Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Siapa membantu guru agar menjadi pribadi yang profesional dan dapat dipercaya. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.
Suara guru yang layak disimak para penentu kebijakan. Harapan Guru Indonesia Agar Sejahtera Naik Gajinya Hingga 30 Juta Sebulan. Inilah kisah Omjay di kompasiana tercinta. Sebuah Suara Harapan Guru untuk Pendidikan Indonesia dan Kesejahteraan Pendidik.
Guru adalah sosok yang sering disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Kalimat itu indah terdengar, namun seringkali justru menyimpan ironi yang mendalam. Betapa tidak, di saat bangsa ini membutuhkan guru untuk mendidik generasi penerus, perhatian terhadap nasib dan kesejahteraan mereka justru sering kali terabaikan.
https://www.youtube.com/watch?v=KkheLehEzlg
Hari ini, ketika kita membicarakan masa depan pendidikan Indonesia, suara guru harus menjadi bagian penting yang didengar. Sebab, siapa lagi yang paling memahami kondisi nyata di ruang-ruang kelas, baik di kota besar maupun di pelosok desa, selain guru itu sendiri?
Pendidikan Indonesia: Antara Harapan dan Kenyataan
Indonesia memiliki cita-cita besar, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945. Namun, perjalanan menuju cita-cita itu tidak selalu mulus. Guru di lapangan merasakan langsung berbagai tantangan yang menghadang: mulai dari keterbatasan fasilitas, kebijakan pendidikan yang sering berubah-ubah, hingga rendahnya apresiasi masyarakat terhadap profesi guru.
Di kota-kota besar, sekolah mungkin terlihat megah dengan fasilitas lengkap, laboratorium modern, dan jaringan internet yang stabil. Namun, bagaimana dengan sekolah di daerah terpencil? Masih banyak sekolah berdinding papan, beratap bocor, dan berlantai tanah. Murid-murid datang dengan penuh semangat, tetapi buku dan sumber belajar terbatas. Guru tetap mengajar dengan hati, meski terkadang harus berjalan berkilo-kilometer atau menyeberangi sungai untuk sampai ke sekolah.
Inilah kenyataan yang membuat guru memiliki satu suara harapan: kesetaraan pendidikan. Mereka ingin setiap anak Indonesia, di manapun berada, mendapatkan hak yang sama untuk belajar dalam kondisi yang layak.
Kesejahteraan Pendidik yang Masih Tertinggal
Selain persoalan fasilitas, masalah lain yang tidak kalah penting adalah kesejahteraan guru. Tidak sedikit guru honorer yang masih menerima gaji jauh di bawah standar hidup layak. Ada yang hanya mendapat Rp300.000 hingga Rp500.000 per bulan, jumlah yang bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga.
Kondisi ini sangat memprihatinkan. Guru yang seharusnya fokus mendidik, justru banyak yang harus mencari pekerjaan tambahan demi mencukupi kebutuhan hidup. Ada guru yang menjadi ojek online, pedagang kecil, bahkan buruh harian lepas di luar jam mengajar. Hal ini jelas mengganggu konsentrasi mereka dalam mengabdikan diri untuk pendidikan.
Guru berharap pemerintah benar-benar menghadirkan solusi nyata. Mereka ingin ada kepastian status kepegawaian, gaji yang sesuai dengan UMR (Upah Minimum Regional), serta tunjangan yang merata. Sebab, profesi guru bukanlah pekerjaan sambilan, melainkan panggilan hidup yang membutuhkan totalitas.
Martabat Guru yang Perlu Dijaga
Selain soal finansial, martabat guru juga sering kali berada dalam posisi yang memprihatinkan. Zaman dulu, guru begitu dihormati, ucapannya didengar, dan tindakannya dijadikan teladan. Kini, tidak jarang guru harus menghadapi laporan hukum hanya karena mendisiplinkan murid.
