Kisah PNS Asyik Bertani Di Sebuah Kebun Mini Miliknya, KS Garden Kuansing Namanya. (Kebun Buah Yang Disinari Matahari, Sayuran Yang Berwarna Cerah, Mimpi Yang Dipanen, Keranjang Berlimpah, Usaha Yang Membuahkan Hasil, Akar Yang Bersemangat, Panen Manis, Dari Ladang Ke Meja Makanš )
Pejuang Mimpi Episode 76
Ga Semua Manusia Bisa Memanusiakan Manusia
Saya meyakini Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk sosial. Artinya, kalau kita mengingkari fungsi dasar manusia sebagai makhluk sosial, kita jauh dari sukses, jauh dari kebahagiaan, dan jauh dari rasa damai. Sebab, makhluk sosial adalah fitrah kita sebagai manusia. Karena fitrah tersebut, kita tidak mungkin hidup sendiri, kita tidak mungkin sukses sendiri, dan kita..., __tidak mungkin tidak berelasi.
Bicara soal esensi berelasi, berarti kita harus menganggap semua orang itu penting. Semua orang berhak dihargai dan dihormati. Apabila kita mampu menjalankan esensi berelasi tersebut, semuanya akan berjalan dengan baik. Namun terkadang...., seringkali begini. "Saya udah berusaha menjadi manusia baik, tapi gimana yaaa...? Kadang ada aja manusia yang senang sekali menghujat ahahaha". Sudah hobbynya kali yaa? Ya udah..., "Kalo udah baik..., tapi ga dapat FEEDBACK. Ya udah..., ga pa-paa. Satu hal yang perlu diingat ; ga semua manusia bisa memanusiakan manusia". Seloww. Paling saya hanya akan bilang pada diri sendiri seperti berbicara pada sahabat terbaik saya. Seperti ini; "Owkeh KS! Dunia emang tempat ragamnya masalah. Akan selalu ada yang tidak senang ketika melihat kamu menang. Akan selalu ada yang ingin merusak ketika kamu berhasil mencapai puncak. Akan selalu ada yang tidak suka ketika melihat kamu bahagia. Akan selalu ada yang usil ketika kamu bisa berhasil. Sudah..., yang demikian itu tempatnya bukan di prioritas yang harus di bahas".
Pada episode ini saya menekankan dan mengajak kita semua menyadari pentingnya berelasi dalam konteks pengembangan diri. Tiga konteks relasi kita adalah relasi dengan sesama..., relasi dengan Tuhan, dan yang tak kalah penting relasi dengan diri sendiri. Saya berelasi dengan diri sendiri. Saya hidup ga pake standar orang lain. "Kalo hidup pake standar orang lain terus..., kapan mau bahagianya? Lebih baik kalo lo bikin standar lo sendiri! Ā Atur tujuan..., atur langkah..., dan waktu lo senyaman mungkin. Jangan lupa bersyukur dibanyakin ya KS yaa! Serta omongan orang yang yang enggak penting dibodoamatin. Dijamin hidup lo lebih bahagia".
Benar, relasi dengan diri sendiri sangat menentukan relasi kita dengan Tuhan dan sesama. Jika kita belum beres berelasi dengan diri sendiri, hampir dipastikan relasi kita dengan sesama dan Tuhan pun akan menyimpan satu persoalan sendiri. Sebab, bagaimana kita bisa menghargai orang lain atau mengganggap semua orang itu penting bila kita sendiri gagal mengakui bahwa diri kita penting dan berharga?
Dalam konteks pengembangan diri, kita akan makin berkembang bila terus meningkatkan skill atau kemampuan berelasi. Kita harus selalu berusaha membangun relasi dengan sesama secara jujur, tulus, dan menghormati semua manusia sebagai makhluk yang sungguh-sungguh penting. Sebab, memang Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk yang penting di mata-Nya. Sesederhana itu sesungguhnya cara berelasi yang mampu mengantarkan kita pada kesuksesan yang sejati.
