KS Story
KS Story Petani

Kisah PNS Asyik Bertani Di Sebuah Kebun Mini Miliknya, KS Garden Kuansing Namanya. (Kebun Buah Yang Disinari Matahari, Sayuran Yang Berwarna Cerah, Mimpi Yang Dipanen, Keranjang Berlimpah, Usaha Yang Membuahkan Hasil, Akar Yang Bersemangat, Panen Manis, Dari Ladang Ke Meja Makan😅)

Selanjutnya

Tutup

Video

Pejuang Mimpi Episode 79 Jangan Menilai Sesuatu Dari Covernya Saja!

9 Mei 2025   02:44 Diperbarui: 9 Mei 2025   02:47 76 2 0

KS Story
KS Story



Pejuang Mimpi Episode 79
Jangan Menilai Sesuatu Dari Covernya Saja!

Alllow....,
Jumpa lagi di KS Story episode terbaru. Kali ini..., saya hanya mau cerita tentang bagaimana orang-orang menilai sesuatu dari covernya aja. I am a nice person. I am that. But, hidup saya tu banyak masalah yang berat..., dan banyak banget disakitin orang. Tapi..., I would like the problem or them. Saya ingin tahu masalahnya atau mereka yang menyebabkan itu. Saya ga mau jadi kayak mereka. Saya ga mau jadi jahat, karena saya dijahatin orang. I am a nice person. I am that.

Dalam proses pengembangan diri, lingkungan sosial memang memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap sikap saya. Jika saya berada di lingkungan yang baik..., maka secara otomatis sikap saya juga bisa berkembang menjadi lebih baik dan begitupun sebaliknya. Itu artinya, ketika lingkungan saya banyak ditempati oleh orang dengan karakter menghakimi orang lain, maka kemungkinan besar karakter saya juga akan menyerupai mereka.

Menjadi orang yang judgmental atau suka menghakimi orang lain itu merupakan salah satu bentuk dari toxic. Karena pada dasarnya, hal tersebut bisa memberikan luka hati kepada orang lain. Tak hanya itu saja, pasalnya beberapa kebiasaan buruk yang orang toxic lakukan juga bisa membuat pihak lain untuk melakukan tindakan menghakimi individu lainnya.

"Menghakimi hidup orang lain...., padahal hidupnya belum tentu bener. Memang tidak bener hahaha. Bukan belum tentuuu, memang tidak benar. Iya, itu yang benar. Kalo sudah mengurusi hidup orang lain, hidup dia tu sudah pasti tidak benar. Kalo hidup kita benar, kita ngurusin hidup kita sendiri. Hidup kita sendiri aja pusyiing kita ngurusin..., kok kita malah ngurusin hidup orang lain".

Era globalisasi seperti saat ini, banyak orang tu memiliki sikap seolah mereka adalah individu yang paling tahu tentang kehidupan orang lain. Mereka menjadi lebih mudah memberikan opini tanpa melihat bagaimana kejadian atau fakta yang sebenarnya. Hal tersebut berimbas menjadikan banyak orang lebih cepat untuk memberikan penilaian terhadap orang lain hanya berdasarkan sudut pandangnya saja. Tak bisa dipungkiri jika sifat menghakimi bisa memberikan dampak negatif terhadap orang yang bersangkutan.

Apakah kamu memiliki pola pikir yang kerap menghakimi orang lain? Sebaiknya kamu mulai berubah dan membuang jauh semua mindset tersebut. Apalagi saat ini, keberadaan media sosial  justru semakin mempermudah menampakkan sisi judgmental seseorang dengan tidak melihat suatu status maupun kedudukan dari seseorang tersebut. Kondisi ini tak hanya berlaku pada mereka yang saling mengenal saja. Namun, di media sosial yang pada dasarnya banyak yang tak saling mengenal saja, bisa saling menghakimi. Sedangkan di dunia nyata. Lebih parah lagi. Bisa pula tindakan judgmental yang mereka lakukan kepada seseorang, adalah dengan dasar sepenggal cerita kecil dari segudang cerita dalam kehidupan orang lain yang juga diceritakan oleh orang lain pula. Dapat cerita dari orang lain..., padahal orang yang diceritain juga enggak kenal sama yang menceritakan. Kan, lucu!

