Opa Jappy Official
Opa Jappy Official Jurnalis

Pegiat Literasi Publik

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

Mendambakan Mati Tanpa Takut terhadap Kematian

12 Januari 2025   17:11 Diperbarui: 12 Januari 2025   22:08 111 1 0


Optanda Mors Est Sine Metu Mortis Mori

Kematian yang Didambakan adalah Mati Tanpa Takut terhadap Kematian

Kuburan Tanpa Nisan

Kami tak mau kuburkan dia pada lereng bukit, karena tak menemukannya ketika jazadnya terbawa longsor

Kami tak mau kuburkan dia pada tanah datar, karena kami akan habiskan banyak waktu di sampingnya

Kami tak mau kuburkan dia pada tepian pantai, karena gelombang laut akan menghapus kenangan manisnya pada kami

Kami tak mau kuburkan dia pada pinggir sungai, karena ia tak khan mendengar bisikan kami dalam kesepian yang terganggu gemercik air

Kami tak mau kuburkan dia pada area padang pasir, karena ketika menemuinya kami akan kepanasan dan haus

Kami tak mau kuburkan dia pada pinggir jalan, karena kami hanya mampir sesaat di sampingnya ketika melangkah ke arah lain

Kami tak mau kuburkan dia pada Kompleks Pekuburan, karena ada di dekatnya, maka akan bertemu sosok-sosok tak bernyawa

Kami tak mau kuburkan dia pada lembah kelam dan gelap, karena disaat senja, kami sulit menemukannya

Kami tak mau kuburkan dia di antara hiruk pikuk metropolitan, karena semarak rumahnya kalah dari gemerlapan cahaya Metropolis

Kami tak mau kuburkan dia di area belakang rumah, karena ia akan jadi terbelakang dalam ingatan kami

Kami tak mau kuburkan dia pada halaman depan rumah, karena akan membawa kesedihan panjang ketika melihat ia terbaring sepi di bawah panas dan hujan

Tapi

Kami kuburkan dia dalam hati dan tanpa nisan; sehingga ia tetap ada di sana untuk selamanya

Selamanya

dan Selamanya

Sang Aku, Opa Jappy

Optanda Mors Est Sine Metu Mortis Mori.
Kematian yang Didambakan adalah Mati Tanpa Takut terhadap Kematian


Pepatah yang dikutip dibagian awal tulisan ini mengingatkan agar menyongsong kematian tanpa harus takut pada kematian itu sendiri. Kita songsong kematian dengan iman teguh dan tangguh.

Mati, kematian adalah bagian integral dari kefanaan, kesementaraan. Kematian adalah ujung, muara, titik kulminasi dari seluruh kiprah manusia didunia.

Kematian adalah lembar terakhir dari 'buku kehidupan' yang tersedia di dunia fana. Namun dalam perspektif teologi agama-agama, kematian bukanlah kata terakhir dari kemanusiaan.

Menurut kekristenan, dan agaknya juga agama-agama, sesudah kemah yang ada di dunia ini dibongkar, maka manusia akan memasuki sebuah 'rumah baru' yang di desain oleh Allah sendiri sebagai ruang bagi manusia untuk menorehkan sejarah baru dalam sebuah dunia yang sama sekali baru.

Dunia orang mati konon adalah penuh kesepian dan kesunyian. Tak ada kegaduhan, tak ada kehebohan, tak ada interupsi dan bisik-bisik, tak ada cyber crime, tak ada reuni, takada pembunuhan bayi,tak ada gratifikasi, tak ada demo, tak ada hoax, tak ada operasi tangkap tangan, takada investasi bodong, tak ada apa pun.

Sepi dan sepi. Adalah Milan Dedinac, penyair Yugoslavia kelahiran tahun 1902 mengungkapkan dengan amat plastis makna kematian

Alangkah sepi mereka yang mati

Alangkah sepi mereka yang mati
Kawan!
Disini dimana orang mati sendiri

Betapa suram mereka menyeret diri
Perlahan!
Masuk hari penuh bencana
Maut disini kejam
Kawan!
Di mana padang terlalu lapang
Di mana langit tinggi tinggi diluhur

Di situ, kita sekelumit
Begitu sengsara ditinggal
Di atas padang hitam
Di bawah langit

Yang satu menerjuni medan
Yang lain diam diambang pintu

Dimana masuk rumput dan padang
Jalanan lesu menuntun kita.

Milan Dedinac melihat kematian sebagai peristiwa biasa. Tak ada romantisme tentang kematian yang membuat seseorang terharu dan atau mencucurkan airmata.

