Nur Terbit
Nur Terbit Jurnalis

Penulis buku Wartawan Bangkotan (YPTD), Lika-Liku Kisah Wartawan (PWI Pusat), Mati Ketawa Ala Netizen (YPTD), Editor Harian Terbit (1984-2014), Owner www.nurterbit.com, Twitter @Nurterbit, @IniWisataKulin1, FB - IG : @Nur Terbit, @Wartawan Bangkotan, @IniWisataKuliner Email: nurdaeng@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

Haruskah Ambulans Itu Ngebut Meski Tak Memuat Jenazah atau Orang Sekarat?

14 Maret 2019   15:29 Diperbarui: 14 Maret 2019   15:43 140 2 2

Dok Nur Terbit
Dok Nur Terbit
AMBULAN -- Selama ini jika berpapasan dengan mobil ambulan, atau dia yang mau menyalip dari belakang, saya mengalah dan mendahulukannya. Tentu saja sepanjang serine ambulan itu berbunyi atau lampu merah-birunya menyala. Artinya ada muatan jenazah di dalamnya, minimal memuat orang sekarat sehingga ingin cepat tiba di daerah tujuan.

Tapi tadi pagi, Kamis  14 Maret 2019 sekitar pukul 08.00 WIB, benar-benar menjengkelkan saya. Sebuah ambulan jenis Suzuki APV warna silver, di kiri-kanan bodi ambulance bertuliskan PEMERINTAH KOTA BEKASI, melintas dengan arogan dan ugal-ugalan di jalan raya kawasan perumahan Jati Mulya - Milano, Bekasi Selatan, Kota Bekasi.

Satu angkot Koasi (Koperasi Angkutan Bekasi) yang berhenti di pinggir jalan menurunkan penumpang, disalipnya sambil menyalahkan lampu besar. Serine tak bunyi, maupun lampu merah-biru di atap mobil, juga tak dinyalahkan. Tapi saya dari arah berlawanan sempat kaget, dan balas menyalahkan lampu. Ambulan tak merespon, malah nekat menyerobot menghalangi jalan. Sesaat jalan macet.

Saya buka kaca jendela mobil, maksudnya ingin menegur sopir ambulan agar tidak ugal-ugalan. Tapi keduluan kaca jendela ambulance tersebut sudah terbuka. Belum sempat saya menegur, seorang aki-aki (tua bangka) berpeci putih di belakang stir ambulan, tiba-tiba sudah teriak, "apaaa luuuu...apaaaa luuuu..!!!".

Astagfirullah, bukannya minta maaf, malah ini sopir yang sudah bau tanah, koq malah ngotot duluan. "Istighfar pak tua, umur sudah menjelang Magrib, gak usah berlagak jagoan deh," kata saya kesal. Seorang pengendara motor menghampiri saya. "Sudah pak, jalan aja, gak usah dilayani, jalanan macet".

Sayang saya gak sempat mengambil gambar ambulan itu. Keburu juga istri di samping saya, minta agar tidak usah emosi dengan sopir ambulan itu. " Siapa tahu dia memang lagi buru-buru, karena ada panggilan mengangkut jenazah, atau orang sekarat? Ya, siapa tahu?".

Ya, saya pun menarik napas, lalu melajukan kendaraan.

Akhirnya, malah teringat seorang teman yang punya pengalaman tragis dengan mobil ambulan. Dia tiba-tiba ditelpon kalau mertuanya meninggal, lalu buru-buru minjam ambulan, milik satu yayasan kemanusiaan, awal tahun 2019 silam.

Dalam perjalanan menuju rumah mertuanya di kawasan perumahan elit Sunter, Jakarta Utara itu, ambulan yang disetir atau dikendarainya kecelakaan. Nabrak trotoar lalu terbalik. Ambulan hancur dan si kawan ini tewas di tempat. Hari itu praktis sang mertua dan mantu kesayangan ini harus dikubur di satu TPU. Bersamaan. Kesedihan pun berlipat ganda.

Apa kaitan dengan kasus di atas? 

Memang tak ada kaitan sopir ambulan yang sopirnya ugal-ugalan, dengan pengalaman teman saya di atas. Tapi bisa jadi, mungkin karena terbawa suasana lain jika menyetir mobil ambulan? Hanya Allah yang tahu.

Tapi haruskah mobil ambulan itu ngebut, meski tanpa memuat jenazah atau orang sekarat sekalipun?

Salam,

Nur Terbit