Hal ini terjadi juga di dunia nyata. Terkadang, interaksi kita dengan siapapun di dunia ini bisa menimbulkan adanya suatu persepsi atau penilaian yang muncul dari berbagai pihak. Tak jarang jika penilaian dari orang lain itu, bisa memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap diri kita. Dan beberapa penilaian yang diberikan orang lain tersebut, tidak memiliki sifat membangun atau malah bersifat judgmental. Itu ga baik.

Saya pernah dipojokkan dan menjadi subjek yang dicela. Kerap kali orang tu ya, hanya tahu bagian luar dari suatu kejadian yang saya alami. Namun sudah bisa memberikan suatu kesimpulan yang berujung menghakimi. Padahal, jika ditelusuri lebih dalam lagi, bisa jadi apa yang dilakukan oleh saya itu memang memiliki alasan tertentu. Kadang ya, orang tersebut juga tidak mengenal saya lebih banyaak, tapi gomongnya bisa doubel-doubel. Kenal setengah..., ngomongnya hiperbola. Bisa ya, orang gitu.

Hobi menggunjing...., apakah kamu tahu? Tindakan menggunjing aib orang lain yang tak tau apakah hal tersebut merupakan fakta atau hanya gosip belaka akan menjadikan kamu lebih mudah memberikan penghakiman kepada orang lain? Menghakimi hidup orang lain...., sementara hidup kamu sendiri belum tentu bener.

Saya mengamati tindakan dan perilaku judgmental itu. Saya perhatikan tindakan dan perilaku orang itu dengan cermat. Saya amati pola tindakan orang itu, cara berbicara..., serta cara mereka berinteraksi dengan orang lain. Cara ini dapat membantu saya memahami niat dan tujuan orang itu secara lebih baik. Kebanyakan stigma yang terletak pada perilaku judgmental itu, mereka selalu memiliki makna negative terhadap sesuatu. Itu karena apa? Ya karena busuk hati lah...!

Tapi, saya mudah memaklumi orang lain. Saya melupakan prasangka dan kejahatan. Saya harus berusaha untuk menghapus prasangka dan pandangan negatif terhadap siapapun. Dan yang paling saya ingat adalah, bahwa dalam dunia yang kompleks ini, __terdapat banyak faktor yang membentuk orang menjadi seperti itu. Saya alihkan perhatian saya pada memahami karakteristik dan motivasi mereka dengan bijaksana, bukan menilai mereka dengan prasangka. Saya pahami motivasi dan ambisi mereka. Setiap orang memiliki motivasi dan ambisi yang mendorong tindakan mereka. Jadi, saya mencoba untuk memahami apa yang ingin dicapai oleh mereka dan apa yang mendorong mereka untuk bertindak seperti itu.

Ingin rasanya saya tersenyum mendengar opini orang itu. Senyumin aja! Karena saya tidak ingin membenci..., saya berhenti berpikir selalu benar. Orang itu mungkin juga benar..., benar menurut dia. Dan saya, tentu mungkin saja bisa lebih benar, bisa benar menurut versi saya. Satu hal yang perlu saya ingat tentang judgmental ini, "jangan mau bahagia karena opini sekitar. Jangan mau berduka karena kata-kata yang lalu lalang menampar!".

Orang lain mau ngomongin apa..., berkomentar apaaa..., biar aja orang lain. Toh, yang penting saya mengontrol diri saya untuk tidak menghakimi orang lain juga. Bagaimana kontrol diri itu...? Ya, saya memposisikan diri saya sebagai orang lain. Saya berpikir tentang persamaan..., dan bukan lagi tentang perbedaan.  Apapun itu, yang bisa saya lakukan hanyalah, __menjaga batasan dan menjauhi lingkungan negatif itu.