Baik, kita masuk sesi tanya jawab yaa!
*Mengapa pentingnya relasi dalam konteks kesuksesan dan pengembangan diri, bagaimana penjelasan kamu?
Kamu setuju tidak dengan pernyataan, seseorang tidak bisa sukses seorang diri? Di zaman seperti sekarang, tampaknya berat untuk sukses sendirian, bukan? Nah, ini yang sering saya katakan, manusia sering tidak memahami hukum timbal balik. Di kehidupan ini, saya selalu menyurvei. "Apakah kamu setuju bahwa tidak mungkin manusia sukses seorang diri?". Jawabnya, "Oh, iya, KS!", bahkan ada yang mengatakan, "Monyet juga tahu jawabannya, KS!". Ha ha ha. Tetapi sayangnya, sekalipun setuju dengan pernyataan tersebut, orang sering tidak sadar bahwa kita akan sukses justru harus melalui orang lain. Bahkan, harus sukses bersama orang banyak. Karena itu, human relations menjadi sangat vital. Padahal kalau kita benar-benar mempertajam, menggali, dan menguasai teknik bersosialisasi yang baik, dan pandai berurusan dengan orang lain, __itu akan menjadi sumber kesuksesan yang absolut.
*Apa landasan pemikiran saya tersebut?*
Pada tahun 1940-an, ada tiga institusi besar yang mengamati, menyurvei, dan meneliti faktor-faktor yang membuat orang-orang sangat sukses di zaman itu. Hasil survei tiga institusi besar itu, yaitu Harvard University, Stanford University, dan Carniage Foundation, menyatakan bahwa keberhasilan 15 persen orang berasal atau terkontribusi dari pendidikan akademis, yaitu S1, S2, S3, sampai Ph.D. Ini berarti bicara tentang knowledge, skill, dan keterampilan-keterampilan khusus yang dimiliki orang-orang saat itu. Tetapi yang mencengangkan..., 85 persen orang sukses justru mendapat kesuksesan karena atau terkontribusi dari sikap dan kemampuan mereka berelasi.
*Dapatkah kamu menjelaskan lebih jauh pesan dari hasil survey tersebut?*
Ya. Kalo kita lihat dari proporsi tersebut, ternyata orang-orang yang sukses itu bukanlah orang yang pintar. Gelar yang hebat, IPK yang tinggi. Itu hanya bermain di 15 persen. Tetapi, faktor ekstrim penentunya justru dari kemampuan mereka berelasi dan sikap mereka dalam menyikapi kehidupan. Kenapa human relations? Kok, bukan kerja keras, bukan kepintaran atau gelar? Kalaupun ada yang perlu kita tingkatkan dalam mengejar kesuksesan, itu adalah fokus pada human relations, kemampuan berelasi dan bersilaturrahim, bukan gelar yang tinggi.
Dale Carnegie punya buku fenomenal, berjudul "Bagaimana Mencari Kawan Dan Mempengaruhi Orang Lain". Buku itu mengajarkan saya banyak hal tentang teknik, kiat dan jurus untuk berelasi. Saya begitu menyukai buku tersebut, karena banyak orang yang tertolong dalam karir dan bisnis. Dan itu membuktikan pentingnya sebuah relasi. Jadi, dalam latihan pengembangan diri saya, __berelasi ini menjadi salah satu fokus saya. Saya mengamati betul arti relasi. Dalam pengembangan diri, berelasi adalah kemampuan yang paling penting yang harus dimiliki oleh siapapun. Bukan berarti saya tidak mendukung bersekolah tinggi, itu tetap ideal. Karena 100 persen tanpa 15 persen tidak akan jadi 100 persen. Ibaratnya, kemampuan human relations-nya tinggi tetapi kalau otak kita jongkok, ya tidak mungkin juga sukses. Masalahnya, faktor mayoritas pada 85 persen itu justru berupa kemampuan berelasi.
