbolehkan penonton untuk berpartisipasi, karena tiap Kelompok Ebeg memiliki aturan yang berbeda-beda.
Nah, terkait atraksi di atas ada suatu atraksi yang baru pertama kali saya lihat di seni ebeg Banyumasan. Yaitu atraksi saat pemain kesurupan roh binatang macan. Hal yang tak terduga saat menonton seni ini adalah penari yang kesurupan roh macan tersebut mengejar-ngejar seekor ayam yang berada di sekitar lokasi pentas. Dan tampaknya ayam tersebut sudah di sediakan oleh penyelenggara atau sang pawang. Yang membuat saya lebih heran tepatnya ngeri ayam yang sudah tertangkap tersebut dalam kondisi hidup-hidup dimangsa maksud saya dimakan oleh penari tersebut. Tentu saja teriakan ngeri oleh penonton khususnya penonton wanita pecah. Banyak penonton wanita yang menutup mata dengan kedua tangan, tentu saja menyisakan celah jari-jarinya untuk sedikit menonton. Terlihat bagiaman pemain tersebut dengan lahapnya menyantap ayam hidup tersebut tanpa rasa jijik sekalipun. Suara jeritan ayam yang organ dalamnya mulai terburai dengan darah mengucur menambah atraksi ini semakin menjadikan atraksi ini atraksi yang paling mengerikan sekaligus menjijikkan yang pernah Saya tonton. Saya pun bergegas meninggalkan lapangan tempat atraksi berlangsung. Rasa tidak tega, jijik dan ngeri mendorong saya tidak meneruskan menonton seni ebeg tersebut.
Ya atraksi makan ayam hidup-hidup memang menjadi daya tarik tersendiri. Namun seiring perekembangan waktu atraksi makan ayam hidup-hidup mulai jarang ditampilkan. Atraksi tersebut tampaknya dipandang menunjukkan perilaku sadis. Dan menurut saya memang tidak layak dipertontonkan apalgi kepada penonton anak-anak, karena akan berdampak buruk dalam perekembangan mental dan karakter anak. Saya khawatir anak-anak akan meniru adegan tersebut dan berperilaku buruk terhadap hewan peliharaan khususnya ayam. Tentu saja tidak semua grup seni ebeg menghindari atraksi tersebut. Masih ada grup seni ebeg yang menyajika atraksi makan ayam hidup-hidup karena atraksi tersebut dianggap sebagai atraksi prestisius bagi sebuah grup yang anggotanya berani menyajikannya.
Di masa pandemi ini para pelakon seni ebeg seolah mati suri. Seni yang identik dengan pengumpulan masa ini tentu saja sangat tidak layak ditampilkan secara terbuka di masa pandemi ini. Untungnya para pelakon seni ini umumnya menjadikan seni ini sebagai kegiatan sampingan, bukan pekerjaan pokok. Mereka melakoninya sebagai bentuk kecintaan mereka untuk melsetarikan seni ebeg. Namun demikian ada juga beberapa pemain ebeg yang melepas kerinduan atau karena kebutuhan hidup terjun menjadi pengamen jalanan. Mereka memperagakan tarian ebeg di beberapa lampu merah di wilayah Purwokerto. Dengan riasan dan pakaian ala penari ebeg mereka memperagakan gerakan tari sepanjang lampu merah menyala. Tentu saja jangan harap mereka akan memperagakan atraksi janturan di jalan, apalago atraksi makan ayan hidup-hidup. Hm, Bisa runyam jadinya.
Baik sobat Kompasiana, adakah di tempat Anda semacam seni ebeg. kalau ada atraksi ekstrim apa yang paling menarik?. Silakan tinggalkan komentar.