Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.
Bahane atau disebut pula dengan Aitos adalah tempat melakukan pemujaan pada Tuhan yang Maha Tinggi dan sebagai sarana untuk membangun komunikasi dengan leluhur.
Ini adalah sarana yang dimiliki subrumpun suku Dawan-Biboki yang hidup menetap di perbatasan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dan Kabupaten Belu, Timor Barat, Provinsi NTT.
Mereka menamakan diri sebagai atoni (orang) yang hidup di pah (daerah) Timor. Selain itu, mereka juga menyebut dirinya sebagai Atoni pah meto (orang dari daerah kering).
Setiap suku, memiliki rumah adatnya masing-masing dengan sebutan yang berbeda, Sonaf untuk rumah adat dari kalangan usif (bangsawan) dan ume untuk kalangan yang bukan usif.
Di dalam rumah adat Atoni Biboki, Bahane atau Aitos menjadi salah satu wahana penting dan menjadi kesatuan utuh dengan seluruh komponen yang ada di dalam bangunan rumah adat.
Fungsi penting dari Bahane yang biasanya didirikan di depan rumah adat, adalah sebagai berikut:
Oleh karena itu, Bahane menjadi tempat yang sakral karena digunakan untuk melakukan berbagai ritual pemujaan dan membangun komunikasi dengan para leluhur.
Melalui Bahane ini, Atoni Biboki datang untuk memuji Yang Maha Tinggi, sekaligus meminta perlindungan dan keselamatan dari musibah yang bisa ditimpakan kepada mereka, baik oleh Yang Maha Tinggi maupun dari para leluhur.
Selain itu, Bahane juga menjadi sarana untuk memperbaiki hubungan dengan para leluhur. Misalnya, ada leluhur yang namanya tidak disebut dalam suatu kegiatan besar, maka bisa meminta maaf lewat Bahane dengan membawa korban berupa ternak.
Mendirikan atau Tahakeb Bahane di rumah adat juga dilakukan melalui berbagai tahapan.
Biasanya didirikan setelah pembangunan rumah adatnya rampung, baik Bahane yang baru atau pembaruan karena kayunya yang sudah lapuk.