*Kenapa human relations begitu dominan?*
Setelah saya gali lebih dalam, ternyata jawabannya, __ya itu tadi. Kita tidak mungkin sukses seorang diri. Jawaban kedua, ini yang paling hakiki dan krusial. Yaitu, bahwa Tuhan menciptakan kita sebagai makhluk sosial. Artinya, kalau kita mengingkari fungsi dasar manusia sebagai makhluk sosial, __kita akan jauh dari sukses. Kita akan jauh dari kebahagiaan, dan kita..., __akan jauh dari rasa damai. Filem Cast Away yang diperankan oleh Tom Hanks menggambarkan dengan jelas betapa penting arti relasi dalam mempertahankan hidup. Saya sering mengatakan bahwa makhluk sosial adalah fitrah kita. Fitrah itu, sifat asal, kodrat, dan pembawaan.
*Kalau dibahasakan secara sederhana, apa sebenarnya defenisi human relations?*
Relasi diantara sesama manusia. Banyak orang mengatakan bahwa rumah tangga itu berantakan karena komunikasi yang tidak jalan. Menurut saya salah, bukan komunikasi tetapi relasinya yang buruk. Begitu juga hubungan antar sesama lainnya, entah itu dalam dunia kerja maupun lainnya. Mungkin saja komunikasinya bagus..., tetapi relasinya sudah rusak. Tak sedikit orang yang tidak banyak omong, tetapi punya sentuhan. Mereka bisa mengungkapkan dengan bunga, makanan, dan gambar. Sehingga komunikasinya tidak buruk, "Sophisticated". Mereka tidak pernah membuat puisi, tidak pernah menulis surat atau lagu yang berbunga-bunga, tetapi relasi terbangun dengan baik.
*Penjelasannya bagaimana?*
Maksudnya, kadar hubungan antara manusia itu jauh di atas komunikasi. Komunikasi itu kulitnya, tetapi esensinya justru di relasi. Nah, kembali ke masalah sukses yang dikaitkan dengan paham teman-teman saya. Mereka mengatakan silahturahimnya tidak baik, rezekinya pun akan tertutup. Saya coba amati, apa maksudnya? Nah, saya lihat orang-orang Timur, orang Chinese, punya satu slogan untuk sukses, kalau belum bisa tersenyum, jangan buka toko!
*Bagaimana pengertian slogan Chinese itu?*
Intinya, sukses itu terletak pada kemampuan kita berelasi. Cobalah pergi ke Glodok! Kadang kita tidak mengerti orang ini ngomong apa sih? Tetapi, omzet mereka melebihi gaji dosen dan profesor, lho. Kalau ingin bersenang-senang..., mereka suka pergi ke pantai. Bedanya, ini hanya joke, yang dari universitas sukanya ke Pelabuhan Ratu, tetapi yang berdagang sukanya ke Hawaii ha-ha-ha. Kenapa begitu? Nah, itu terjawab dari hukum relasi. Jelas sekali bahwa yang paling vital adalah silahturrahim dan berelasi, karena itu merupakan sebetulnya fungsi sosial kita. Saya bahkan berani mengatakan sebetulnya ada satu hukum yang ditanam dalam diri kita. Kalau manusia menjalankan hukum sosial dengan baik, ia akan terhindari dosa dan masalah.
*Dalam berelasi dengan sesama, bisnis, atau keluarga, apakah ada pakem-pakem tertentu supaya relasi bisa berjalan baik?*
Oh, ya. Bicara tentang relasi, prinsipnya sederhana kalau berelasi dengan sesama, satu hal saja, bahwa manusia adalah pribadi yang penting. Kalau setiap manusia tidak penting, kenapa Tuhan mengirimkan begitu banyak Nabi? Manusia itu penting di mata sang pencipta, di mata Allah. Sayangnya dalam kehidupan ini, manusia sendiri justru seringkali mengganggap sesamanya tidak penting. Ingat! "Seseorang yang pernah kau sakiti itu, tidak menyimpan dendam. Ia sudah memaafkanmu..., bahkan tetap berdo'a demi kebaikan-kebaikanmu. Jika mungkin sekarang ia sudah tidak bisa sedekat dulu, itu artinya ia sudah belajar dari sakit yang membuatnya teriris. Jangan berburuk sangka..., kau hanya harus ingat. Kau pernah melukainya".
