Blogger yang sedang mencari celah waktu untuk membaca buku | Temui saya di tempat lain -> irerosana.com atau email : irerosana@gmail.com
Setelahnya de Bouwploeg terus mengalami pergantian fungsi. Seperti pada perang dunia ke 2 sempat menjadi kantor pos pembantu oleh Angkatan Laut Jepang dan pernah juga dipakai sebagai kantor Jawataan Kereta Api Belanda. Hal ini terus bergulir hingga masa setelah kemerdekaan.
Dari tahun 1957 hingga 1970 bangunan ini mengalami 3 kali perubahan fungsi status mulai dari dinas perumahan, sekretariat DPR Gotong Royong hingga gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).
Butuh waktu yang tidak sebentar untuk gedung ini bisa menjadi sebuah masjid. Bahkan di era kepemimpinan Soeharto, gedung ini sempat mau dirobohkan demi kepentingan proyek pembangunan jalur rel kereta api. Untungnya masih banyak pihak yang menolak rencana tersebut hingga akhirnya di tahun 1961 dinobatkan sebagai cagar budaya.
A.H Nasution menjadi salah satu tokoh yang disebut-sebut berjasa dalam mengalihfungsikan bangunan ini menjadi sebuah masjid. Salah satu pertimbangannya kala itu adalah belum ada masjid di sekitar wilayah tersebut.
Akhirnya pada tahun 1987, bangunan itu disahkan melalui SK Gubernur DKI Jakarta No. 1584 sebagai sebuah masjid dengan nama Masjid Cut Muetia.
Untuk memenuhi kriteria sebuah masjid tentu saja bangunan ini butuh penambahan dan sedikit renovasi. Di antaranya tempat wudhu, Mimbar dan Mihrab. Beberapa ornamen kaligrafi pun dibubuhkan untuk menambah kesan islami.
Saat ini selain berfungsi sebagai tempat ibadah, Masjid Cut Meutia juga sering dipakai untuk kegiatan bertema keagamaan. Menarik, bukan?