Isson Khairul
Isson Khairul Jurnalis

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

Video | Parade Joli, Dewa-dewi Pemberi Berkah

4 Maret 2020   12:42 Diperbarui: 4 Maret 2020   14:40 420 1 0


Parade Joli, Dewa-Dewi Pemberi Berkah. Foto: isson khairul
Parade Joli, Dewa-Dewi Pemberi Berkah. Foto: isson khairul
Patung Dewa-Dewi baru saja diarak di berbagai kota. Dibawa dari singgasana di vihara, dinaikkan ke Joli, kemudian diarak bersama-sama. Ada ritual khusus untuk tiap tahapan tersebut. Arakan patung Dewa-Dewi itu dipercaya sebagai bagian dari upaya para Dewa-Dewi membersihkan bumi, memberi berkah kepada para penghuni bumi. Ketika arak-arakan Dewa-Dewi itu melintas, bau dupa langsung memenuhi udara. Beberapa warga pun berebut ingin menggapai Joli, tandu Dewa-Dewi, demi mendapat berkah.

Itulah yang terjadi di berbagai kota beberapa waktu lalu, ketika Cap Go Meh berlangsung. Bukan hanya di kota-kota di Pulau Jawa seperti Bogor, Cirebon, dan Semarang. Tapi, juga di Singkawang, Kalimantan Barat, dan Manado di Sulawesi Utara. Arak-arakan Joli memang bagian dari ritual, dalam konteks hubungan manusia dengan para Dewa-Dewi. Karena, di dalam Joli tersebut, ada patung Dewa-Dewi.  

Kita tahu, tradisi mengarak Joli tak bisa dipisahkan dari perayaan Cap Go Meh. Dan, Cap Go Meh dirayakan saat penutupan rangkaian perayaan Imlek, yang dilakukan oleh etnis Tionghoa. Sejumlah literatur mencatat, tradisi Cap Go Meh datang bersama dengan orang Tionghoa yang bermigrasi besar-besaran sekira 300-400 tahun lalu dari daratan Tiongkok.

Antropolog dan ahli folklor James Danandjaja menyebut, perayaan Cap Go Meh yang kini berkembang tak lagi sama dengan tradisi awalnya. Seiring perkembangannya, unsur lain dari Nusantara berbaur dengan kebudayaan yang dibawa dari Tiongkok. Konteks berbaur itulah yang kita saksikan di berbagai Cap Go Meh di berbagai kota, beberapa waktu lalu. Antara lain, di Bogor, Cirebon, Semarang, Manado, dan Singkawang.

Liong dan Barongsai, memang nampak lebih dominan. Tapi, Joli memiliki kelengkapan yang mengesankan. Ada ritual. Ada patung Dewa-Dewi. Ada dupa. Ada upaya membersihkan bumi. Ada tebaran keberkahan. Di Vihara Dhanagun, yang dikenal sebagai vihara tertua di Kota Bogor, Jawa Barat, saya menyaksikan betapa ribuan orang takjub pada beragam Joli yang berparade. Yang menggotong Joli bukan hanya para pria, tapi juga para wanita dengan penuh suka-cita.

Parade Joli yang saya tampilkan di video ini adalah parade penutupan Cap Go Meh Bogor 2020 di Vihara Dhanagun, pada Sabtu (08/02/2020) malam. Mereka yang menggotong Joli umumnya relatif masih muda secara usia. Ini sekaligus menjadi penanda, telah berlangsung proses regenerasi pada tradisi yang bermula dari daratan Tiongkok tersebut. Regenerasi itu tentu akan terus berlangsung, dari tahun ke tahun.

Proses regenerasi adalah realitas yang tak terelakkan. Tapi, bagaimana dengan konteks pembaurannya? Bagaimana dengan unsur lain dari Nusantara yang berbaur dengan kebudayaan yang dibawa dari Tiongkok tersebut? Menurut saya, itu adalah bagian dari tantangan masa depan. Maksudnya, agar hakekat pembauran tersebut tetap terjaga, mengacu kepada kesatuan bangsa Indonesia.