Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Administrasi

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

Begini Perjalanan dari Jerman ke Tana Toraja

25 Agustus 2020   03:50 Diperbarui: 25 Agustus 2020   04:38 806 10 4

Ah, masih juga di bulan Agustus. Di bulan yang sama tahun lalu, begitu rasa di dada sangat membuncah. Suka cita dalam dada bertemu dengan orang tua, sanak-saudara, tak bisa digambarkan dengan kata-kata. Menikmati keindahan Indonesia, menjejakkan kaki di bumi pertiwi waktu itu adalah sesuatu hal yang luar biasa. Nikmat mana yang ingin kami dustakan? Tidak, sungguh tidak ada.

Dan musim panas tahun ini yang seharusnya kami isi dengan kunjungan ke Indonesia, tak bisa ditunaikan. Kondisi pandemi tidak memungkinkan kami untuk nekat menghempas rindu akan kampung halaman. Biar, biar hikmah baik yang akan terus datang dan tak kan pergi meninggalkan kami. Supaya rasa bersyukur itu tetap bersemayam di hati ini. Agar semua aman terkendali.

Kini tiba saatnya, mengingat kembali memori tahun lalu ke Tana Toraja yang bak mimpi melihat pelangi. Begitu mengagumkan, begitu berwarna. Sesuatu yang selalu dinanti-nanti, setelah hujan badai luruh, ditangkis sinar sang Mentari.

Tja. Tahukah kalian? Saya kira, pergi ke Tana Toraja itu hanya sebuah angan-angan belaka.

"No-no-no ...There is a will, there is a way", kata orang-orang. Dan memang, akhirnya kami datang. Kekuatan niat menjadi satu dari sekian banyak faktor yang membuatnya tak begitu saja hilang tertelan angin.

Dimulai dari perjalanan Jerman -- Swiss, baru Swiss -- Jakarta kemudian Semarang. Andai tak ada yang namanya cinta dan kangen, mana mungkin kami terbang? Luluh lantak badan enambelas jam meringkuk di dalam burung besi dan beberapa jam mondar-mandir di beberapa bandara.

Begitu sampai tujuan, hilang. Hilang semua rasa tak jenak yang mendera. Indonesia memang bak oase yang mirip surga dunia.

Usai mengurai rindu di Semarang, kami menuju Toraja. Perjalanan ke sana pun rupanya tak semudah membalikkan telapak tangan. Berandai-andai: dari Semarang memejamkan mata, cling! Sudah tiba di Toraja begitu membukakan mata. Ahmad Yani - Pangkoti? Astaga, itu hanya fatamorgana!

Penerbangan dari Semarang menuju Makassar memang tak begitu lama. Sayangnya, tak ada penerbangan berikutnya ke Palopo. Sekali sampai Palopo, butuh tiga jam mengendarai bus dengan jalan yang tak rata bikin kepala pusing dan kelak-keloknya serasa mengocok isi perut ini. Jika tidak kuat, bisa mabuk darat kita-kita. Lekas-lekaslah memandang yang hijau, yang rimbun, yang liar. Agar mata terhibur dengan kesejukan dan kesegaran tiada tara.

Untung, untung saja, kekuatan magis Toraja menghilangkan penat, lelah dan kesal di dada ini. Ya, Tuhan, Engkau sungguh Maha Esa. Menciptakan masyarakat tradisional yang masih saja memegang tradisi leluhur dan hidup penuh rasa syukur atas apa yang dipunya dan tak pusing dengan apa yang belum diraih dalam hidup ini. Sungguh berbeda dengan kehidupan manusia-manusia kapitalis di sekitar kita. Atau sebut saja salah satunya, bisa jadi, kami.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2