Wijaya Kusumah
Wijaya Kusumah Guru

Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Siapa membantu guru agar menjadi pribadi yang profesional dan dapat dipercaya. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

Kisah Omjay Tentang Siapa Yang Lebih Kita Cintai?

2 Oktober 2025   05:54 Diperbarui: 2 Oktober 2025   05:54 82 5 1

Kisah omjay kali ini ingin menjawab pertanyaan seorang kawan di aplikasi whatsapp group PGRI.

Tuhan atau Suami/Istri, Siapa yang Lebih Kita Cintai?

Subuh itu, masjid sudah dipenuhi jamaah. Udara pagi masih sejuk, dan cahaya matahari perlahan menyingkap ufuk timur. Setelah shalat berjamaah, para jamaah duduk rapi bersila. Mereka menunggu tausiyah ustadz yang memang sudah dikenal bijak dan sering memberikan pertanyaan-pertanyaan yang menggugah hati.

Ustadz itu tersenyum sambil menatap jamaah. Suaranya lembut, tetapi kali ini pertanyaannya justru membuat suasana mendadak hening.

"Bapak-bapak dan ibu-ibu," katanya sambil menyapu pandangan ke seluruh saf, "siapa yang paling Anda cintai: Tuhan atau suami/istri?"

Masjid langsung senyap. Jamaah saling pandang, ada yang tersenyum kecut, ada pula yang menunduk.

Seorang bapak di barisan depan mencoba berbisik pada temannya, "Kalau saya jawab istri, nanti dibilang salah. Kalau saya jawab Tuhan, istri di rumah bisa marah."

Jamaah lain menahan tawa kecil mendengar celetukan itu. Tapi tak ada yang berani menjawab lantang.

Ustadz kembali tersenyum, seolah mengerti isi hati mereka. "Mengapa diam? Pertanyaan ini sederhana, tapi jawabannya bisa menggambarkan isi hati kita."

---

Dialog yang Menyentuh

Seorang ibu paruh baya akhirnya memberanikan diri angkat tangan. Dengan suara pelan ia berkata, "Ustadz, bukankah kita memang harus mencintai suami atau istri sepenuh hati? Bagaimana mungkin kalau Tuhan lebih kita cintai, sementara kita hidup sehari-hari bersama pasangan?"

Ustadz mengangguk. "Pertanyaan yang bagus, Bu. Betul, kita diperintahkan untuk mencintai pasangan, menghormatinya, bahkan menyayanginya sampai akhir hayat. Tapi, perlu kita ingat, cinta kepada suami atau istri jangan sampai melampaui cinta kita kepada Allah. Karena tanpa cinta kepada Allah, cinta rumah tangga bisa goyah."

Lalu beliau menambahkan dengan lembut, "Kalau kita mencintai pasangan karena Allah, maka rumah tangga akan penuh berkah. Tapi kalau cinta kita hanya sebatas duniawi, ketika ada masalah kecil, cinta itu bisa runtuh."

Seorang bapak lain ikut menimpali, "Jadi, maksud ustadz, mencintai pasangan itu tetap ibadah, asalkan karena Allah?"

"Betul sekali," jawab ustadz mantap. "Kita mencintai pasangan karena Allah yang mempertemukan kita. Kita menyayangi anak karena Allah menitipkan mereka. Semua cinta kita kepada manusia seharusnya bersumber dari cinta kepada Tuhan."

---

Diam yang Penuh Makna

Suasana masjid kembali hening. Diamnya jamaah kali ini bukan karena bingung, melainkan karena sedang merenung. Mereka mulai memahami bahwa pertanyaan tadi bukan untuk mencari jawaban cepat, tetapi untuk menggugah hati.

Ada yang menunduk dengan mata berkaca-kaca. Seorang bapak tampak menatap istrinya yang duduk di sampingnya, seolah ingin mengatakan, "Aku mencintaimu, tapi cintaku kepada Allah harus lebih besar."

---

Hikmah di Balik Pertanyaan

Ustadz pun menutup kajian dengan penjelasan yang menenangkan hati.

"Saudara-saudaraku sekalian, jangan takut kehilangan cinta pasangan kalau kita menempatkan Allah sebagai cinta tertinggi. Justru dengan cinta itu, kita akan lebih tulus mencintai. Karena ketika kita mencintai karena Allah, kita tidak mudah kecewa. Kita tetap sabar, tetap setia, dan tetap ridha, meski ada ujian rumah tangga."

Beliau berhenti sejenak, lalu menatap jamaah penuh kehangatan. "Maka, letakkan Allah di atas segalanya. Insya Allah, suami atau istri akan semakin kita cintai dengan cara yang benar."

Jamaah mengangguk. Beberapa di antara mereka terlihat mengusap air mata. Pertanyaan sederhana di awal kajian subuh itu ternyata telah mengetuk hati, menggugah kesadaran, dan meneguhkan kembali arah cinta mereka.

---

Penutup

Pertanyaan "Siapa yang lebih kita cintai, Tuhan atau suami/istri?" memang membuat banyak orang terdiam. Namun, justru di sanalah letak kekuatannya. Ia menjadi cermin hati, apakah kita sudah menempatkan Allah sebagai cinta tertinggi, ataukah masih terjebak dalam cinta duniawi semata.

Cinta kepada Tuhan tidak mengurangi cinta kita kepada pasangan, melainkan justru memperkuatnya. Karena cinta yang lahir dari keimanan akan lebih tulus, lebih sabar, dan lebih abadi.

Kajian subuh pagi itu pun menjadi pengingat, bahwa sejatinya, mencintai pasangan adalah bagian dari ibadah, selama cinta itu berlandaskan pada cinta kepada Allah.

Salam blogger persahabatan
Wijaya Kusumah - omjay
Guru blogger Indonesia
Blog https://wijayalabs.com

Omjay guru blogger Indonesia/dokpri
Omjay guru blogger Indonesia/dokpri