Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Siapa membantu guru agar menjadi pribadi yang profesional dan dapat dipercaya. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.
Info PGRI ABADI menjadi kisah omjay kali ini di kompasiana tercinta. Semoga bermanfaat buat pembaca kompasiana.
PGRI di Usia ke-80: Suara Guru yang Kian Lantang, Ketidakadilan yang Masih Menganga, dan Harapan Baru di HGN 2025
Oleh: Wijaya Kusumah (Omjay)
Ketua Komunitas Guru TIK (KOGTIK) Indonesia
Hari Guru Nasional (HGN) 2025 dan HUT ke-80 PGRI bukan sekadar seremoni tahunan yang meriah. Tahun ini, panggung HGN berubah menjadi ruang evaluasi besar-besaran bagi dunia pendidikan Indonesia. Banyak media nasional mencatat kritik, keluhan, dan aspirasi guru yang sudah terlalu lama dipendam.

Di tengah semangat guru-guru yang hadir dari seluruh penjuru negeri, ada satu ironi besar: Presiden RI tidak hadir dalam puncak peringatan HUT ke-80 PGRI. Padahal, ribuan guru sangat berharap dapat mendengar langsung komitmen negara terhadap kehidupan mereka.
Namun ketidakhadiran itu tidak menyurutkan langkah PGRI. Justru sebaliknya --- suara PGRI menjadi lebih lantang, lebih tegas, dan lebih berani.
RUU Sisdiknas dan Ancaman Kriminalisasi Guru --- PGRI Tidak Diam Lagi
Dalam wawancara berbagai media seperti Medcom, SuaraMerdeka, dan Sindonews, PGRI menegaskan bahwa RUU Sisdiknas harus menjamin perlindungan guru dari kriminalisasi.
Ini bukan tanpa alasan. Kasus guru berhadapan dengan hukum semakin sering muncul:
Guru dilaporkan karena menegur siswa.
Guru dipukul orang tua karena salah paham.
Guru diancam karena memberikan disiplin yang wajar.
Guru diseret ke kantor polisi karena hal-hal sepele yang sebenarnya bagian dari proses pembelajaran.
Di ruang kelas, guru tidak hanya mengajar. Guru menjadi psikolog, motivator, pembimbing, sekaligus orang tua kedua. Namun ketika terjadi masalah, guru sering menjadi pihak yang paling mudah disalahkan.
Ketua Umum PB PGRI, Prof. Dr. Unifah Rosyidi, menegaskan:
> "Guru tidak boleh bekerja dalam ketakutan. RUU Sisdiknas harus tegas melindungi guru, bukan hanya memberi janji manis di seminar dan pidato."
Inilah suara yang sudah bertahun-tahun ditahan, kini disuarakan kembali dengan lebih kuat.
Kesejahteraan Guru: Masih Indah di Pidato, Buruk di Kenyataan
Banyak pejabat dengan mudah mengatakan bahwa guru adalah penentu masa depan bangsa. Tetapi bagaimana masa depan bangsa bisa cerah jika kehidupan guru sendiri masih gelap?
Berbagai media, termasuk Jurnas dan SuaraKarya, menangkap pesan tegas dari PGRI: kesejahteraan guru masih menjadi PR terbesar pemerintah.
Mari kita lihat realitas di lapangan:
Guru honorer yang digaji hanya Rp300--700 ribu per bulan.
Guru PPPK yang masih menanti kepastian status.
Tunjangan profesi guru yang tidak selalu lancar.
Guru non-PNS yang bekerja tanpa perlindungan kesehatan dan jaminan masa tua.
Bahkan ada guru daerah 3T yang harus menyeberangi sungai hanya untuk datang mengajar --- dengan gaji yang tidak cukup untuk membeli sepatu baru.
Prof. Unifah berkata:
> "Sudah terlalu lama kesejahteraan guru hanya menjadi bunga-bunga pidato. Di panggung terlihat indah, tetapi di kehidupan nyata sangat jauh dari harapan."
Ini bukan keluhan. Ini fakta.
Tuntutan Baru PGRI: Gaji Minimum Guru Nasional (GMGN)
Salah satu aspirasi paling penting yang disampaikan PGRI tahun ini adalah penerapan Gaji Minimum Guru Nasional (GMGN).
Mengapa ini penting?
Karena gaji guru hari ini lebih ditentukan oleh keberuntungan:
Guru daerah A bisa digaji layak.
