Opa Jappy Official
Opa Jappy Official Jurnalis

Pegiat Literasi Publik, Pro Life Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Video

Komisioner KPAI, Pendekatan Pentahelix terhadap Perlindungan Anak Indonesia

25 Januari 2025   16:15 Diperbarui: 25 Januari 2025   16:15 125 0 0



Komisioner KPAI, Sylvana Maria Apituley, "Tanggung Jawab Masyarakat terhadap Perlindungan Anak"

Kolaborasi Pentahelix adalah kerja sama yang melibatkan lima pihak, yaitu pemerintah, media, akademisi, pelaku usaha, dan masyarakat pada kegiatan tertentu. Kolaborasi ini diharapkan dapat mendorong pencapaian target yang lebih inklusif, akseleratif, dan konkrit.

Kolaborasi Pentahelix pada Perlindungan Terhadap Anak (dan Anak-anak) di Indonesia

Pentahelix Collabolation Approach In Disaster Management Etymologically "pentahelix" comes from "penta" which means five and "helix" is a braid. The Pentahelix approach is based on fivetypes of stakeholders, namely academic, business, community, government and media.

The composition of the diversity of entities can be managed on the basis of a collaborative governance approach. Collaborative governance is a government arrangement in which public institutions directly involve non-state stakeholders in a deliberative joint decision-making process.

This collaboration aims to address problems in society through a series of factors that are very important in the collaborative process. These factors are deliberatio, building trust, developing commitment and mutual understanding.

(Lengkapnya, Lihat IPTEK Journal of Proceedings Series No. 7, 2020; ISSN 2354-6026)

Pendekatan Pentahelix

Upaya pencegahan Kekerasan terhadap Anak, tak bisa dilakukan sendiri, satu dua orang, atau hanya lingkaran komunitas kecil. Melainkan usaha yang melibatkan banyak pihak, serta holistik.

Salah satu pendekatan, menurut saya, terbaik adalah Kolaborasi Pentahelix pada Perlindungan terhadap Anak. Kolaborasi ini mampu mendorong pencapaian target yang lebih inklusif, akseleratif, dan konkrit.  Hal tersebut menyangkut lima pihak, yaitu
1. Pemerintah
2. Media
3. Akademisi
4. Agama
5. Masyarakat

Pemerintah
Pemerintah berperan sebagai penyedia regulasi, fasilitas, keamanan, pendampingan, dan pengawasan. Bahkan kekuatan untuk membuka akses ke korban kekerasan yang ditutupi atau disembunyikan.

Media (Medsos, Penyiaran, Pemberitaan) Main Stream dan Non Main Stream
Idiom No Viral No Justice, agaknya juga berlaku pada upaya dini dan penanganan  korban kekerasan terhadap anak.

Misalnya, Media bukan sekedar menyampaikan news tentang kasus (yang terjadi), tapi membangun dukungan dan opini publik; dukungan terhadap korban dan opini cerdas agar publik ikut berpihak pada sanksi terhadap pelaku. Termasuk sosialisasi tentang bahaya perundungan di sekolah dan lingkungan bermain untuk para siswa, guru, staf, dll

Akademisi
Tak Satu Obat untuk Menyembuhkan Semua Penyakit; Ya, tak mungkin Satu Ilmu mengurai dan menjawab semua hal.

Itu pula pada ruang serta area penanganan Kekerasan terhadap Anak, tak mungkin dilakukan sendiri tanpa melibatkan para para pakar, praktisi, dan ahli.

Mereka antara lain Psikolog, Psikiater, Dokter, Counselor, bahkan Aparat Keamanan. Mereka lah yang membuat analisis, langkah-langkah strategis, dan pelatihan serta pendampingan. Dengan itu, jika menemukan kasus, maka segera ditangani cepat, tepat, dan terukur.

Komunitas Masyarakat
Publik, Masyarakat, Agama-agama jangan diam; jangan pula jadi debat publik di Medsos, sembari melempar simpati serta empati semu, lalu melupakan.
Melainkan, jika menemukan dan melihat (terjadinya) kekerasan terhadap anak, maka sebisa mungkin melaporkan ke Aparat. Tak perlu takut dan gentar, karena pelapor (akan) dilindungi serta mendapat Perlindungan Hukum.

Komunitas Lintas Agama
Komunitas Agama-agama, juga seperti itu (lihat di atas),  karena tak sedikit kekerasan terhadap anak (terutama kekerasan seksual) dilakukan oleh mereka yang bertopeng Pembina Keagamaan.

(Opa Jappy dan Sylvana Maria Apituley)

Kanal YouTube Opa Jappy Official 
Kanal YouTube Opa Jappy Official