Didi Suprijadi ( Ayah Didi)
Didi Suprijadi ( Ayah Didi) Guru

Penggiat sosial kemasyarakatan,, pendidik selama 40 tahun . Hoby tentang lingkungan hidup sekaligus penggiat program kampung iklim. Pengurus serikat pekerja guru.

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

KRIS, Madu atau Racun

11 Juni 2024   07:50 Diperbarui: 11 Juni 2024   08:26 429 2 2


https://youtu.be/ZOF8kiQBZbw?feature=shared

KRIS, Madu atau Racun

Pendahuluan.

Kelas Rawat Inap Standar ( KRIS) merupakan layanan kesehatan tanpa kelas dengan standar baku bagi rumah sakit di seluruh Indonesia. KRIS bertujuan untuk meningkatkan layanan kesehatan bagi peserta BPJS.

Jufni dkk  sumber gambar dokumen pribadi 
Jufni dkk  sumber gambar dokumen pribadi 

Penerapan KRIS dapat menjadikan perubahan besarnya tarif iuran bulanan BPJS. Besaran perubahan tarif iuran bulanan BPJS bisa tetap seperti sekarang atau berubah menjadi lebih tinggi.
Perubahan tarif iuran bulanan BPJS yang disesuaikan setelah penerapan KRIS bagi masyarakat bisa jadi Madu atau Racun.

Pemerintah dan DPR diharapkan mengkaji dengan seksama perubahan tarif iuran bulanan BPJS. Semua berharap agar penerapan KRIS dapat meningkatkan layanan kesehatan tanpa harus merubah tarif iuran bulanan BPJS apalagi menaikannya.


Dasar Penerapan KRIS.

Undang-Undang No.
40 Tahun 2004 Tentang SJSN. Pasal 23 ayat (4) : "Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas pelayanan di
rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar". Kelas standar yang dimaksud disebut Kelas Rawat Inap Standar (KRIS)

Nara Sumber sumber gambar dokumen pribadi 
Nara Sumber sumber gambar dokumen pribadi 

Penerapan fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar ( KRIS ) kepada rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS paling lambat tanggal 30 Juni 2025.

Jumlah tempat tidur rawat inap untuk pelayanan rawat inap kelas standar ditentukan paling sedikit 60 % untuk rumah sakit pemerintah baik pusat maupun daerah dan 40 % untuk rumah sakit swasta.

Menurut ketentuan ada 12 kriteria Kelas Rawat Inap Standar yang wajib dipenuhi


(1)
bangunan: tingkat porositas rendah,
untuk memastikan kebersihan dan
keamanan lingkungan;

(2) ventilasi
udara: minimal 6 X pergantian udara
per jam di ruang perawatan;

(3)
pencahayaan ruangan: penerangan
buatan sebesar 250 lux dan
penerangan tidur sebesar 50 lux;

(4)
tempat tidur: ada 2 kotak kontak dan
nurse call;

(5) tempat tidur: tersedia
tenaga kesehatan;

(6) suhu ruangan:
antara 20 hingga 26 Celcius;

(7) ruangan
rawat inap: terbagi berdasarkan jenis
kelamin, usia, dan jenis penyakit;

(8)
kepadatan ruangan rawat inap: maksimal
4 tempat tidur dengan jarak minimal
1,5 meter antara tepi tempat tidur;

(9)
ruangan: dilengkapi tirai/partisi yang
terpasang di plafon atau menggantung
untuk privasi;

(10) ruang rawat inap: ada
kamar mandi yang memadai;

(11) kamar
mandi: memenuhi standar aksesibilitas
pasien; dan

(12) ruang rawat inap:
ada outlet oksigen untuk mendukung
perawatan medis yang membutuhkan

Peserta FGD sumber gambar dokumen pribadi 
Peserta FGD sumber gambar dokumen pribadi 

Kecurigaan Buruh yang Tergabung dalam Jamkeswatch.

Standarisasi merupakan keniscayaan bagi suatu pelayanan publik, termasuk pelayanan rumah sakit. Masyarakat tentu menyambut baik niat pemerintah untuk melakukan standarisasi pelayanan kesehatan, agar pelayanan satu daerah dan daerah lain, satu rumah sakit dengan rumah sakit lain, mempunyai pelayanan yang sama.

Hanya saja, akhir akhir ini pemerintah seringkali membuat kebijakan yang terlihat baik, tetapi suka terselubung ada maunya, ada udang dibalik batu istilah nya.

Kasus teranyar masalah UKT masuk perguruan tinggi negeri misalnya, ternyata dibalik UKT terselubung untuk menaikkan tarif uang kuliah mahasiswa baru. Akhirnya masyarakat banyak yang protes dan menolaknya.

Begitu juga dengan program Tapera,  kebijakan pemerintah baik, se akan akan pemerintah mau menyediakan rumah bagi rakyat nya. Nyatanya rumah nya belum ada rakyatnya sudah diwajibkan untuk nabung . Akhirnya masyarakat terutama kaum buruh KSPI menolak Tapera.

