Isson Khairul
Isson Khairul Jurnalis

Saya memulai hidup ini dengan menulis puisi dan cerita pendek, kemudian jadi wartawan, jadi pengelola media massa, jadi creative writer untuk biro iklan, jadi konsultan media massa, dan jadi pengelola data center untuk riset berbasis media massa. Saya akan terus bekerja dan berkarya dengan sesungguh hati, sampai helaan nafas terakhir. Karena menurut saya, dengan bekerja, harga diri saya terjaga, saya bisa berbagi dengan orang lain, dan semua itu membuat hidup ini jadi terasa lebih berarti.

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

Pramuka, Bambu, dan Pentingnya Jurnalisme Lingkungan

30 November 2024   07:02 Diperbarui: 30 November 2024   13:13 210 1 0


Bambu tumbuh di mana-mana. Pramuka sangat akrab dengan tongkat bambu. Mari kita mengenal bambu secara lebih dekat. Ini menjadi pelajaran pertama dalam workshop jurnalistik, yang digelar di Hutan Kota Munjul, Cipayung, Jakarta Timur.

Bambu Produsen Oksigen

Workshop jurnalistik Pramuka Saka Wanabakti se-DKI Jakarta di Hutan Kota Munjul, Jakarta Timur. Foto: Isson Khairul
Workshop jurnalistik Pramuka Saka Wanabakti se-DKI Jakarta di Hutan Kota Munjul, Jakarta Timur. Foto: Isson Khairul

Luas Hutan Kota Munjul itu sekitar 23.000 meter per segi. Boleh dibilang, hutan kota ini adalah salah satu paru-paru wilayah Jakarta Timur. Lokasinya berada di Jalan Raya Cilangkap Baru. Dari Stasiun LRT Harjamukti, saya lanjut dengan JakLingko 73 mendekati Arundina Mart, kemudian nyambung dengan angkutan kota T-15 ke Hutan Kota Munjul.

Hutan kota ini dikelola oleh Dinas Pertamanan dan Hutan (Distamhut) Kota DKI Jakarta. Berbagai jenis pohon tumbuh subur di sini. Antara lain, ada 16 jenis pohon bambu yang dilestarikan. Nah, sebagai bagian dari materi workshop jurnalistik, saya mengajak peserta mendekati rumpun bambu tersebut.

Para peserta workshop jurnalistik ini adalah anggota Pramuka, perwakilan dari Saka Wanabakti se-DKI Jakarta. Mereka ini dibina oleh Distamhut, agar mereka memahami berbagai hal yang relevan tentang pertamanan dan kehutanan. Dalam hal ini, Distamhut berharap, mereka mengenal pohon-pohon yang tumbuh di hutan serta fungsi pohon-pohon tersebut, bagi keseimbangan alam.

Di kesempatan itu, Wahyat Sumparna, selaku Pjlp Pemeliharaan Hutan Kota Munjul, mengenalkan peserta dengan Bambu Ampel. "Bambu ini juga dikenal sebagai Bambu Kuning, karena warna batangnya memang berwarna kuning," ujar Wahyat Sumparna, pada Minggu, 24 November 2024 lalu.

"Karena warna itu pula," lanjut Wahyat Sumparna, "Bambu Kuning menjadi salah satu jenis bambu yang dipilih untuk ditanam di taman. Baik di taman perumahan, taman perkantoran, maupun taman kota. Malah, ada yang menyebut bambu ini sebagai Bambu Hias."

Bambu Kuning, juga jenis bambu lainnya, adalah pohon yang sangat berguna bagi kelangsungan hidup manusia. Kenapa? Karena, satu batang bambu, mampu memproduksi oksigen untuk kebutuhan hidup 2 orang tiap hari. Dengan kata lain, bambu adalah produsen oksigen yang oke banget.

Wahyat Sumparna juga menceritakan, "Bambu Kuning menghasilkan rebung yang lezat. Rebung adalah tunas baru, yang tumbuh di akar rumpun bambu. Rebung bisa diolah menjadi berbagai jenis masakan. Antara lain, Rebung Kecap ala China, Kari Rebung, Salad Rebung, Topping Ramen, dan Nasi Rebung."