Dalam kehidupan ini, saya tentu tak akan bisa terlepas dari kehadiran orang lain. Saya kerap..., mendapatkan penilaian berdasarkan opini pihak ketiga itu. Semacam pandangan semenurut orang-orang itu saja. Tapi ga paa-paa. Toh, dalam kehidupan ini memang ada beberapa kondisi yang di luar kendali saya. Seperti mendapatkan sebuah judgmental itu, misalnya. Ingatlah yang saya katakan ini; "Jangan menilai sesuatu dari covernya ajaa!" .

Tahukah kamu? Ketika saya di judge orang lain..., rasanya memang tak enak bahkan sangat tidak nyaman sekali. Tapi, cara saya simpel. "Orang baik sama saya..., saya baik pula sama mereka. Orang jahat sama saya..., saya tinggal jauhi mereka. Ga perlu..., pusyiing-pusyiing. Intinya, saya ga mau tau urusan orang lain..., dan saya juga ga mau tau orang lain tau semua urusan saya. Sesederhana itu, saya. Dianggap bersaingan...., apa? Bersaingan? Masa independent women disuruh bersaingan dengan orang yang cuma tahu joged di aplikasi. Aduuh, beda kelaasss!"

Saya dinilai selalu menentang pendapat orang lain yang bertentangan dengan pendapat pribadi. Bukan selalu, tapi sesekali.  Bukan menentang.., tapi berpendapat. Berpendapat kan, adalah hak setiap orang. Semua orang boleh mengemukakan pendapatnya. Terlepas dari setuju atau tidak setujunya orang lain, perbedaan opini atau mengatakan saya tidak sama dengan mereka adalah bagian dari pertemanan, __bukan akhir dari pertemanan.

Tapi, jika celaan terus terjadi di lingkungan tertentu, mungkin ada saatnya saya harus menjaga jarak. Bukan benci atau apa, ya mungkin memang ga cocok aja. Saya hanya akan mengelilingi diri saya dengan orang-orang yang lebih suportif..., bukan orang-orang yang judgmental. Saya emang nggak bisa atur orang lain ingin berbicara apa..., tapi saya bisa mengatur diri saya untuk bertindak lebih bijak lagi.

Saya sebisa mungkin ya menghindari lah..., perilaku menghakimi itu secara mandiri. Saya menghindari tindakan yang merugikan orang lain..., karena sebenarnya saya sebagai seorang individu juga akan merasa marah ketika mendapatkan perilaku judgmental yang tak sesuai dengan kebenaran itu.

Oleh karena itu..., ketika saya mendengar opini pihak ketiga tentang siapapun, __sebaiknya saya cek terlebih dahulu apakah hal tersebut memang fakta atau tidak. Setidaknya, opini yang orang bikin atau opini sayapun tidak akan merugikan atau menyakiti orang lain. Nah, jika saya saja bisa marah akan opini yang tak jelas ujung pangkalnya tersebut, bagaimana mana dengan orang lain? Tentu sama. Semua orang tidak suka dipojokkan. Semua orang juga tidak menjadi subjek yang dicela. Lalu, bagaimana cara merespons ketika diri kamu dipojokkan dan dijadikan subjek yang dicela itu...? Saya miliki pola pikir ; bahwa kepribadian dan tindakan setiap individu itu berbeda.

Ga apa-apa berbeda. Orang yang sibuk dengan pekerjaan, usaha, atau kegiatan positif lainnya, __ mungkin tidak punya banyak waktu untuk memposting semua foto dan kehidupan pribadinya di media sosial. Ada yang fokus pada kehidupan dunia maya. Ada lebih memilih fokus pada kehidupan nyata, daripada menghabiskan waktu di media sosial.