Esensi ini yang saya maksud dalam berelasi. Artinya, selama kita bisa menganggap bahwa semua orang itu penting, semuanya akan berjalan dengan baik. Di dunia salesman, "kalau kamu bisa menganggap klien kamu orang penting, bisnis kamu akan lancar". Di dunia belajar mengajar, "kamu mengajar dan mereka yang mendengarkan kamu adalah orang penting, maka pengajaran akan berjalan lancar. Intinya, hukum relasi dibangun dengan satu dasar bahwa manusia merupakan individu yang sangat penting, ciptaan Tuhan yang maha penting. Perlakukan sesama dengan semestinya! Cara memperlakukannya sangat banyak. Misalnya, dengan memberi senyum, pujian, menjadi pendengar yang baik, menyebutkan nama, berterimakasih dan memberi perhatian. Itu semua ungkapan bahwa "kita itu penting, berharga, terhormat, istimewa, dan bermartabat".
*Prinsip pertamanya adalah menganggap semua orang itu penting. Adakah basis-basis berelasi lainnya yang harus dipahami dan dipegang oleh siapapun yang ingin mengembangkan relasi?*
Oke, manusia ini kan makhluk emosi, makhluk fisik yang fana, makhluk ego yang egonya akan terpenuhi kalau ia memperoleh rasa penting itu. Ia ingin mengaktualisasi diri, diakui, jadi pemimpin, mendapat tepuk tangan, mendapat jabatan, dan lain sebagainya. Itu semua untuk memenuhi rasa penting dan pemenuhan egonya. Jadi, yang terpenting dalam berelasi adalah ketika kita mampu memperlakukan orang lain secara terhormat.
*Dengan menyadari kebutuhan ego itu, apakah berelasi bisa dijalankan dengan mulus?*
Iya benar. Itu unsur-unsur basic manusia sebagai ciptaan Tuhan yang punya ego. Ibaratnya manusia lapar karena egonya. Setelah makan, segala urusan jadi lebih mudah dan masalah bisa dipecahkan. Contoh mudahnya, seekor ular piton akan siap menelan kita tanpa ampun jika ia sedang lapar. Sebaliknya, ketika sudah kenyang ia siap menjadi penghias foto profile picture kita sambil tersenyum manis di samping pipi kita.
*Ada buku yang menyebutkan salah satu kita berelasi, yaitu membuat diri kita lebih dekat dengan kebiasaan, minat, pemikiran, bahkan gaya penampilan orang lain. Apakah kamu setuju dengan itu?*
Oh, Les Giblin? Ya setuju. Buku itu esensial banget dan kalau dirangkum sebenarnya 1 aja poinnya. Yaitu bahwa manusia itu penting. Rasa penting adalah jubahnya, sedangkan yang lain sebagai kembangannya saja. Bagaimana membuat orang merasa penting? Banyak caranya, misalnya tukang parkir disini memanggil saya bos ahaha. Karena dipanggil bos, saya lalu memberi goceng. Kalau enggak rasanya dosa banget. Nah, tukang parkir ini sangat pintar dan tahu cara menggunakan hukum relasi.
*Jadi, prinsip itu sederhana dan bisa dilakukan oleh siapa saja bukan?*
Ya, sederhana. Jika egonya terpenuhi, semua bisa. Ini juga berlaku dalam relasi dengan lawan jenis. Seorang laki-laki, entah bagaimana ceritanya, kalau perempuan menangis dan minta tolong, pasti luluh hatinya. Maka, saya sering mengatakan bahwa perempuan punya advantage dalam berelasi. Tetapi ingat, laki-laki juga punya gaya tersendiri. Kalau laki-laki sudah mengganggap perempuan itu istimewa dan berharga, perempuan itu akan merasa tersanjung dan mabuk kepayang, wkwkka. Hukum ini sederhana tetapi istimewa. Kalau diterapkan, hasilnya akan berlipat ganda. Daya dobraknya dalam berelasi luar biasa. Walau begitu, saya tekankan disini, ketulusan dalam relasi itu sangat penting karena akan menjadikan hubungan lebih langgeng.