Ia mencoba memaknai kematian ini dari aspek suasananya, iklimnya, suasana yang sepi.

Kuasa kematian itu amat kuat, powerfull sehingga seorang yang berada dalam cengkeram dan genggaman maut nyaris kehabisan daya. Ada kondisi suram dan lesu yang menyekitari dunia kematian. Tak ada kuasa Sang Khalik yang sebenarnya adalah kuasa yang paling penting dalam konteks hidup dan mati manusia.

Berbeda dengan Kuntowijoyo (dalam Isyarat, Pustaka Jaya, Jakarta, 2000), nuansa yang berbeda.  

"Mengubur Jenazah"
Di makam, Ruh tidak bersatu dengan bumi
Mereka kembali ke Kekosongan
Sedang bunga kamboja
Mengabarkan hari sudah sore
Selalu sudah sore pada pengunjungnya.


Ada suasana 'mistis' mewarnai puisi tatkala dengan agak filosofis ia bicara tentang "ruh yang tidak bersatu dengan bumi" dan tentang bunga kemboja yang ia kaitkan dengan "hari sudah sore."

Alegori-alegori tentang bunga kamboja dan "sore hari" yang bertendens menunjuk kearah kematian menimbulkan kesan tersendiri.

Semua agama telah berbicara dengan amat jelas tentang maut, kematian. Jelas dalam arti bahwa hidup manusia di dunia ini bermuara pada kematian. Dan bahwa kematian adalah semacam 'terminal antara' sebelum seseorang memasuki era baru dalam 'dunia baru'.

Hanya memang bagaimana detil  dan teknisnya hidup manusia pada era baru itu agaknya agama-agama belum memberikannya. Dalam konteks kebelumjelasan itulah mengapa pada umumnya manusia mengalami ketakutan menghadapi kematian.

Pepatah yang dikutip dibagian awal tulisan ini mengingatkan agar menyongsong kematian tanpa harus takut pada kematian itu sendiri. Kita songsong kematian dengan iman teguh dan tangguh.

Kita yakin seyakin-yakinnya bahwa Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki Kuasa di bumi dan di surga akan menolong dan memberkati kita semua sehingga kita bisa memasuki era baru di dunia baru sesuai dengan cinta dan kasihNya.

Kita berani menghadapi kematian jika kita menjadi "anak soleh"; orang baik, jujur,bersih, tidak bikin anggaran fiktif, bukan penyelundup, pendeknya orang yang beragama secara 'kaffah', beragama sempurna dan konsisten,orang yang jauh dari tindakan melawan hukum!

Selamat Berjuang Melawan Takut terhadap Kematian

Merindu Kematian yang Tidak Menakutkan


Oleh
Weinata Sairin
Opa Jappy

Kanal YouTube Opa Jappy Official 
Kanal YouTube Opa Jappy Official 

Kuburkan Aku di Hati.


Aku tak mau dikuburkan pada lereng bukit, karena  engkau tak menemukanku ketika jazadku terbawa longsor.

Aku tak mau dikuburkan pada tanah datar, karena engkau akan habiskan banyak waktu di sampingku.

Aku tak mau dikuburkan pada tepian pantai, karena gelombang laut akan menghapus kenangan manisku padamu.

Aku tak mau dikuburkan pada pinggir sungai, karena engkau tak khan mendengar bisikanku dalam kesepian yang terganggu gemercik air.

Aku tak mau dikuburkan pada area padang pasir, karena ketika engkau menemuiku, akan kepanasan dan haus.

Aku tak mau dikuburkan pada pinggir jalan, karena engkau hanya mampir sesaat di sampingku ketika melangkah ke arah lain.

Aku tak mau dikuburkan pada Kompleks Pekuburan, karena ketika endkau ada di dekat, maka akan bertemu sosok-sosok tak bernyawa.

Aku tak mau dikuburkan pada lembah kelam dan gelap, karena disaat senja, engkau sulit menemukanku.

Aku tak mau dikuburkan di antara hiruk pikuk Metropolitan, karena semarak rumahku kalah dari gemerlapan cahaya Metropolis.

Aku tak mau dikuburkan di area belakang rumah, karena diriku akan terbelakang dalam ingatanmu.

Aku tak mau dikuburkan pada halaman depan rumah, karena akan membawa kesedihan panjang ketika engkau melihat aku terbaring sepi di bawah panas dan hujan.

Tapi.

Kuburkan aku di dalam hatimu, tanpa nisan; sehingga aku tetap ada di sana untuk selamanya.

Selamanya.

dan Selamanya.

Sang Aku, Opa Jappy

Dokpri
Dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2