Media sosial memang telah menjadi bagian integral dari kehidupan modern. Banyak orang menggunakan platform seperti Facebook, Instagram, dan Tik Tok untuk berbagi momen kehidupan mereka. Memperbarui status, dan tetap terhubung dengan teman serta keluarga. Namun, ada juga mereka yang jarang memposting di media sosial, dan pilihan ini bisa mencerminkan kualitas unik yang mereka miliki.

Saya hanya menggunakan media sosial tu untuk membaca atau menulis hal-hal yang penting. Sebab, saya lebih menyukai menghabiskan waktu bersama orang-orang terkasih, mengerjakan hobi..., atau fokus pada pekerjaan saya. Saya cenderung memiliki screen time terbatas. Saya tidak menyukai berlama-lama scrolling. Ini pula yang menjadi alasan saya jarang memposting kehidupan pribadi di media sosial, kecuali tentang info bisnis saya terkini, parenting, studi kasus, motivasi serta inspirasi kehidupan.

Ada beberapa alasan mengapa saya mungkin jarang mengunggah foto bersama orang tua, pasangan, anak perempuan atau teman, __itu karena saya punya alasan pribadi. Privasi..., dan bukan kurangnya waktu dan kesempatan. Saya mungkin lebih memilih untuk menjaga privasi diri dan keluarga saya, dan tidak ingin membagikan informasi pribadi seperti foto bersama orang tua, pasangan, atau teman-teman dan juga karier di media sosial.

Tidak semua orang memiliki minat yang kuat dalam bermedia sosial hanya untuk mencari validasi. Orang yang jarang memposting kehidupan bersama pasangannya di media sosial seringkali memiliki hubungan yang benar-benar sehat. Mereka tidak merasa perlu mencari validasi dari orang lain melalui like, komentar, atau jumlah pengikut. Kepercayaan ini memungkinkan mereka untuk merasa nyaman dengan diri mereka sendiri tanpa perlu pengakuan dari dunia luar.

Mereka fokus pada kehidupan nyata. Mereka yang tidak sering aktif di media sosial biasanya memang lebih fokus pada kehidupan nyata. Mereka lebih menghargai interaksi tatap muka dan hubungan pribadi yang mendalam. Alih-alih menghabiskan waktu berjam-jam menggulir feed media sosial, mereka lebih memilih untuk terlibat dalam aktivitas yang bermakna dan menikmati momen-momen kehidupan tanpa gangguan.

Kayak saya ya, saya jarang kan posting jalan-jalan keluarga. Bukan berarti, saya ga ada jalan-jalan keluarga. Cuma ga flexing aja. Saya ingin menikmati momen. Saya jarang unggah kehidupan pribadi di media sosial barangkali karena memang ingin menikmati momen saat itu. Saya lebih memaknai dan mensyukuri keadaan yang saya jalani..., saya juga jadi bisa lebih rileks dan santai. Bagi sebagian orang, menikmati momen saat itu lebih berharga diabadikan dalam ingatan daripada di layar.

Tidak sedikit orang memilih untuk menikmati momen saat itu daripada sibuk mendokumentasikan dan membagikannya langsung di media sosial. Saya selalu terlambat membagikannya di linimasa. Latepost, gitu lho. Karena itu tadi. Saya menikmati momen saat itu terjadi. Dan seringkali ya, saya akan saring dulu mana yang akan bermanfaat jika dibagikan dan mana yang hanya cukup untuk di save aja.

Lifestyle orang kan beda-beda. Banyak orang tu ya, memenuhi linimasa dengan tujuan perbuatan judgmental. Orang lain mau ngomongin apa..., berkomentar apa..., biae aja orang lain. Tidak semua komentar perlu ditanggapi. Saya terkadang mengabaikan status orang lain, baik itu di Facebook Instagram apalagi TikTok. Lebih kepada males aja sih baca hal-hal yang kurang penting apalagi judgmental. Un faedah. Bagus diam, diam bisa jadi respons yang terbaik, terutama jika kritiknya orang lain itu hanya untuk menjatuhkan orang lain pula tanpa alasan yang jelas. Banyak penilaian yang diberikan orang lain tersebut, tidak memiliki sifat membangun atau malah bersifat judgmental. Judgmental itu, adalah sifat yang cenderung membentuk suatu opini.

