Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Siapa membantu guru agar menjadi pribadi yang profesional dan dapat dipercaya. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.
Breaking news otn 2025. Alhamdulillah sudah semakin banyak siswa Indonesia yang mendaftarkan diri ikut lomba olimpiade Tik dan informatika nasional atau otn yang ketujuh di ice BSD Serpong Tangerang.
Ada sebuah pertanyaan dari peserta OTN. Mengapa OTN Tidak Diselenggarakan Secara Berjenjang dari Kota ke Provinsi?
Jawabnya adalah Efisiensi, Mandiri, dan Semangat Gotong Royong Menjadi Kunci keberhasilan penyelenggaraan olimpiade ini.
Pendaftaran Olimpiade TIK dan Informatika Nasional (OTN) 2025 kini telah dibuka. Ajang ini menjadi kesempatan emas bagi siswa dan murid dari SD, SMP, SMA, dan SMK. Mereka dapat ikut lomba untuk menunjukkan kecakapan di bidang teknologi, pemrograman, dan informatika. Dan lebih dari itu: ini adalah momentum agar sekolah Anda menunjukkan siapa juaranya tahun ini!
Namun, muncul pertanyaan strategis: mengapa OTN tidak diadakan secara berjenjang mulai dari tingkat kota kabupaten provinsi nasional?
Padahal banyak kompetisi akademis lain menerapkan sistem berjenjang tersebut. Dalam konteks penyelenggaraan OTN yang "mandiri" dan bersumber dana dari pendaftaran peserta (bukan APBN atau APBD), ada beberapa alasan penting di balik keputusan ini yang sebenarnya mencerminkan visi efisiensi, kemerdekaan, dan semangat gotong royong.
Mari kita refleksi sejenak tentang Sejarah Singkat OTN dalam Menapak Menuju Gelaran Nasional yang diakui publik dan banyak mendapatkan dukungan dari banyak sekolah di Indonesia.
Menurut catatan komunitas guru TIK dan informatika, OTN pertama kali diselenggarakan sekitar tujuh tahun lalu oleh komunitas guru TIK dan KKPI bekerja sama dengan Ikatan Guru TIK dan Informatika PGRI. Kegiatan ini diselenggarakan sebagai protes dari semua guru TIK yang saat itu mata pelajarannya diganti prakarya dalam kurikulum 2013.
Semula, OTN "naik panggung" langsung di level nasional dengan peserta dari berbagai daerah. Dari jumlah ratusan di awal, kini telah berkembang menjadi ribuan siswa dari jenjang SD hingga SMA/SMK.
Cakupan materi pun makin kaya dan tidak lagi sebatas pengolahan kata, spreadsheet, dan presentasi, melainkan juga kompetensi seperti algoritma/pemrograman, keamanan siber, desain aplikasi, game, dan literasi digital. Bakan anak-anak sudah jago membuat game dan coding yang saat ini sangat diperlukan untuk masa depan.
Memasuki 2025, OTN akan digelar sebagai penyelenggaraan ke-7 dan bertempat di ICE BSD Serpong, Tangerang pada tanggal 22--26 Oktober 2025.
Dengan latar belakang tersebut, mari kita kupas alasan di balik absennya sistem berjenjang dalam OTN. Kita ingin tak ada biaya tambahan karena kegiatan lomba ini diselenggarakan tanpa anggaran pemerintah. Beda dengan OSN yang semua anggarannya sudah ada di APBN dan APBD.
Pertama. Biaya Operasional dan Logistik: Beban Ganda Jika Berjenjang
Jika OTN menerapkan seleksi berjenjang (kota kabupaten provinsi nasional), maka setiap tingkatan akan memerlukan:
1. Koordinasi lokal (tempat ujian, pengawas, sarana alat, sistem IT)
2. Biaya moderasi, koreksi, dan validasi data
3. Transportasi dan akomodasi untuk panitia pusat ke daerah
4. Pengawasan mutu dan standarisasi soal di banyak tempat
Karena OTN tidak mengandalkan anggaran negara (APBN/APBD) tetapi dana dari pendaftaran peserta secara gotong royong, maka setiap lapisan tambahan akan menambah beban logistik dan administratif yang signifikan. Dalam situasi di mana dana terbatas dan sumbernya bersifat kolektif dari peserta, setiap lapisan seleksi bisa menggerus efisiensi dan kelengkapan pelaksanaan.