Gaya menulis Omjay sederhana namun berisi. Omjay tidak berusaha menjadi "penulis besar", tetapi berusaha membuat pembaca merasa dekat. Ia menulis dengan hati, dan itulah yang membuat tulisannya hidup. Setiap kata seperti berbicara langsung kepada pembaca, seolah mengajak mereka berdialog tentang kehidupan, pendidikan, dan perjuangan.
Di tengah kesibukan sebagai guru di SMP Labschool Jakarta, Omjay masih meluangkan waktu menulis setiap hari. Tak heran jika banyak yang menyebutnya sebagai blogger abadi, karena konsistensinya benar-benar mengagumkan. Ia membuktikan bahwa kesibukan bukan alasan untuk berhenti menulis---justru menjadi alasan untuk terus berbagi.
Kompasiana, Rumah yang Membesarkan dan Dibesarkan
Kompasiana bukan sekadar tempat menulis, tetapi juga rumah tempat para penulis saling menguatkan. Di sinilah Omjay menemukan ruang untuk berbagi dan bertumbuh. Omjay sudah menulis ratusan artikel di platform ini, menjadi pembaca setia bagi penulis lain, dan kerap memotivasi Kompasianer baru agar tidak berhenti berkarya.
Namun, seperti rumah pada umumnya, Kompasiana juga mengalami perubahan. Seiring waktu, beberapa penghuni lama mulai pergi, termasuk mereka yang pernah menjadi "Kompasianer of The Year" penghargaan tertinggi bagi penulis inspiratif Kompasiana.
Ada yang pindah ke platform lain, ada yang merasa tak lagi menemukan suasana hangat seperti dulu. Ada juga yang tak jelas menulis dimana saat ini. Nama mereka seolah hilang dalam ramainya dunia maya yang tak pernah tidur.
Fenomena ini tentu memunculkan rasa haru sekaligus keprihatinan. Di satu sisi, kita paham bahwa perubahan adalah keniscayaan. Tapi di sisi lain, kehilangan sosok-sosok inspiratif adalah kehilangan ruh yang membuat Kompasiana hidup.
Di tengah kondisi itu, Omjay tetap bertahan. Omjay tetap menulis, tetap menyapa, dan tetap menjaga semangat kebersamaan. Keberadaannya menjadi pengingat bahwa rumah ini masih punya jiwa dan selama masih ada orang yang menulis dengan hati.
Cambuk Bagi Pengelola Kompasiana
Banyaknya penulis senior yang hengkang tentu harus menjadi bahan refleksi bagi pengelola Kompasiana. Rumah keroyokan ini berdiri karena semangat kebersamaan dan keterbukaan, bukan semata algoritma dan angka.
Profesionalisme memang penting, tapi pelayanan dengan hati jauh lebih bermakna. Para pengelola kompasiana harus bekerja dengan hati walaupun masih berusia muda. Jangan pernah meremehkan orang tua seperti Omjay dan kawan-kawan lainnya.