https://youtu.be/PlVyI3RHY-o?si=Wku8zITxtBzw-gnc
Pendidikan Gratis atau Makan Gratis? Inilah kisah Omjay di kompasiana tercinta. Omjay menonton berita banyak siswa keracunan makan bergizi gratis di kompastv. Lalu timbul pertanyaan dalam hati. Sebenarnya mana yang harus kita pilih? Pendidikan gratis untuk semua atau makan bergizi gratis untuk semua siswa?
Isu pendidikan gratis selalu menjadi bahan diskusi hangat setiap kali bangsa ini bicara soal masa depan. Tak jarang, muncul pula gagasan lain yang menyertainya, seperti program makan bergizi gratis yang belakangan gencar disuarakan pemerintah. Pertanyaan pun muncul: mana yang lebih utama, pendidikan gratis atau makan gratis? Apakah keduanya harus dipertentangkan, atau justru bisa saling melengkapi demi mencerdaskan kehidupan bangsa?
Pendidikan Gratis: Amanah Undang-Undang dan Konstitusi
Jika kita kembali membuka Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 31 ayat (1), jelas tertulis:
"Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan."
Lalu pada ayat (2) ditegaskan:
"Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya."
Dua kalimat itu sederhana, tetapi maknanya sangat besar. Pendidikan bukanlah hadiah dari pemerintah, melainkan hak setiap warga negara yang dijamin konstitusi. Negara tidak boleh berkelit. Pendidikan dasar wajib dibayar oleh negara, bukan oleh orang tua murid, bukan pula oleh masyarakat.
Inilah yang disebut amanah undang-undang dan konstitusi. Pendidikan gratis bukan sekadar slogan politik, melainkan kewajiban konstitusional.
Kenyataan di Lapangan
Mari kita jujur. Meski program pendidikan gratis sudah dicanangkan sejak lama, kenyataan di lapangan masih jauh dari harapan. Memang, untuk sekolah negeri di tingkat dasar dan menengah, ada program BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang membebaskan biaya SPP. Namun, orang tua masih dibebani biaya lain: seragam, buku, kegiatan ekstrakurikuler, bahkan iuran pembangunan.
Di daerah terpencil, akses pendidikan pun masih menjadi masalah. Gedung sekolah banyak yang rusak, guru minim, dan fasilitas seadanya.
Artinya, pendidikan gratis belum benar-benar gratis. Negara masih berhutang janji kepada rakyatnya.
Makan Gratis: Program Baru yang Menggugah
Di sisi lain, pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto menggagas program makan bergizi gratis (MBG) untuk siswa sekolah. Tujuannya jelas: meningkatkan gizi anak-anak Indonesia agar cerdas, sehat, dan kuat. Data menunjukkan masih banyak anak Indonesia yang mengalami stunting dan gizi buruk.
Program ini patut diapresiasi. Seorang anak yang lapar sulit menyerap pelajaran. Dengan makan bergizi gratis, setidaknya siswa bisa fokus belajar tanpa khawatir soal makanan.
Namun, banyak pihak yang mengingatkan agar jangan sampai program makan gratis justru menggeser prioritas utama: pendidikan gratis sebagai amanah konstitusi. Apalagi banyak berita di media sosial yang memberitakan banyak anak sekolah keracunan setelah makan bergizi gratis.
Pengalaman Omjay ke Jepang dan Tiongkok
Dr. Wijaya Kusumah, M.Pd., atau yang akrab disapa Omjay, pernah berkesempatan mengunjungi sekolah-sekolah di Jepang dan Tiongkok. Dari perjalanan itu, beliau melihat langsung bagaimana kedua negara tersebut mengelola pendidikan dan gizi siswa secara terintegrasi.
Jepang
Di Jepang, pendidikan dasar benar-benar gratis. Sekolah negeri tidak memungut biaya, dan semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk belajar. Namun yang membuat Omjay terkesan adalah bagaimana sekolah mengelola makan siang.
