Menjelang pelaksanaan Grebeg Syawal maupun Grebeg Idul Adha , Keraton Yogyakarta secara rutin melaksanakan tradisi Tumplak Wajik. Tradisi ini merupakan prosesi awal pembuatan gunungan Grebeg yang rutin dilaksanakan usai sholat Iedul Fitri maupun Idul adha. Tradisi yang telah berusia ratusan tahun ini sampai saat ini terus dipertahankan dan menjadis alah satu agenda wisata budaya di Yogyakarta
Tumplak Wajik yang berlangsung di Kemagangan Komplek Keraton Yogkarta. Prosesi dimulai dengan tetabuhan gejog lesung ,seiring dengan hadirnya putri Sulung Sri Sultan Hamengku Buwono X, GKR Mangkubumi , yang keluar dari dari kompleks keraton bersama para abdi dalem Keraton yang membawa uba rampe atau perlengkapan prosesi. Kemudian, gunungan kemudian dirangkai dengan iringan suara lesung , setelah terlebih dulu diolesi adonan Dlingo- Bengle serta rempah-rempah.
Biasanya, pada saat prosesi berlangsung, banyak masyarakat maupun wisatawan yang menyaksikannya. Usai prosesi tersebut berebut sisa-sisa adonan dinglo-bengle dan mengoleskan pada beberapa bagian tubuhnya. Hal ini diyakini sebagai upaya tolak bala dan penyakit yang akan menimpa mereka.
Pada prosesi Grebeg Keraton Yogyakarta mengeluarkan sejumlah gunungan yang berjumlah 3 sampai 7 buah. Jenis Gunungan tersebut terdiri dari Gunungan Lanang, Gunungan Wadon serta Gunungan Darat. Sebelum diperebutkan kepada masyarakat, Gunungan dibawa dari Keraton Yogyakarta dan dibawa menunju Masjid Gede Kauman Yogyakarta , Kantor Kepatihan Yogyakarta serta Istana Puro Pakualaman Yogyakarta.
Dari sisi filosofis, gunungan terbuat dari makanan, sayur dan buah-buahan sebagai symbol kemakmuran Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat , yang sebagian besar rakyatnya berprofesi sebagai petani. Nantinya Gunungan ini akan diperebutkan kepada masyarakat sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan YME. (*)