Guru daerah B digaji sangat rendah.
Guru honorer di kota dapat tambahan insentif, sementara di desa tidak.
Guru 3T harus bekerja rangkap hanya untuk bertahan hidup.
Seorang dokter atau perawat memiliki standar gaji yang relatif sama di seluruh Indonesia. Tetapi guru? Tidak.
PGRI ingin mengubah ketidakadilan itu dengan menetapkan standar gaji nasional yang tidak boleh dilanggar daerah mana pun.
Jika profesi lain dihargai dengan layak, guru pun berhak.
Perlindungan Guru Bukan Tambahan --- Itu Fondasi Pendidikan
Tanpa perlindungan, guru takut bergerak.
Tanpa perlindungan, guru tidak bisa mendidik.
Tanpa perlindungan, guru hanya menjadi birokrat kurikulum, bukan pendidik kemanusiaan.
PGRI mengingatkan pemerintah bahwa:
Perlindungan hukum guru harus menjadi pasal utama dalam RUU Sisdiknas.
Guru harus dilindungi dari tekanan orang tua, media, dan kekuasaan.
Guru harus memiliki ruang aman untuk mengajar dan mendidik karakter.
Prof. Unifah menambahkan:
> "Tidak ada pendidikan bermutu tanpa guru yang terlindungi. Tidak ada sekolah maju tanpa guru yang dihargai."
Dukungan PGRI untuk Alih Status PPPK ke PNS
PGRI juga mendukung penuh alih status PPPK menjadi PNS, terutama bagi guru-guru yang sudah mengabdi lebih dari 10--15 tahun. Banyak guru PPPK merasa tidak memiliki masa depan yang jelas, padahal mereka sudah mengabdi bertahun-tahun.
PGRI menilai bahwa mengangkat PPPK menjadi PNS adalah bentuk penghargaan negara terhadap pengabdian mereka.
Ini bukan soal status ---
Ini soal keadilan.
Puncak HUT ke-80 PGRI: 10 Ribu Guru Hadir, Presiden Absen
Di tengah lautan warna-warni seragam PGRI, ribuan guru menyanyikan Indonesia Raya dan Mars PGRI dengan penuh semangat. Namun ada satu kursi kosong yang menjadi perbincangan: kursi Presiden RI.
Ketiadaan Presiden tentu mengecewakan banyak guru. Mereka berharap ada kesan mendalam, arahan, atau sekadar kalimat penyemangat dari pemimpin negara. Namun harapan itu pupus.
Meski demikian, acara tetap berlangsung meriah dan penuh optimisme. Guru tetap guru: tetap tersenyum, tetap bekerja, tetap mengabdi.
Guru adalah profesi yang diajari untuk tetap kuat meski sering diabaikan.
Komentar Omjay dan Sekjen KOGTIK: Suara Guru Yang Tak Boleh Diabaikan
Sebagai Ketua KOGTIK Indonesia, saya, Omjay, menyampaikan:
> "Guru adalah garda terdepan perubahan. Jika guru tidak dilindungi dan tidak disejahterakan, jangan harap pendidikan Indonesia bisa maju. Suara guru harus didengar bukan hanya saat HGN, tetapi sepanjang tahun."
Sekjen KOGTIK, Eko Adi Saputro, juga menambahkan:
> "Sistem pendidikan tidak akan berjalan jika guru merasa terancam. Perlindungan hukum dan gaji layak adalah hak paling dasar bagi profesi guru."
Pernyataan kami bukan untuk mengkritik, tetapi untuk mengingatkan negara: masa depan Indonesia ada di tangan guru.
Penutup: PGRI Sedang Berjuang, Bukan Mengeluh
Apa yang disampaikan PGRI tahun ini bukan keluhan, tetapi perjuangan.
Guru tidak meminta kemewahan.
Guru hanya meminta keadilan, perlindungan, dan penghargaan.
Karena bangsa yang besar tidak hanya membangun infrastruktur, tetapi juga membangun manusia. Dan manusia yang hebat hanya dapat dilahirkan oleh guru yang hebat --- guru yang terlindungi, dihargai, dan sejahtera.
Semoga tahun 2025 menjadi titik balik kebijakan pendidikan Indonesia.
Saatnya negara hadir, bukan sekadar berpidato.
Salam blogger persahabatan
Wijaya Kusumah - omjay
Guru blogger Indonesia
Blog https://wijayalabs.com
