Tri Lokon
Tri Lokon Human Resources

Suka fotografi, traveling, sastra, kuliner, dan menulis wisata di samping giat di yayasan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Video Artikel Utama

Berkompetisi Sehat dalam Gerakan Literasi Sekolah

26 September 2018   13:17 Diperbarui: 15 Januari 2019   09:55 2737 9 5

Usaha Pemerintah, melalui Kemendikbud RI, melakukan sosialisasi Gerakan Literasi Sekolah (GLS) di sekolah-sekolah, menuai banyak tanggapan positif dari sekolah. Tak sedikit kegiatan sekolah bertajuk "literasi" bisa ditonton di media sosial (YouTube). Sekolah bersemangat dalam menanggapi GLS dengan aneka macam kegiatan.

"Pak, Literasi itu apa? tanya Jerry, siswa SMA kelas XI, saat saya ajak ikut menjadi juri mading dan literasi di SMP. Saya pun ikut memutar otak untuk menjawab pertanyaan itu.

Yang saya tahu dari KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), literasi adalah kemampuan membaca dan menulis, pengetahuan atau ketrampilan dalam bidang tertentu, kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup.

Dengan literasi, sekolah menjadi gerakan untuk penumbuhan budi pekerti agar siswa melek huruf/aksara bahkan melek visual.

Sabtu pagi (15/9) di SMP Lokon, suasana ramai. Sepanjang lorong depan kelas lantai bawah, tampak para siswa sedang mengerjakan mading dengan serius. Mereka harus menyelesaikan madingnya hingga pukul 10.00 wita. Setelah itu, para juri akan berkeliling ke semua mading untuk memberikan penilaian.

Setiap siswa kelas ditugaskan untuk membuat majalah dinding. Majalah dinding ini nantinya dipamerkan sehingga semua siswa, guru atau siapa saja bisa ikut membaca. Pihak sekolah memberikan  hadiah bagi karya siswa yang menarik, kreatif dan mendapat banyak pujian.

Ruang kelas pun dibuat sedemikian rupa sehingga kelas bisa memenuhi syarat sebagai literasi media dan visual dari berbagai komponen sebuah literasi. Yang dibuat siswa, tentu di bawah bimbingan Wali Kelasnya, adalah memanfaatkan ruang kelas, seperti meja di sudut kelas, papan kelas di belakang, meja guru untuk digunakan sebagai media literasi.

Dengan cara berkolaborasi dan kompetensi, para siswa semakin mengerti bahwa kemampuan membaca dan menulis, termasuk di dalamnya, belajar kritis tehadap ide-ide yang muncul secara masif di gawai yang digenggam. 

"Jangan sampai yang dekat menjauhkan anak didik kami dan yang jauh mengganggu kosentrasi yang dekat" kata Bu Asrie menggambarkan betapa gawai atau gadget sekarang telah mejadi tuan bagi setiap pribadi.

Melihat karya para siswa begitu antusias dalam membuat mading dan literasi di kelasnya masing-masing, para guru pendamping merasa bangga. Semoga Gerakan Literasi Sekolah di kemudian hari melahirkan generasi yang suka membaca dan kritis terhadap apa yang dibaca, ditonton dan ditulis.