Nur Terbit
Nur Terbit Jurnalis

Penulis buku Wartawan Bangkotan (YPTD), Lika-Liku Kisah Wartawan (PWI Pusat), Mati Ketawa Ala Netizen (YPTD), Editor Harian Terbit (1984-2014), Owner www.nurterbit.com, Twitter @Nurterbit, @IniWisataKulin1, FB - IG : @Nur Terbit, @Wartawan Bangkotan, @IniWisataKuliner Email: nurdaeng@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Video

Pak Sirait, "Doktor" Peraih Kalpataru yang Tak Pernah Kuliah

22 April 2019   22:20 Diperbarui: 23 April 2019   12:36 62 0 1


Tak pernah duduk di bangku kuliah tapi bisa meraih "doktor". Pintar bermain musik tapi malah jadi "insinyur" pertanian. Bahkan meraih Kalpataru, penghargaan tertinggi bidang lingkungan hidup.

 

Apa iya bisa?

Jawabnya: "Bisa!", dan itulah yang terjadi dan dialami sendiri oleh Marandus Sirait

Saya memanggilnya "Pak Sirait", meski seorang saudara dekatnya menyarankan, agar saya memanggilnya "Bapak Sirait".

Kedengarannya gak sopan, songong, katanya. Lalu kami berdua tertawa. Berikut petikan perbincangan saya dengan Pak Sirait, usai berbagi pengalaman di acara bertema "Andaliman, Cita Rasa Danau Toba". Acara ini digelar Yayasan DR Sjahrir, di Jakarta, awal April 2019.

Bisa diceritakan perjalanan hidup Pak Sirait?

Sebagai anak muda, saya juga pernah ingin kuliah di Medan, begitu tamat SMA. Tekad saya sudah bulat. Namun nasib berkata lain. Cita-cita itu kandas. Hutan milik keluarga kami di kampung, gagal dibeli orang, padahal rencananya dari penjualan hutan itu untuk biaya kuliah.

Bagaimana bisa meraih gelar "doktor"?

Hahaha...saya diundang salah satu perguruan tinggi negeri. Diminta memberi presentasi tentang tanaman dan lingkungan hidup. Setelah itu diberi penghargaan. Yang ngasih penghargaan, ya Pak Rektor. Makanya saya diledekin, gak pernah kuliah, tapi dapat gelar dokor hehe..

Setelah itu?

Saya lalu beralih jadi guru musik bermodal bakat bermain musik.

Berapa lama jadi guru musik?

Cukup lama. Walau selanjutnya berhenti lagi jadi guru musik. Semua alat musik saya jual. Ada cita-cita saya yang lain, yang ingin saya kejar. Yakni menjaga lingkungan, seperti yang biasa saya ajarkan kepada anak murid les musik saya. Dalam agama yang saya anut : Tuhan mengajarkan hambanya menjaga lingkungan. Inilah cikal-bakal Taman Eden 100.

Apa itu Taman Eden 100?

Sebuah taman konservasi di daerah Danau Toba. Keberadaan Taman Eden memiliki latar belakang cerita yang panjang. Pada masa Gubernur Sumatera Utara, Raja Inal Siregar, digencarkan program Martabe (Marsipature Hutanabe). Martabe artinya membenahi kampung halaman masing-masing. Hal inilah yang menjadi inspirasi masyarakat untuk menyongsong hari depan, terutama dengan mengatasi kemiskinan dan memerangi pengrusakan alam. Tahun 1998 dibuatlah program Taman Eden 100.

Saya bersama Pak Marandus Sirait (dok Nur Terbit)
Saya bersama Pak Marandus Sirait (dok Nur Terbit)

Menurut catatan yang pada brosur yang dibagikan Sirait, "Taman Eden", artinya manusia, tanaman, makhluk hidup lainnya hidup rukun di dalamnya. Sedang "100" artinya seratus jenis tanaman pohon berbuah.

Adapun visi dan misi dari keberadaan Taman Eden 100 ini, tidak lain adalah : Visi: Terpeliharanya kesaksian kebesaran Tuhan kepada semua orang melalui alam ciptaanNya yang mampu mendukung keutuhan ekosistem kawasan Danoau Toba.

Misi: Membuat desa percontohan di bidang pertanian, peternakan dan pariwisata. Membuat proyek agrowisata rohani (Taman Eden). Mengadakan penelitian di bidang pertanian dan lingkungan hidup.

Selain itu, juga membantu pemerintah dan masyarakat dalam usaha melestarikan alam danau Toba. Melestarikan hutan serta isinya yang ada di lokasi agrowisata rohani Taman Eden.

Apa hubungannya dengan tanaman Andaliman?

Bagi Saya, Andaliman memang bukan tanaman biasa. Itu sebabnya, segala perhatian saya curahkan untuk Andaliman dan Taman Eden 100. Saya dan beberapa teman, sengaja lebih fokus ke Andaliman. Saya minta kegiatan di Taman Eden lebih berarti dan bisa mendatangkan manfaat bagi masyarakat, terutama di sekitar di Danau Toba.

(Selain penghargaan Kalpataru, juga sering diundang berbicara, bahkan diajak ke forum ilmiah di luar negeri. 

"Saya bahasa Indonesia, atau kadang campur bahasa Batak"). 

Belakangan, Pak Sirait menolak diajak ke luar negeri. "Saya tidak kuat naik pesawat haha...".

Kini, Pak Sirait terus aktif mensosialisasikan tanaman Andaliman. Saat artikel ini saya ketik, Pak Sirait menyapa saya melalui laman Facebooknya.

"Mantap Pak Nur. Saya hari ini lagi berpameran di atas kapal di permukaan Danau Toba. Salam dari Saya, Marandus Sirait " 

(Nur Terbit)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3