Kecurigaan kecurigaan terhadap pemerintah atas kedua kebijakan diatas tersebut oleh kaum buruh, muncul juga terhadap program KRIS.
Hal ini terungkap dalam Fokus Group Diskusi tentang KRIS yang diselenggarakan oleh Jamkeswatch KSPI.

FGD yang dihadiri oleh kaum buruh aktifis jamkeswatch KSPI digelar Senin 10 Juni 2024 bertempat di gedung Antara Heritage Pasar Baru Jakarta Pusat.

Fokus Group Diskusi tentang ( FGD) tentang Kelas Rawat Inap Standar (KRIS)  dimoderatori oleh dokter Syarifah Soraya dengan narasumber dari perwakilan DJSN, Kemenkes, YLKI, FSPMI dan Prof Tabrani dari UI.

Peserta dari perwakilan rumah sakit swasta juga hadir tetapi peserta yang hadir lebih didominasi oleh buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).

Kecurigaan penerapan KRIS oleh buruh peserta FGD melihat peraturan presiden nomor 59 tahun 2024 tentang rencana penyesuaian tarif setelah diterapkan KRIS.

Siaran Pers DJSN.

Sejalan dengan itu, penyesuaian tarif BPJS kesehatan disampaikan juga oleh DJSN dalam siaran persnya akhir Mei kemarin.

Point' 3 siaran pers Dewan Jaminan Sosial Nasional nomor 2/DJSN/V/ 2024 tanggal 29 Mei 2024. Menyatakan sebagai berikut:

Penerapan kriteria KRIS pada fasilitas rawat inap bagi Peserta JKN akan dilaksanakan secara bertahap, sebagai berikut:
Rumah Sakit secara bertahap memenuhi 12 kriteria KRIS sesuai kemampuannya hingga terpenuhi seluruh kriteria dalam kurun waktu 13 bulan sejak pengundangan Perpres 59/2024 pada 8 Mei 2024 hingga 30 Juni 2025 (Pasal 103B ayat 1 dan ayat 2).

Selama masa transisi 13 bulan (9 Mei 2024 -- 30 Juni 2025):
BPJS Kesehatan membayar RS sesuai tarif kelas rawat inap yang menjadi hak Peserta JKN (Pasal 103B ayat 3).
Peserta membayar iuran sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Perpres 64 Tahun 2020.


Paling lambat 1 Juli 2025, Pemerintah akan menetapkan manfaat, iuran, dan tarif berdasarkan hasil evaluasi fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap (Pasal 103B ayat 7 dan ayat 8).

Iuran BPJS kesehatan Akan Berubah?

Hingga saat ini iuran BPJS kesehatan melalui kelas I. II dan III. tarifnya masih belum berubah?
Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan bukan pekerja (mandiri).
Iuran per orang per bulan: Kelas
III (Rp42.000); Kelas III (Rp35.000,
pemerintah memberikan bantuan
iuran sebesar Rp7.000); Kelas II
(Rp100.000); Kelas I (Rp150.000);


Bila menyimak pasal 103 B ayat 7 dan ayat 8 peraturan presiden nomor 59 tahun 2024 seperti tertulis diatas, jelas akan ada perubahan tarif iuran BPJS kesehatan.

Skenario Perubahan Iuran?

Bila tarif iuran BPJS disesuaikan setelah berlakunya KRIS pada tahun depan maka ada beberapa skenario khususnya peserta BPJS bukan penerima upah dan bukan pekerja atau mandiri.

Skenario pertama BPJS kesehatan memberlakukan iuran tanpa kelas seperti rawat inap tanpa kelas, kemudian yang dipakai berpatokan besaran iuran bulanan adalah kelas III,yaitu sebesar Rp 42.000, maka akan menggembirakan semua orang. Ini bisa diibaratkan penerapan KRIS sebagai Madu.

Skenario kedua, BPJS kesehatan memberlakukan iuran tanpa kelas seperti rawat inap tanpa kelas, kemudian yang dipakai berpatokan besaran iuran bulanan adalah  kelas I, yaitu sebesar Rp 150.000. maka akan menyengsarakan banyak orang . Ini bisa diibaratkan penerapan KRIS sebagai Madu tapi campur Racun.

Skenario yang ketiga, BPJS kesehatan memberlakukan iuran tanpa kelas seperti rawat inap tanpa kelas kemudian yang dipakai berpatokan besaran iuran bulanan tanpa kelas dan lebih tinggi dari besaran iuran saat ini. Maka penerapan KRIS bisa menyengsarakan masyarakat. Ini bisa diibaratkan  penerapan KRIS sebagai Racun.

Penutup.

Penerapan pelayanan kesehatan bukan hanya non medis seperti kamar rawat inap,tetapi lebih penting lagi pelayanan medis.

Penerapan KRIS sebagai bentuk peningkatan pelayanan kesehatan, keberhasilan nya bergantung berbagai pihak terutama Pemerintah dan DPR. Apakah akan memberi Madu?, Madu campur Racun? Atau Racun saja tanpa Madu?

Pemerintah dan DPR pasti mempunyai keinginan untuk mensejahterakan rakyatnya maka penerapan KRIS tetapi tidak merubah besaran iuran bulanan BPJS. Artinya Pemerintah dan DPR akan selalu memberi Madu bagi rakyatnya.