Ini cerita perjalanan pertama saya menggunakan kapal cepat Express Bahari dari Pelabuhan Kapal Cepat Kendari, Sulawesi Tenggara. Cerita tentang kecepatan kapal berbahan fiber ini sudah sering saya dengar dari teman-teman yang pernah merasakan sensasi gerakannya di atas air seperti pesawat yang hendak lepas landas. Haluannya terangkat sementara buritannya seperti hendak tenggelam ke dalam laut.
Akhirnya sensasi kecepatan kapal ini bisa saya rasakan sendiri dalam perjalanan menuju Kota Bau Bau yang terletak di Pulau Buton. Saya ditemani mitra kerja, mahasiswa dari Universitas Halu Uleo, Kendari. Kami berangkat dari hotel Clarion pagi-pagi sekali. Katanya, kalau siang nanti dapat kapal yang berangkatnya siang juga. Warga di sini paling menghindari berangkat siang karena pasti kepanasan.
Dari hotel mobil langsung diarahkan ke pelabuhan kapal cepat yang jaraknya tidak begitu jauh. Begitu sampai kami langsung menuju loket untuk membeli tiket kapal. Matahari belum terlalu terik ketika kami keluar dari loket. Setelah memastikan semua perlengkapan dan barang bawaan lengkap kami langsung masuk ke dermaga tempat kapal Express Bahari berlabuh. Ternyata di dermaga sudah banyak penumpang yang antri masuk ke kapal.
Tanpa berlama-lama kami pun bergabung ke dalam antrian lalu bergerak maju pelan-pelan. Semua penumpang yang hendak masuk ke kapal di arahkan oleh kru kapal agar tertib dan berjalan satu-satu karena dari dermaga ke kapal hanya dihubungkan dengan papan berukuran kecil. Mungkin para kru berpikir gelombang laut yang memukul bodi kapal akan membuat kapal limbung sehingga bisa berpengaruh pada stabilitas papan penghubung ini. Makanya para penumpang disarankan untuk masuk ke kapal dengan tertib dan tidak saling dorong.
Tiba giliran kami meniti jembatan papan ini. Jaraknya dari dermaga ke lambung kapal kurang lebih 2 meteran, tapi cukup deg-degan juga melewatinya, karena posisi kapal yang terasa bergerak ke atas ke bawah mengikuti irama gelombang laut. Setelah melewati jembatan tadi kami langsung masuk ke kabin kelas eksekutif yang ditutup rapat karena ada AC di dalamnya. Begitu masuk ke dalam ruangan ini udaranya terasa sejuk. Kami langsung mencari nomor kursi dan meletakkan semua tas dan barang-barang bawaan.
Di dalam ruang eksekutif ini sudah ada penumpang lain dan mereka sudah menempati bangkunya masing-masing. Saya duduk sejenak sambil beristirahat karena badan terasa capek selama antri masuk kapal. Beban tas di punggung dan bawaan lain yang ditenteng baru terasa efeknya setelah semua diturunkan. Kurang lebih 15 menit saya duduk di bangku dekat jendela sambil mengamati pergerakan para penumpang lain yang sibuk mencari-cari bangku sambil bercakap-cakap dengan bahasa daerahnya.
Hiruk pikuk para penumpang ini membuat ruang eksekutif kapal ini terasa seperti kelas ekonomi saja. Tidak ada kenyamanan yang dirasakan. Tetapi justru hiruk pikuk ini membuat suasana di dalam kapal menjadi hidup dan terasa dinamis karena suara-suara manusia yang berteriak, bercakap-cakap ditambah dengan suara musik yang diputar di dalam beradu satu sama lain.
Ketika asyik-asyiknya menikmati keramaian di dalam kabin eksekutif ini, tiba-tiba mitra saya mengajak saya untuk pindah ke dek atas yang terbuka. Katanya lebih segar karena langsung kena angin dan bisa melihat pemandangan yang lebih luas. Karena dia tahu bahwa saya senang motret, sekalian dia promosi bahwa kalau dari dek atas kita bisa foto pemandangan yang lebih indah.
Akhirnya kami berpindah dari ruang eksekutif menuju ke dek atas. Setelah keluar dari pintu ruang kelas eksekutif kami menuju tangga yang melewati ruang kelas ekonomi. Ternyata banyak juga penumpang yang lebih senang untuk duduk di dek atas. Kami menaiki tangga pelan-pelan, karena penumpang yang berada di atas kami juga jalannya lamban. Akhirnya tiba juga kami di bagian tangga paling atas yang langsung berada di dek atas.
Dari dek ini saya bergerak ke sana ke mari hanya untuk membidik momen, obyek, dan pemandangan menarik untuk diabadikan dengan kamera HP. Satu persatu momen tersebut saya rekam, saya potret. Mulai dari penumpang yang naik ke dek atas, penumpang yang duduk, penumpang yang hendak masuk ke kapal, pemandangan laut, hingga kapal-kapal lain yang berlabuh di dermaga yang sama. Semua obyek tersebut saya abadikan semua dengan kamera HP.
Para penumpang yang kebanyakan adalah para penglaju dari Kendari yang hendak "mudik" atau kerja di Raha, Pulau Muna dan Bau Bau. Kapal Bahari Express ini melayani rute dari Kendari mampir ke Raha (Muna), dan berakhir di Bau Bau. Semua yang ada di dek atas saat itu terasa masih segar semua karena udara masih sejuk, matahari belum terlalu tinggi sehingga efek sinar matahari belum terlalu panas menyengat kulit.
Menurut cerita mitra kerja saya, para penumpang di atas kapal ini sebetulnya bersaudara, karena mereka berangkat dari tempat asalnya sama-sama dan kembalinya juga sama-sama. Meski turunnya di pelabuhan yang beda mereka tetap saling menjaga persaudaraan selama berada di atas kapal. Misalnya, kalau ada penumpang yang membawa makanan, mereka akan menawarkan kepada penumpang yang ada di sekitarnya sebagai tanda persaudaraan.
Mereka tidak terganggu dengan aktivitas saya memotret atau mengambil video selama perjalanan. Bahkan mereka akan memberitahu spot-spot menarik dalam perjalanan yang harus difoto. Saya bilang ke mereka, buat saya semua titik yang dilalui oleh kapal ini adalah pemandangan yang indah yang harus diabadikan karena tidak mungkin saya akan kembali lagi di rute ini.
Depok, 23/5/2024