Selain berbagai manfaat tersebut, Bambu Kuning, juga jenis bambu lainnya, adalah penjaga air yang ampuh. Ketika musim hujan seperti sekarang ini misalnya, satu rumpun bambu mampu menyimpan sebanyak 5 ribu liter air.

Air sebanyak itu disimpan bambu di akar dan di batang. Dengan demikian, tanah di sekitar rumpun bambu senantiasa lembab dan tetap subur. Artinya, bambu sangat berguna untuk menjaga ketersediaan air di lahan sekitarnya. Termasuk, tentu saja menjaga agar tebing dan pinggiran sungai tidak longsor.

Pentingnya Jurnalisme Lingkungan

Melalui pengenalan tentang bambu tersebut, dalam konteks workshop jurnalistik, saya berharap itu sekaligus menjadi pengenalan para anggota Pramuka itu dengan Jurnalisme Lingkungan. Kita tahu, Jurnalisme Lingkungan adalah jurnalisme yang fokus pada liputan dan penyajian informasi mengenai isu-isu lingkungan dan keberlanjutan.

Dari penelusuran saya, setidaknya, ada 7 isu lingkungan yang harus menjadi perhatian kita, agar bumi ini tetap layak sebagai hunian: Perubahan Iklim (Climate Change), Kehilangan Keanekaragaman Hayati, Pencemaran Lingkungan, Krisis Air, Pengurangan Hutan, Pemanfaatan Sumber Daya Berkelanjutan, dan Pencemaran Plastik.

Dengan memahami seluk-beluk bambu, anggota Pramuka perwakilan dari Saka Wanabakti se-DKI Jakarta tersebut, sesungguhnya langsung ter-connect dengan 7 isu lingkungan di atas. Saya surprise, karena mereka aktif bertanya, itu menandakan bahwa mereka ingin tahu lebih jauh tentang bambu.

Diah Ayu, misalnya. Anggota Pramuka perwakilan dari Saka Wanabakti Jakarta Barat itu, mengaku mendapat banyak pengetahuan baru tentang bambu. "Selama ini saya tahu bambu, tapi ternyata setelah dijelaskan Pak Wahyat, banyak banget kegunaan bambu untuk kehidupan manusia," ungkap Diah.

Begitu juga dengan Chalvin. Ia merasa takjub, karena ternyata tunas bambu bisa dikonsumsi. "Beruntung bisa ikut workshop ini, bisa nanya-nanya dan dapat pengetahuan. Baru kali ini saya melihat rebung secara langsung di rumpun bambu," ujar Chalvin.

Setelah dapat penjelasan dari Wahyat Sumparna, kami kemudian mendiskusikan berbagai informasi tersebut. Saya menambahkan, bambu sesungguhnya adalah kekayaan bangsa kita. Setidaknya, ada 176 spesies bambu di Indonesia, dari total 1.620 jenis bambu yang ada di dunia, yang berasal dari 80 negara. Sayang, belum banyak di antara kita yang menyadari, betapa besar potensi bambu dalam konteks ekonomi.

Buktinya, dari sekitar 1 juta hektar lebih tanaman bambu di negeri ini, baru hanya 25.000 hektar yang telah dikelola dalam bentuk hutan atau kebun bambu. Yang sudah dimanfaatkan menjadi karya yang bernilai ekonomi, relatif masih sedikit.

Hal itu diakui oleh Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki. Pada Jumat (17/01/2020), Teten Masduki menyebut, potensi bambu sebagai kekuatan ekonomi masyarakat, belum dilirik. Pemanfaatan bambu masih terbatas, hanya untuk alat-alat rumah tangga, sangkar burung, dan sebagainya.

Teten membandingkan dengan China dan Jepang, yang di kedua negara tersebut, baik sebagai negara maupun secara warga, sangat aktif menggunakan bambu dalam kegiatan industri. Bukan hanya sebatas kerajinan perorangan dan komunitas. Tapi, benar-benar sudah dikelola secara industri.

Jakarta, 30 November 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2