*Bagaimana penjelasan relasi yang tulus ikhlas itu? Jangan-jangan hanya normatif namun tidak aplikatif?*
Begini. Dale Carnegie yang dinobatkan sebagai pakar human relations mengatakan, saking butuhnya dianggap penting dan terealisasi, manusia sampai mau menerima pujian yang murahan sekalipun. Ibaratnya air keruh pun manusia rela meminumnya. Artinya, relasi yang pura-pura saja orang masih suka, "Gue tahu ia tidak tulus sih, tetapi daripada tidak ada yang memuji gue? Tidak ada yang menganggap gue penting?". Apalagi kalau pujian itu tulus ikhlas, ya? Kalau tulus ikhlas tentu dampaknya akan amazing. Ketulus-ikhlasan itu bersifat supranatural, ilahi. Bayangkan, ini merupakan hal-hal yang sangat esensial. Fungsi manusia sebagai makhluk sosial, egonya sudah terpenuhi, dilakukan dengan ikhlas, lagi. Itu merupakan kombinasi beberapa hukum spritual yang menyatu dan dampaknya akan dahsyat. Maka, saya sering warning ke teman-teman. Kita sudah tahu hukumnya, sudah punya kesadaran, dan sudah punya ketulusan, jadi harus lebih berhati-hati menggunakan hukum relasi. Gunakan dengan motif yang baik!
*Bagaimana menempatkan prinsip atau hukum berelasi dikaitkan dengan fungsi pengembangan diri, memupuk kepercayaan diri dan mempertahankan kepercayaan diri kita?*
Kaitannya dengan pengembangan diri? Ada satu lagi yang terabaikan dan itu tidak ada sekolah, kurikulum, dan SKS-nya. Yaitu kita harus mempunyai kemampuan berelasi yang baik dengan diri sendiri sebelum berelasi dengan sesama. Selama ini orang hanya berfokus berelasi baik dengan orang lain. Padahal hukumnya, kita terlebih dulu berelasi dengan diri sendiri. Kalau tidak bisa berelasi secara sehat dengan diri sendiri, kita tidak mungkin bisa berelasi secara sehat dengan orang lain.
*Berelasi dengan diri sendiri, maksudnya kembali soal deal with?*
Penjelasannya begini. Kalau kita bisa menyelesaikan hubungan kita dengan diri sendiri, disanalah sebetulnya kita sedang mengembangkan diri kita dan tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Apa maksudnya berelasi yang baik dengan diri sendiri? Kita sudah berdamai, berteman dengan diri sendiri, dan menjadi karib atau mitra dengan diri sendiri. Jika sudah begitu, barulah kita boleh berharap memiliki relasi yang hebat dengan orang lain. Kalau kita tidak bisa berelasi secara sehat dan tidak menyukai diri kita apa adanya, kemungkinan besar relasi kita dengan orang lain akan semu, bahkan penuh kepalsuan.
*Bagaimana berelasi dengan Tuhan?*
Cara terbaik berelasi dengan Tuhan adalah berelasi baik dulu dengan diri sendiri. Jika relasi dengan diri sendiri sudah berkualitas, baru kita punya relasi yang baik dengan Sang Pencipta. Sebetulnya ada dua kutub hukum menurut Islam, yaitu hablumminallah (ke atas atau vertikal), dan hablumminnannass (horizontal). Saya bertanya pada seorang teman yang bisa dibilang ustad. "Pak ustad..., hukum mana yang paling penting, mana yang duluan, mana yang lebih prioritas? Awalnya saya menganggap hukum Allah yang terlebih dulu. Kalau hubungan vertikal beres, hubungan dengan sesama pasti beres. Ternyata teman-teman saya yang betul-betul mendalami Islam mengatakan, "Salah KS! Justru hablumminnannass dulu harus beres, baru hablumminallah-nya dapat!". Saya bertanya-tanya lagi, bagaimana maksudnya? Lalu beliau membacakan ayat, "Kalau engkau belum mengenal dirimu sendiri, mustahil engkau bisa mengenal pencipta-Mu sendiri".