Saya tu main-main dunia maya gitu, pasti lagi ga sedang sibuk-sibuk amat di dunia nyata. Dunia maya, hanya selingan. Kehidupan nyata yang utama. No face no case. Ga ada wajah, ga ada kasus. Ga ada tampil bukan berarti ada kasus juga, kan...? Tapi yang pasti saya diam-diam melakukan screening situasi. Apapun anggapan orang mengenai saya itu bukanlah suatu hal yang bisa saya kendalikan. Yang jelas, saya tetap hati-hati. Kan, saya tidak tau saya sedang melawan siapa.

Kurangnya unggahan foto bersama orang tua pun, rupanya dapat memperkuat kesalahpahaman atau kecurigaan orang-orang yang tidak mengenal kita dengan baik. Begitu pula dengan kurangnya nampak saya bersama-sama dengan pasangan, teman-teman dan sanak saudara. Saya emang enggak posting itu..., bukan hubungan yang tidak harmonis atau apa gitu ya. Bukan. No face no case. Ga ada wajah ga ada kasus.

Ternyata no face itu tu, dapat menimbulkan persepsi negatif. Orang lain mungkin menganggap saya tidak dekat dengan orang tua, hanya karena jarang melihat unggahan foto bersama orang tua. Lalu, mereka menginterpretasikannya sebagai kurangnya atau tidak adanya unggahan foto atau konten saya yang menampilkan orang tua di media sosial tu, __berarti saya tidak mencintai atau tidak sayang dengan orang tua saya. Wueleh. "Itu pikiran yang kolot..., ya gaees yaach!".

No face no case. Ada pula yang menganggap, saya tidak harmonis dengan suami atau ga terlalu peduli sama anak perempuan hanya karena mereka jarang tampil. Mereka berdua tu emang ga senang tampil, kuq. Hanya suka melihat-lihat tok, apalagi kalo ada status saya yang lucu-lucu gitu. Emotnya pasti, ngakak.  
Kayak gini status saya yang bikin bapak sama anaknya ngakak tu; "Bayangkan, kamu sedang berada di sebuah kapal di tengah laut. Tiba-tiba kapal itu mulai tenggelam, dan kamu pun mendapati dirimu di dalam air, dikelilingi hiu. Bagaimana cara kamu kabur dari hiu-hiu itu?". Sukanya baca yang lucu-lucu.

Iya. Orang dua tu males baca yang bikin stres-stres tu. Kayak "20 menit terakhir nyari hape ku di mobil..., pake senter dari hapeku. Nah lho". Secara ga langsung kan, bilang hape ada dua atau tiga hahaha. Kalo kita udah capek mah, jarang ngeluh. Paling cuma gini. "Udah capek beres-beres. Eh, ternyata pikiran sendiri yang enggak beres!". Artinya apa? Mungkin, "minyak habis sambal tak lomak atau duit kurang banyak huahaha".

Suatu hari, saya kesal dengan bapack-bapack yang judgmental. Dikait-kaitkannya dunia maya dengan dunia nyata. Sebenernya dia aja yang mainnya kurang jauh. Enggak gaul. Enggak paham situasi. Saya lagi sensi, xixixi. Eh dengan sengaja pas saya liwat dia ngenyek gini. "Eh, ini gadis apa janda...?". Ndeeh, seakan-akan mau saya beli itu mulutnya, wkwkka. Dan dalam hati tu bilang gini; "Hh. Ternyata ada ya bapack-bapack yang judgmental juga. Tenang ya KS yaach... , sabar ya KS yach..., dan jangan bereaksi emosional!".

