Sultani
Sultani Freelancer

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

Kenangan Berlayar dengan Kapal Cepat "Express Bahari" dari Kendari ke Bau Bau

23 Mei 2024   23:23 Diperbarui: 27 Mei 2024   13:37 2218 4 2

Ilustrasi kapal cepat Express Bahari (Sumber: Telisik.id)
Ilustrasi kapal cepat Express Bahari (Sumber: Telisik.id)

Ini cerita perjalanan pertama saya menggunakan kapal cepat Express Bahari dari Pelabuhan Kapal Cepat Kendari, Sulawesi Tenggara. Cerita tentang kecepatan kapal berbahan fiber ini sudah sering saya dengar dari teman-teman yang pernah merasakan sensasi gerakannya di atas air seperti pesawat yang hendak lepas landas. Haluannya terangkat sementara buritannya seperti hendak tenggelam ke dalam laut

Akhirnya sensasi kecepatan kapal ini bisa saya rasakan sendiri dalam perjalanan menuju Kota Bau Bau yang terletak di Pulau Buton. Saya ditemani mitra kerja, mahasiswa dari Universitas Halu Uleo, Kendari. Kami berangkat dari hotel Clarion pagi-pagi sekali. Katanya, kalau siang nanti dapat kapal yang berangkatnya siang juga. Warga di sini paling menghindari berangkat siang karena pasti kepanasan.

Dari hotel mobil langsung diarahkan ke pelabuhan kapal cepat yang jaraknya tidak begitu jauh. Begitu sampai kami langsung menuju loket untuk membeli tiket kapal. Matahari belum terlalu terik ketika kami keluar dari loket. Setelah memastikan semua perlengkapan dan barang bawaan lengkap kami langsung masuk ke dermaga tempat kapal Express Bahari berlabuh. Ternyata di dermaga sudah banyak penumpang yang antri masuk ke kapal. 

Ilustrasi penumpang Express Bahari (Sumber: Kendariinfo.com)
Ilustrasi penumpang Express Bahari (Sumber: Kendariinfo.com)

Tanpa berlama-lama kami pun bergabung ke dalam antrian lalu bergerak maju pelan-pelan. Semua penumpang yang hendak masuk ke kapal di arahkan oleh kru kapal agar tertib dan berjalan satu-satu karena dari dermaga ke kapal hanya dihubungkan dengan papan berukuran kecil. Mungkin para kru berpikir gelombang laut yang memukul bodi kapal akan membuat kapal limbung sehingga bisa berpengaruh pada stabilitas papan penghubung ini. Makanya para penumpang disarankan untuk masuk ke kapal dengan tertib dan tidak saling dorong. 

Tiba giliran kami meniti jembatan papan ini. Jaraknya dari dermaga ke lambung kapal kurang lebih 2 meteran, tapi cukup deg-degan juga melewatinya, karena posisi kapal yang terasa bergerak ke atas ke bawah mengikuti irama gelombang laut. Setelah melewati jembatan tadi kami langsung masuk ke kabin kelas eksekutif yang ditutup rapat karena ada AC di dalamnya. Begitu masuk ke dalam ruangan ini udaranya terasa sejuk. Kami langsung mencari nomor kursi dan meletakkan semua tas dan barang-barang bawaan.

Ilustrasi suasana kabin kapal Express Bahari (Sumber: Detik.com)
Ilustrasi suasana kabin kapal Express Bahari (Sumber: Detik.com)

Di dalam ruang eksekutif ini sudah ada penumpang lain  dan mereka sudah menempati bangkunya masing-masing. Saya duduk sejenak sambil beristirahat karena badan terasa capek selama antri masuk kapal. Beban tas di punggung dan bawaan lain yang ditenteng baru terasa efeknya setelah semua diturunkan. Kurang lebih 15 menit saya duduk di bangku dekat jendela sambil mengamati pergerakan para penumpang lain yang sibuk mencari-cari bangku sambil bercakap-cakap dengan bahasa daerahnya. 

Hiruk pikuk para penumpang ini membuat ruang eksekutif kapal ini terasa seperti kelas ekonomi saja. Tidak ada kenyamanan yang dirasakan. Tetapi justru hiruk pikuk ini membuat suasana di dalam kapal menjadi hidup dan terasa dinamis karena suara-suara manusia yang berteriak, bercakap-cakap ditambah dengan suara musik yang diputar di dalam beradu satu sama lain. 

Ketika asyik-asyiknya menikmati keramaian di dalam kabin eksekutif ini, tiba-tiba mitra saya mengajak saya untuk pindah ke dek atas yang terbuka. Katanya lebih segar karena langsung kena angin dan bisa melihat pemandangan yang lebih luas. Karena dia tahu bahwa saya senang motret, sekalian dia promosi bahwa kalau dari dek atas kita bisa foto pemandangan yang lebih indah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2