Sobat kompasiana, kenal tidak dengan alat musik siter. Saya yakin sebagian besar tentu bertanya-tanya. Memang ada alat musik namanya siter. Bagaima sih bentuknya ?. Terus bunyinya seperti apa. Segudang pertanyaan tentu menyelinap di pikiran pembaca. Kalau Anda tidak megenal alat musik ini Anda tidak salah. Apalagi yang berasal dari luar jawa khususnya jawa tengah. Nah kali ini saya akan berbagi tulisan mengenai lata musik tersebut. Yuk, lanjut baca !.
Alat musik siter adalah jenis alat musik petik yang tergabung dalam musik gamelan. Banyak yang menghubungkan alat musik ini dengan alat musik kecapi. Pada prinsipnya cara memainkannya hampir sama, yaitu dipetik. Biasanya alat ini dimainkan saat gamelan mengiringi pesinden melantunkan lagu.
Konon nama siter adalah suatu nama dari sebutan yang dipercaya berasal dari istilah bahasa Belanda, yakni citer atau zhiter didalam bahasa inggris. Alat musik siter ini juga merupakan suatu alat musik petik. Senar dari alat musiki siter ini dapat dimainkan dengan menggunakan ibu jari, dan sedangkan jari yang lainnya dapat menahan getara yang akan dihasilkan dari petikan senat sebelumnya. Jari dari kedua tangan pun dapat kita gunakan untuk dapaat menahan dan jari tangan kanan kita dapat diposisikan tepat dibawah senar. Lalu jari tangan kiri kita dapat berada diposisi atas senar.
Alat musik siter ini juga mempunyai panjang sekitar kurang lebih yaitu 30 cm. Dan tiap-tiap siter mempunyai 11 dan juga 13 pasang senar, senar-senar tersebut kaan direntangkan kedua sisinya yang berada diantara kotak resonator. Satu senar kemudian akan disetel dengan suatu nada pelog dan juga senar lainnya disetel dengan nada slendro.
Sayangnya sebagaimana alat musik tradisional lainnya siter kurang atau bahkan tidak dikenali oleh generasi muda saat ini. Minat untuk mempelajari atau sekedar menikmati musik tradisional dikalangan milenial saat ini relatif rendah. Bahkan di sekolah-sekolah formal sangat sedikit menyelenggrakan ekstrakurikuler yang terkait alat musik tradisional .Tidak heran jika generasi milenial lebih mengenal dan menggemari musik barat atau korea dibanding musik budaya lokal
Di Banyumas ada sosok seniman jalanan yang masih setia mengenalkan alat musik siter. Pak Nono Sunyono yang lebih akarab dipanggil Pak Nono namanya. Bapak ini berkeliling mengamen dengan menggunakan alat musik siter di wilayah Banyumas. Pria kelahiran Banyumas pada 19 Nopember 1962 ini sering memainkan alat musik siter di emperan-emperan toko yang ramai pengunjung. Dari meminkan alat musik tersebut tidak sedikit pengunjung yang mengapreasi permainan musik Pak Nono atau sekedar iba dengan memberikan uang.
Pada hari libur Pak Nono memainkan alat musiknya di tempat-tempat wisata. Pak Nono sering terlihat di lokasi wisata di sekitar Baturaden. Terakhir saya melihat beliau di lokasi wisata Pasar Pinggir alas Baturaden. Bapak yang bertempat tinggal di desa Klahang Sokaraja ini senang memainkan alat musik siternya sambil menyenandungkan lagu-lagu cinta berbahasa Jawa atau dikenal dengan istilah asmaradana. Tembang yang sering menceritakan tentang cinta terutama kisah sedih percintaan terasa pas denga suara petikan senar siter. Sementara tangan Pak Nono dengan lincah memetik senar siter tampak raut wajahanya menghayati pesan lagu yang dibawakannya. Sesekali matanya terpejam seolah merasakan kesedihan sebagaimana isi lagu yang saat itu dinyanyikan. Entah Ia sedang merasakan kepedihan seorang yang ditinggal kekasihnya atau sedang merasakan pilunya hidup menjadi seniman jalanan.
Tentu di masa pandemi ini keberadaan Pak Nono akan sulit ditemukan. Bisa jadi alat musik siter miliknya lebih banyak tergantung di dinding daripada dimainkan. kalau toh dimainkan bisa jadi lebih banyak dimainkan di rumah untuk melemaskan jari jemarinya. Lagu yang dimainkan tidak lagi lagu tentang syahdunya percintaan dua insan sebagaiman lagu-lagu asmaradana. Ya, tembang asmaradana tembang tentang asmara dan dahana, yang berarti api cinta atau cinat yang berapi-api. Tetapi Pak Nonolebih sering memainkan lagu-lagu kepedihan hidup menjalani sisa umur bersama alat musiknya.
Mungkinkah Pak Nono yang juga berprofesi sebagai buruh lepas sedang beresenandung asmaradana sambil mengayunkan cangkul di sawah tetangga. Atau bersenandung sambil memasang batu untuk saluran irigasi desa bersaman para tetangga yang ikut proyek padat karya. Ah, malah ngelantur pikiran saya.
Saya berdoa di masa pandemi ini Pak Nono terhindar dari marabahaya. Semoga setelah pandemi suara petikan senar siternya masih mengalun diantara lorong-lorong toko atau di depan pintu masuk lokawisata. Bahkan saya berharap Pak Nono dapat memainkan siternya di gedung kesenian kabupaten di depan anak-anak muda yang masih gandrung dengan budaya lokal bangsanya. Semoga.