Haa, KS abistu langsung dapat ide lucu buat nyetatus. "Jarang posting suami, itu cuma karena dia ganteng aja. Bukan karena suami jelex, tua atau apa. Punya suami mapan dan ganteng pun, ga perlu dibangga-banggain. Zaman sekarang pelakor banyak, tau nggak? No face no case. Ga ada wajah ga ada kasus". Itu yang saya lakukan. Orang..., yang mencela biasanya ingin melihat reaksi emosional kita. Enggak perlu diladeni..., kalau kita kesal cukup tarik napas dalam-dalam..., tetap tenang..., dan jangan langsung merespons dengan kemarahan. Saya menggunakan humor atau sikap santai. Kadang saya kalau lihat ada orang yang aneh-aneh begitu, saya bercandain aja".

Ada lagi, orang yang menilai saya ga terlalu peduli sama anak, katanya. Enggak apa-apa. Paling setelah itu saya ada ide nyetatus. "Ga cerita anak berprestasi pun..., bukan berarti ga punya anak hebat. Anak hebat tu, ga perlu dibangga-banggain. Nanti kalo dibangga-banggain, bisa-bisa dikira kita orangtua yang suka nyombong. Mana ada..., ibu yang ga care sama anaknya. Kalo udah begini ceritanya..., sekarang, ayuuk kita main sombong-sombongan. Segudang prestasi anak perempuan saya tu, ya gaees yaach!  Mulai dari juara OSN, masuk koran. Pidato depan orang rame berkali-kali, lomba debat, utusan pramuka, dan sebagainya. Ketos pulak. Ketua OSIS, seabrek kegiatannya. Dan menurut saya, itu biasa. Saya sebagai orang tua, cukup memantau. Tanpa harus membuat seorang anak gede kepala kalo kita sanjung-sanjung terooss. Ga kayak lu, apa-apa pake status sombong-sombongan. 'Hebat anak mama, naik rangking dapat sepeda'. Weeeh, naik ranking aja bangga ahhaha. Anak orang juara umum satu wooooyyy". Tiba-tiba suami saya kasih emot ngakak. Ga lama sudah itu dia telpon saya, "tadi kamu ketemu siapa yang sombong 25 hahaha, kok kamu jadi main sombong-sombongan gietuuuw?". Paling saya cuma njawab; "itu, tadi ketemu orang tua lebay. Haa keceknnyo; Hebat anak mama, naik rangking dapat sepeda". Laawaak, kan?

Orang lain mau menghakimi saya apapun, ga ngaruh. Saya ga posting tentang pertemanan,  bukan berarti ga punya teman. Banyak kuq, yang mau temanan sama saya ha-ha ha. Karena saya jarang banget merugikan orang lain. Bisa dicek, mungkin ga ada teman yang mengaku bahwa saya telah merugikan mereka. Saya bukan teman yang menjengkelkan atau apa. Jelex-jelex gini, banyak yang rindu, lhoo!

Tiba-tiba dapat ide nyetatus. "Berteman tu bagi saya, semacam hubungan jangka panjang gitu, tau nggak? Saling menghargai. Saling menutupi aib. Ga yang sejam setelah foto bareng atau dua hari sudah joged di aplikasi, saling bongkar-bongkar aib. Masa independent women disuruh bersaingan dengan orang yang cuma tahu joged di aplikasi. Aduuh, beda kelasss...!"

Saya ga posting itu. Saya hanya posting tentang motivasi, inspirasi bisnis..., dan cerita-cerita kehidupan. Saya enggak sosialita, gaeees! Saya juga bukan yang emak-emak arisan, yang wara-wiri kesana kesana kemari kemari sampai lupa angkat jemuran. Kejar-kejar makanan dan futo-futo dress code an. Trus ngepost tag tag an, eh komentar-komentar sama orang yang ada gambarnya dalam postingan. Hahaha, kayak yang cerita enggak ada habis-habisnya. Udah ketemu di dunia nyata, masih juga mau nyambung-nyambung lagi komentar-komentar di dunia maya. Apalah-apalah. Gunjing-gunjing, sindir menyindir. Besoknya, muusuhan deeh..., ngambeg-ngambeg. Padahal ya, masih juga ditempat yang sama dan dengan orang yang sama. Itu-itu aja yang dibahas, ngomongin orang ke ngomongin orang. Wuueleeeh. Norak-norak bergembira!