*Bagaimana konkretnya?*
Jadi, kemampuan kita berelasi dengan diri sendiri akan membuat kita lebih mengenal Tuhan. Ini bukan sekedar pengembangan diri. Episode ini memberi sesuatu lebih lengkap. Bukan hanya urusan EQ dan IQ, tetapi juga ada SQ didalamnya. Ada urusan spritual dalam arti yang sesungguhnya. "Kalau hubungan dengan sesama beres, dengan diri sendiri beres, kita baru di dengar Tuhan", katanya begitu. Kita coba paksakan berelasi secara baik dengan orang lain maka at the same time, kita akan memperbaiki relasi dengan diri sendiri. Ketika kita berelasi dengan orang lain dan menganggap mereka penting, mereka pun akan respect dengan kita. Dengan begitu, citra diri kita mulai membaik sedikit demi sedikit. Ini yang ajaib. Dale Carnegie hanya mengajarkan berelasi keluar. Tetapi saya percaya ada hukum timbal balik. Saya coba balik, dan hasilnya luar biasa.
*Mari kita lihat relasi lebih luas lagi. Dalam buku-buku bisnis sering ditemukan pemikiran begini, jika kamu punya relasi yang berkualitas, itu merupakan tiket kesuksesan. Di dalam konteks dan konsep relasi kamu, apakah pemikiran itu terkonfirmasi benar tidaknya?*
Seorang peneliti perilaku pernah menyatakan kemampuan berelasi dengan baik biasanya berkaitan erat dengan isi dompet seseorang. Saya tersenyum mendengarnya. Jadi, kemampuan berelasi orang-orang yang banyak duit pasti sangat hebat. Itulah sebabnya leadership berbasis human relations, leadership menjadi sangat penting dalam urusan berelasi. Kalau kita perhatikan tangga-tangga leadership-nya Jhon C. Maxwell, dikatakan bahwa dasar kepemimpinan yang sehat, yang everlasting, adalah berbasis relasi yang baik. Level pertama adalah posisi. Orang menjadi pemimpin karena posisi. Anak bos menjadi direktur seolah-olah ia menjadi pemimpin. Level kedua adalah relasi. Pemimpin sejati diuji ketika ia punya relasi, baik atau tidak. Kalau punya kemampuan berelasi yang baik, orang yang baik, orang yang bukan anak buahnya pun bersedia menghambakan diri. Ibaratnya begitu. Inilah basic-nya leadership. Diatas posisi itu, level ketiga, baru yang namanya prestasi. Orang menjadi leader karena punya pengaruh, kinerjanya mendapat respect orang lain, dan hebat dalam banyak achievement. Ia sudah membuktikannya dengan prestasinya yang tinggi. Jadi, seorang pemimpin, selain karena posisi, ia harus memperoleh respect karena prestasinya. Kalau tidak mampu memperbaiki tangga leadership kedua ini, relasi yang dibangun menjadi rapuh. Ia mudah "dikudeta" meskipun ia seorang achiever yang hebat. Sebab, kemampuan kita menyentuh manusia menjadi fondasi leadership.
*Bagaimana cara melihat kemampuan seseorang itu bagus dalam berelasi?*
Dari bahasa tubuhnya akan keliatan apakah seseorang itu jago berelasi, mahir di dunia sales, atau tidak punya potensi ke arah itu. Orang harus diajak ngobrol. Saat diajak ngobrol akan terlihat semuanya. Umumnya, orang yang kemampuan berelasinya bagus memiliki posisi sangat strategis. Banyak dari mereka, pemimpin. Sukses itu sangat terkait dengan kepemimpinan. Pemimpinlah yang bisa berurusan dengan banyak orang. Maka, relasi itu sangat menentukan kesuksesan kita. Pertama, untuk leadership itu sendiri. Kedua, manusia itu sangat subjektif.
