Saya memulai hidup ini dengan menulis puisi dan cerita pendek, kemudian jadi wartawan, jadi pengelola media massa, jadi creative writer untuk biro iklan, jadi konsultan media massa, dan jadi pengelola data center untuk riset berbasis media massa. Saya akan terus bekerja dan berkarya dengan sesungguh hati, sampai helaan nafas terakhir. Karena menurut saya, dengan bekerja, harga diri saya terjaga, saya bisa berbagi dengan orang lain, dan semua itu membuat hidup ini jadi terasa lebih berarti.
Dalam diskusi sastra di PDS HB Jassin pada Kamis, 30 November 2023 lalu, Sutardji Calzoum Bachri dengan tegas menyebut, bahwa:
Bait pertama puisi Subagio Sastrowardoyo dan pernyataan Sutardji Calzoum Bachri di atas, tentu saja singkron. Keduanya saling melengkapi serta saling memperkuat tentang hakekat kata-kata. Kata sebagai nikmat dari Sang Pencipta, sungguh sangat bernilai.
Bukan Hanya Puisi
Memahami kata, bukan hanya berguna untuk para peminat puisi dan penyair. Para penulis sudah seharusnya juga senantiasa meng-elaborasi kata-kata. Baik penulis berita, artikel, apalagi penulis fiksi. Dengan demikian, para penulis yang bersangkutan akan mampu menuliskan kata yang tepat, sesuai gagasan yang hendak dikemukakan.
Ada begitu banyak tulisan dengan kata-kata yang berhamburan, yang justru membingungkan pembaca. Karena itulah, penulis hendaknya menyeleksi tiap kata, ketika hendak menuliskannya. Misalnya, untuk menggambarkan situasi sepi.
Benarkah sepi, kata yang tepat untuk situasi yang hendak digambarkan? Bagaimana bila diganti dengan lengang atau hening atau senyap? Tentu dibutuhkan latihan yang terus-menerus, agar berhasil menuliskan kata yang tepat untuk situasi yang tepat.
Daripada menghambur-hamburkan kata-kata yang justru mengaburkan makna, lebih baik menggunakan kata-kata terpilih. Mungkin jadi lebih ringkas, lebih padat. Mungkin jadi lebih tepat sasaran, mengena. Kesadaran untuk menggunakan kata-kata terpilih, bukan hanya di ranah penulisan saja.
Di masa lalu, di tahun 1968, dramawan WS Rendra sudah menerapkan dalam pementasan teater. Ia bahkan menamai kategori pementasan teaternya tersebut sebagai Teater Mini Kata. Dialog dengan gerak lebih dominan, dibanding dialog dengan kata-kata, di pementasan tersebut. Hal itu menjadi penanda, bahwa kata-kata terpilih tentulah akan lebih tepat menyampaikan gagasan yang hendak dikemukakan.
Tapi, sejak kapan manusia mengenal kata? Dari beberapa literatur yang saya susuri, ada yang menyebut kata pertama yang diucapkan manusia adalah Aa. Diperkirakan, yang pertama mengucapkannya adalah manusia Australopithecus di Ethiopia, sekitar lebih dari satu juta tahun yang lalu.
Ada juga yang menyebut, kata pertama yang diucapkan manusia adalah Duh. Para peneliti hal itu mengacu kepada bentuk mulut dan tenggorokan manusia. Tahunnya, juga sekitar lebih dari satu juta tahun yang lalu.
Sementara, bahasa tertulis tertua, ditemukan oleh para peneliti di lempengan tanah liat, yang berumur 6.000 tahun. Ada tulisan bahasa Het, Babilonia, dan Sumeria. Para peneliti memprediksi, ada banyak bahasa yang pernah digunakan di dunia pada masa lampau, sudah tidak ditemukan lagi kini. Jejak dan penuturnya sudah punah.