Setiap hari, siswa mendapat makan siang bergizi yang dimasak di dapur sekolah. Menu disusun ahli gizi, terdiri dari nasi, lauk, sayur, buah, dan susu. Menariknya, siswa sendiri yang bergiliran menyajikan makanan kepada teman-temannya, sehingga mereka belajar disiplin, tanggung jawab, dan kebersamaan.
Menurut Omjay, inilah salah satu kunci mengapa anak-anak Jepang tumbuh sehat, kuat, dan pintar. Pendidikan tidak hanya di ruang kelas, tetapi juga di meja makan.
Tiongkok
Pengalaman di Tiongkok juga tak kalah menarik. Omjay menyaksikan bagaimana pemerintah sangat serius membiayai pendidikan hingga ke pelosok. Sekolah negeri benar-benar gratis, dan infrastruktur dibangun merata.
Untuk urusan gizi, siswa di Tiongkok juga mendapat jatah makan bergizi gratis. Bahkan di beberapa sekolah, pemerintah bekerja sama dengan petani lokal untuk memasok sayuran segar. Dengan begitu, selain menyehatkan siswa, program makan gratis juga menyejahterakan masyarakat sekitar.
Omjay mencatat satu hal penting: di Tiongkok, pendidikan dan gizi dianggap investasi, bukan beban anggaran. Pemerintah rela mengalokasikan dana besar karena sadar bahwa kualitas manusia adalah kunci kemajuan bangsa.
Pendidikan atau Makanan: Bukan Pilihan, Tapi Kewajiban
Dari pengalaman Omjay itu, jelas terlihat bahwa pendidikan gratis dan makan bergizi gratis bukan hal yang mustahil. Jepang dan Tiongkok sudah membuktikannya. Maka di Indonesia, keduanya tidak perlu dipertentangkan. Pendidikan adalah hak fundamental, sedangkan pangan adalah kebutuhan dasar.
Dalam kerangka besar pembangunan manusia, pendidikan dan gizi adalah dua sisi mata uang yang saling menguatkan.
Suara Guru dan Pendidikan
Omjay sering mengingatkan: "Negara harus konsisten menjalankan amanah undang-undang. Kalau konstitusi sudah jelas mewajibkan pendidikan gratis, jangan diperdebatkan lagi. Tinggal bagaimana pemerintah serius membiayai dan mengawasi agar tidak ada pungutan liar di sekolah negeri."
Beliau juga menambahkan, program makan bergizi gratis sangat bagus, tetapi jangan sampai guru dilupakan. Guru adalah ujung tombak pendidikan, sehingga hak-haknya harus dijamin, termasuk tunjangan profesi yang sering terlambat cair.
Harapan ke Depan
Pendidikan gratis bukan lagi wacana. Itu amanah undang-undang. Program makan bergizi gratis adalah tambahan yang baik, tapi tidak boleh mengalihkan fokus utama. Idealnya, keduanya berjalan beriringan.
Sebagaimana kata Bung Karno:
"Berikan aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia."
Tapi bagaimana jika 10 pemuda itu tidak sekolah karena biaya? Atau kekurangan gizi sehingga tidak kuat belajar?
Jawabannya jelas: pendidikan gratis dan makan bergizi gratis bukan pilihan, melainkan kewajiban negara.
Penutup
Di tengah gegap gempita program makan bergizi gratis, kita jangan melupakan amanah konstitusi: pendidikan gratis bagi semua warga negara. Pendidikan adalah jalan menuju kemerdekaan sejati, sedangkan gizi adalah bahan bakar agar perjalanan itu bisa ditempuh dengan baik.
Bila Jepang dan Tiongkok bisa, mengapa Indonesia tidak?
Salam blogger persahabatan
Wijaya Kusumah - omjay
Guru blogger Indonesia
Blog https://wijayalabs.com