Misalnya, saya membeli dari kamu karena saya suka dengan gaya dan kepribadian kamu. Juga karena kepintaran kamu. Tapi tidak semua orang suka dengan kepintaran kamu. Bahkan, sekarang tak sedikit yang takut dengan orang pintar. Orang lebih suka dengan hal-hal yang subjektif karena merasa nyaman dengan itu. Nah, leadership juga membangun perasaan seperti itu dalam berelasi.
Saya penasaran, kadang saya bertemu dengan orang yang kalau diajak berkomunikasi kok selalu nyaman. Pembawaannya di forum enak, ngobrol bareng-bareng pun begitu. *Apakah ini merupakan bakat alami atau sesuatu yang mereka pelajari dan latih?* Sayangnya itu memang bawaan. Beberapa orang punya talenta lebih banyak dari pada yang lain. Ia punya kemampuan bergaul yang hebat. Biasanya orang sanguinis punya kemampuan bergaul yang enak. Apakah kamu pernah mendengar cerita ini? Seorang saudagar mendapati tiga orang yang dipercaya, lalu memberi masing-masing 1,2 dan 5 talenta atau uang. "Saya Ā pergi dulu yaa, nanti saya balik lagi. Nanti saya akan minta pertanggung jawaban kalian", kira-kira begitu katanya. Orang pertama yang diberi satu talenta merasa kecewa, "Wah, ngasih kok kecil begini!". Lalu ia tanam talenta itu, karena yang penting ketika tuannya kembali, __talenta itu masih ada. Orang kedua berbeda, ia diberi dua. Ia terus memutar dua talenta itu sehingga berkembang menjadi empat talenta. Orang ketiga, diberi lima talenta. Ia kembangkan terus hingga jadi sepuluh talenta. Ketika tuannya kembali, ia sangat senang dengan orang kedua dan ketiga karena mengoptimalkan talenta yang dipercayakan kepada mereka. Tetapi orang pertama justru menggerutu dan mengembalikan satu talenta yang dipercayakan kepadanya. Saudagar ini marah besar kepada pemilik satu talenta. Pesannya pertama, kita harus men-develop diri kita sedemikan rupa sampai optimal. Kedua, terimalah talenta atau bakat kita sekecil apapun karena itulah yang terbaik untuk kita.
*Jadi, ada orang yang memang bakat berelasi, ada pula yang mahir karena meningkatkan skill berelasinya. Ya, seperti ituuuw! Sebab, orang selalu bisa meningkatkan skill berelasinya. Hanya, jangan pernah membandingkan dengan orang lain. Kemampuan kamu yang menganalisis bisa dipelajari dan kamu bisa belajar untuk meningkatkannya. Tetapi, tetap saja kamu tidak bisa melebihi dia karena bakat dia memang disitu dan dia sudah berkecimpung sekian lama dalam bidang itu. Nah, kamu harus terima hal itu. Deal with dengan itu. Tetapi sesungguhnya, berelasi tidak membutuhkan ilmu yang hebat-hebat banget. Tidak perlu jadi super dulu untuk berelasi, kan? Yang penting ikhlas, tulus, dan nyaman melakukannya. Selesai deh! Kita pasti pernah melihat seseorang yang sederhana dan tampak kurang pandai berelasi. Hanya kalau ia bicara, kita bisa merasakan orang ini tulus dan jujur. Kita jadi happy berelasi dengannya. Itu sudah cukup!
#KSStory #KSMotivasi #KSLifestyle #onthisday #PejuangMimpi
#GaSemuaManusia
#BisaMemanusiakanManusia
#Reels #Fbpro #Fyp #vod