Guru memberi teguran dianggap melakukan bullying. Guru memberikan hukuman mendidik dikatakan melanggar HAM. Bahkan ada kasus di mana orang tua murid melaporkan guru ke polisi hanya karena anaknya diminta mengerjakan tugas tambahan.
Fenomena ini menimbulkan kegelisahan di kalangan pendidik. Bagaimana mungkin guru bisa mendidik dengan tenang jika setiap langkahnya selalu diawasi dengan kecurigaan? Guru berharap masyarakat kembali menghormati profesi mereka. Orang tua, sekolah, dan pemerintah seharusnya bersinergi untuk mendidik anak-anak, bukan saling menyalahkan.
Harapan Guru untuk Masa Depan Pendidikan
Harapan guru terhadap pendidikan Indonesia bukan sekadar keinginan pribadi, melainkan cita-cita bersama untuk bangsa. Beberapa hal yang sering disuarakan antara lain:
1. Kurikulum yang Konsisten dan Relevan
Guru berharap kurikulum tidak berubah-ubah setiap pergantian menteri. Perubahan yang terlalu sering membuat guru bingung dan kehilangan arah. Kurikulum sebaiknya disusun dengan melibatkan guru di lapangan agar sesuai dengan kebutuhan nyata.
2. Pelatihan dan Pengembangan Profesional
Guru ingin terus belajar dan meningkatkan kompetensi. Namun, pelatihan yang diberikan pemerintah sering kali bersifat formalitas. Guru berharap ada pelatihan yang benar-benar praktis, aplikatif, dan menjawab tantangan zaman, seperti literasi digital, coding, hingga kecerdasan buatan.
3. Penghargaan terhadap Dedikasi Guru
Guru ingin kerja keras mereka diapresiasi, bukan hanya dengan ucapan terima kasih, tetapi juga penghargaan nyata dalam bentuk insentif, penghargaan publik, dan kesempatan berkembang.
4. Pemerataan Fasilitas Pendidikan
Guru ingin semua murid di Indonesia memiliki kesempatan belajar yang sama. Tidak ada lagi kesenjangan mencolok antara sekolah di kota besar dengan sekolah di pelosok.
Komentar atau tanggapan Omjay: Guru Harus Diperhatikan
Dr. Wijaya Kusumah, M.Pd atau yang akrab disapa Omjay, Guru Blogger Indonesia, sering menyampaikan kegelisahan sekaligus harapan para pendidik. Menurutnya:
"Guru yang sejahtera akan mengajar dengan bahagia. Guru yang bahagia akan melahirkan murid-murid yang berprestasi. Maka, jika negara ingin pendidikannya maju, perhatikanlah kesejahteraan guru terlebih dahulu."
Omjay juga menambahkan bahwa guru tidak hanya butuh kesejahteraan, tetapi juga butuh ruang untuk terus belajar. Dunia terus berubah, teknologi berkembang pesat, maka guru juga harus menjadi pembelajar sepanjang hayat. Dengan begitu, guru tidak hanya menjadi pengajar, tetapi juga inspirator yang menggerakkan murid-muridnya.
Penutup: Dengarlah Suara Guru Indonesia
Suara harapan guru adalah suara yang lahir dari hati nurani. Mereka tidak sekadar menuntut, tetapi juga memberikan solusi. Mereka bukan hanya ingin diperhatikan, tetapi juga siap berbenah untuk meningkatkan kualitas diri.
Jika pemerintah dan masyarakat benar-benar mendengarkan suara ini, maka masa depan pendidikan Indonesia akan lebih cerah. Sebab, guru adalah kunci. Di tangan guru yang sejahtera dan dihargai, lahirlah generasi bangsa yang cerdas, berkarakter, dan siap menghadapi tantangan global.
Mari kita bersama-sama menjaga martabat guru, meningkatkan kesejahteraan mereka, dan menghadirkan pendidikan yang lebih berkualitas. Karena tanpa guru, tidak akan ada dokter, insinyur, presiden, atau bahkan generasi penerus yang mampu membawa Indonesia menuju kejayaan.