Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1
Burung Sriti atau masyarakat Jawa menyebutnya dengan istilah Manuk Dali (bukan Manuk Dadali) merupakan burung yang mirip dengan walet. Bahkan masyarakat awam seperti saya mungkin nyaris tak bisa membedakan mana yang sriti dan mana yang burung walet.
Berdasarkan informasi yang sudah ada, burung sriti bulunya dominan berwarna hitam sedangkan walet lebih dominan warna coklatnya.
Harga sarang burung walet perkilonya bisa sepuluh kali lipat harga sarang burung sriti.
Biasanya sarang burung walet bisa kita temukan di dalam gua-gua tepi pantai sedangkan sarang burung sriti bisa dibudidayakan dalam gedung atau bangunan rumah yang sengaja dibuat maupun rumah tua yang sudah tak berpenghuni lagi.
Burung Dali atau Sriti, sebagian ada yang menyebutnya dengan burung layang-layang (kite birds) mempunyai kebiasaan suka menyambar serangga dalam hal ini laron (rayap bersayap).
Tak jarang terlihat berhamburan menjelang petang hari berbarengan dengan munculnya laron dari kayu atap rumah yang sudah keropos.