Purnawan adalah seorang praktisi komunikasi, penulis buku, penggemar fotografi, berkecimpung di kegiatan sosial, kemanusiaan dan keagamaan. Menulis di blog pribadi http://purnawan.id/
Tomohon adalah kota kecil di bawah gunung Lokon. Gunung ini memiliki ketinggian 1.580 m dari permukaan laut. Karena gunung ini masih aktif, kota Tomohon mendapat berkah berupa tanah yang subur.
Kota yang memiliki festival bunga internasional ini juga memiliki keunikan pasarnya. Namanya sih biasa saja, yaitu pasar Beriman. Pada satu bagian, kita akan menemui barang dagangan untuk keperluan sehari-hari. Akan tetapi pada bagian lain, bersiaplah untuk merinding. Bagian ini menjual daging untuk kuliner ekstrim, yang tidak lazim untuk dikonsumsi. Sejumlah daging yang dijual di pasar ini di antaranya adalah kucing, anjing, tikus hutan, kelelawar, dan ular. Sebagian besar sudah dipanggang, hanya ular piton yang masih berupa potongan daging mentah.
Kebiasaan mengonsumsi hewan-hewan ini kemudian melahirkan sejumlah lelucon. Salah satunya adalah ungkapan bahwa "semua yang bisa terbang asal bukan pesawat, semua yang melata asal bukan kereta api, bisa dimakan oleh orang Minahasa".
Saat saya berkunjung di sana, saya disuguhi paniki atau kelelawar, ular, dan tikus. Namun sejauh ini saya hanya berhasil makan daging kelelawar. Sedangkan mbak Tina, teman seperjalanan saya, berhasil menyantap daging ular yang masih ada kulitnya. Ya, benar. Anda tidak salah mendengar. Di sini ular dihidangkan masih dengan kulitnya yang berpola itu. Itu sebabnya di sini dinamai batik.
Mbak Tina juga menyantap daging tikus. Tentu saja bukan tikus rumahan, melainkan tikus hutan yang memakan buah-buahan. Menurut warga lokal, daging tikus lebih lezat daripada daging ayam. Tapi entahlah benar atau tidak. Saya masih belum tega memakannya. Saya memang lemah.