Saya kadang terheran-heran, gaees!
Kadang, ada orang yang mengenal kita setengah-setengah ya, justru mereka yang seringkali ngomongnya doubel-doubel. Kayak mereka yang ngerti banget nget tentang perjalanan hidup kita. Fakta membuktikan. Tak jarang orang-orang tuh ya, terlihat begitu senang dalam menghakimi orang lain hanya berdasarkan apa yang ia lihat dari sebuah hasil unggahan. Hehehe.

"Allow gaess, panggil saya KS. Saya jarang posting sama orang tua, suami dan anak perempuan, kecuali anak laki-laki. Tau kenapa...? Karena saya ingin menjaga privasi. Saya bisa memilih untuk tidak mengunggah foto bersama orang tua ataupun pasangan dan keluarga lainnya di media sosial. Tetapi saya tetap menjalin hubungan yang baik dengan mereka".

"Saya dapat berkomunikasi secara langsung dengan orang tua saya, suami, anak-anak dan teman-teman se geng. Entah itu untuk mengungkapkan perasaan juga pikiran saya..., tanpa perlu mengunggah foto di media sosial setiap momen. Saya diwaktu-waktu tertentu..., menghabiskan waktu bersama mereka. Sebagai anak, istri, seorang ibu, atau ketua geng __tentu saya juga berusaha untuk menghabiskan lebih banyak waktu bersama mereka. Agar apa? Ya, agar dapat mempererat hubungan dan menciptakan lebih banyak momen yang berharga untuk diingat".


"Saya sudah melakukan penelitian mendalam tentang beberapa hal yang menjadi musuh saya. Saya harus mengumumkan informasi tentang apapun yang menjadi musuh saya. Musuh dalam artian budaya..., nilai-nilai, latar belakang, dan kebijakan yang orang anut".

"Saya juga membaca catatan sejarah..., dan mencari sumber-sumber terpercaya tentang bagaimana orang tersebut akan membantu saya memahami, bagaimana orang tersebut berpikir dan bertindak".

"Nah. Pemahaman mendalam tentang apa-apa musuh yang saya sebutkan tadi, membuat saya bisa mengambil langkah-langkah yang cerdas dan bijaksana untuk memengaruhi orang lain tanpa harus terlibat dalam konflik yang merugikan. Mengenali musuh adalah kunci untuk mengembangkan strategi yang efektif dan mencapai pengaruh yang lebih besar dalam mencapai tujuan saya".

Pada akhirnya;
Mungkin, orang yang mencela itu, belum pernah berurusan dengan kita. Mungkin, orang yang menjudge kita a b c d itu, juga ga tau bagaimana kita sebenarnya. Mungkin orang yang menilai kita itu, tidak pernah benar-benar tahu betapa senangnya berurusan dengan kita.

Jadi ya, semua tergantung gimana caranya kita merespons mereka. "Mari respon dengan tenang..., sambil tetap menjaga harga diri kita!".

Ibnu Hazm rahimahullah berkata : "Kecerdasan dan rileks (istirahat) adalah dengan sikap tidak peduli (cuek bebek) terhadap perkataan/komentar manusia dan dengan memperdulikan/memperhatikan perkataan sang Pencipta Azza wa Jalla. Ini adalah pintu kecerdasan dan seluruh peristirahatan".

Sekian dulu, episode ini! Dunia udah tua. Penilaian orang ga kan ada abis-abisnya. Tapi satu yang perlu diingat; Jangan menilai sesuatu dari covernya ajaa!

#KSStory  #KSMotivasi  
#KSLifestyle #onthisday
#PejuangMimpi #Episode79
#JanganMenilaiSesuatuDariCovernyaSaja!
#Reels #Fbpro #Fyp #Vod