Ketika menulis artikel ini, di luar rumah terdengar suara burung hantu yang khas. Dia seakan memanggil untuk sekedar mengingatkan tentang keberadaannya. Untuk beberapa saat, suara khas hewan nokturnal itu didengarkan. Bahkan, saya tengok ke luar rumah demi mengetahui di dahan manakah sang burung bertengger.
Dulu, sewaktu masih anak-anak, sering ketakutan ketika mendengar suaranya. Rumah kami dikelilingi oleh pohon-pohon besar yang sengaja ditanam sebagai naungan dan pemikat hewan liar untuk berkunjung. Apabila malam hari, pekarangan rumah begitu gelap bahkan terkesan seakan di tengah hutan. Namun, justru pohon itulah yang membuat si burung hantu senantiasa berkunjung nyaris setiap malam.

Beberapa kali sepasang burung hantu memperkenalkan anaknya. Senang sekali melihat tubuh kecil berbalut buku halus yang dihiasi bola mata bulat. Sering pula, si burung tetap bertengger di dahan pohon jambu atau pohon sawo belanda padahal hari sudah terang. Kami pun saling menyapa.
Sebenarnya, saya ingin berterima kasih kepada sang burung. Karena kehadirannya di pekarangan rumah, populasi tikus pengganggu pun dapat dikendalikan. Mata bulat dan kuku kaki yang tajam merupakan bekal dari Yang Maha Kuasa untuk menangkap mangsa.
Sayang sekali, tali bekas layang-layang bisa menghalangi kemampuannya untuk terbang melayang. Terkadang, tubuh mungil sang burung terlilit benang sehingga terperangkap dan tak bisa bergerak bebas. Apabila tidak ada yang mengetahui keadaannya, tidak tertolong.