Hidup adalah kesempurnaan rasa syukur pada hari ini, karena esok akan menjadi hari ini....
Rumah Budaya Sekar Ayu yang berada di Desa Kenteng, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang kembali menyuguhkan pertunjukan seni dan budaya.
Setelah mini konser musik oleh Luigi Fossati dan Stevian Yudhistira pada 1 Agustus 2023, kemudian konser musik Tribute to Leo Kristi pada 17 Agustus 2023 dan pembacaan puisi karya Sinaruci pada tanggal 11 November 2023, kini pementasan teater untuk yang pertama pun digelar pada 12 Desember 2023 dengan judul Candhik Ayu.
Candhik Ayu adalah frasa dari bahasa Jawa untuk mengilustrasikan tentang fenomena alam yang terlihat di pagi hari tatkala fajar merekah, tetapi pada saat yang sama turun hujan gerimis yang lembut seolah berfungsi sebagai spektrum yang melemparkan pelangi, hingga membuat pemandangan yang terhampar tampak semakin indah. Dan fenomena alam yang serupa disebut Candhik Ala, bila terjadi di sore hari.
Pementasan seni teater kontemporer di pendopo Sekar Ayu dengan tajuk Candhik Ayu ini mengisahkan tentang perjalanan jiwa dalam raga manusia untuk mencari sisi kemanusiaannya yang menghilang pada pusaran waktu, dengan kesadaran dan kemauan untuk bangkit dari penindasan dan belenggu hawa nafsu menuju pada ketenangan batin agar dapat melihat sekelilingnya dengan jernih dari berbagai sudut pandang. Kemudian berjalan dan bernapas dalam kontemplasi, hingga pada akhirnya jiwa-jiwa itu nyawiji dan mendapatkan arah yang tepat menuju cakrawala hati yang senantiasa baru, tak berulang dan tak berujung, di bawah pendaran indahnya pelangi bernama “Candhik Ayu”.
Nyawiji adalah fokus dan konsentrasi total menyatukan pikiran hati, jiwa dan raga dalam kontemplasi untuk berserah kepada Sang Hyang Maha Gesang dengan keikhlasan yang tanpa pamrih (Sekar Ayu).
Dan Astabrata (delapan prinsip kepemimpinan) yang merupakan filosofi tentang idealnya sebuah kepemimpinan dalam masyarakat Jawa turut hadir dan mengalun menjadi sebuah tembang meskipun hanya tujuh saja yang disebutkan dalam pementasan ini. Bisa jadi, laku hambeging samodra yang tidak tersebutkan dalam pementasan ini berperan sebagai “aku” dalam naskah tersebut.
Namun demikian, tak mengurangi makna yang hendak disampaikan bahwa manusia itu sepatut dan sepantasnya berlaku serupa dengan “Alam” dalam memimpin semesta dirinya, agar dapat nyawiji dengan penciptanya.
Karena dengan dapat memimpin semesta dirinya nyawiji dengan penciptanya, tentu ia akan dapat memimpin dirinya dalam menjalankan kehidupan, dapat memimpin keluarganya dan juga masyarakat dalam jangkauan yang lebih luas, bila diperlukan.
Selamat menikmati...
Salam budaya ikhlas tanpa pamrih...
Bandungan, 22 Desember 2023
# Transkrip naskah dapat ditampilkan pada video dengan menekan (membuka) fitur CC (Closed Caption).