Wijaya Kusumah
Wijaya Kusumah Guru

Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Siapa membantu guru agar menjadi pribadi yang profesional dan dapat dipercaya. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

Omjay yang Tak Mau Menjadi Kompasianer Of The Year

16 November 2025   19:21 Diperbarui: 16 November 2025   19:21 245 13 5

Omjay duduk santai di stasium bandung/dokpri
Omjay duduk santai di stasium bandung/dokpri

Berikut ini adalah artikel kisah Omjay yang Anda minta dibuatkan. Jika ingin ditambah foto, kutipan, atau diperpanjang lagi, tinggal beri tahu Akal imitasi. Begitulah kecerdasan buatan menulis apa yang Omjay mintakan.

Kisah Omjay yang Tak Mau Menjadi Kompasianer of the Year

Oleh: Wijaya Kusumah (Omjay)

Setiap akhir tahun, jagat Kompasiana selalu ramai. Para penulis saling memberikan dukungan, pembaca berlomba memberi rekomendasi, dan beberapa nama mulai diperbincangkan sebagai kandidat Kompasianer of the Year. 

Gelar itu sangat prestisius. Ia bukan sekadar penghargaan tahunan, tetapi juga bentuk pengakuan atas konsistensi, kontribusi, dan jejak karya seseorang di platform jurnalisme warga terbesar di Indonesia.

Namun, ada satu kisah yang selalu mencuri perhatian: Omjay, Guru Blogger Indonesia, yang justru tak mau menjadi Kompasianer of the Year. Mengapa Omjay tak mau?


Sikap ini bukan muncul tiba-tiba. Ada perjalanan panjang, pengalaman mendalam, dan nilai-nilai hidup yang membuat Omjay memilih jalan berbeda dari kebanyakan penulis kompasiana lainnya.

1. Bagi Omjay, Menulis Bukan untuk Penghargaan

Sejak awal mengenal dunia blog, Omjay selalu menegaskan bahwa menulis adalah "panggilan jiwa". Omjay menulis bukan demi gelar, bukan demi terkenal, apalagi demi kompetisi. 

Menulis baginya adalah cara berbagi, mendokumentasikan perjalanan hidup, menginspirasi guru lain, serta menjadi pengingat bahwa ilmu harus terus mengalir.

Dalam beberapa kesempatan, Omjay pernah berkata:

"Saya sudah terlalu sering melihat orang berubah setelah dapat penghargaan. Padahal esensi menulis itu bukan untuk dipuja, tapi untuk memberi manfaat."

Prinsip itu yang membuatnya selalu nyaman berada di tengah komunitas, bukan di puncak podium penghargaan.

2. Menjadi Kompasianer of the Year Justru Akan Mengurangi Kebebasan

Beberapa sahabat dekat Omjay memahami alasan yang lebih personal: Omjay tidak ingin dibebani ekspektasi.

Menjadi Kompasianer of the Year berarti sorotan meningkat, karya akan lebih dicermati, dan langkah akan selalu diperbandingkan. 

Padahal Omjay ingin tetap luwes: menulis saat ingin, bercanda saat senggang, dan beropini tanpa tekanan standar moral atau intelektual tertentu.

Seorang teman pernah bertanya:
"Makanya, kenapa sih Omjay tak mau ikut bersaing?"
Omjay hanya tersenyum sambil berkata:

"Karena saya ingin tetap menjadi Omjay. Yang apa adanya."

3. Perjalanan Omjay Lebih Dari Sekadar Penghargaan

Jika ditarik garis waktu, kontribusi Omjay di Kompasiana sudah melampaui fungsi platform. Ia telah:

  • Membimbing ribuan guru belajar menulis.
  • Mengadakan pelatihan daring gratis selama bertahun-tahun.
  • Menjadi inspirasi dalam gerakan Guru Melek Literasi.
  • Mengajak banyak penulis pemula berani mempublikasikan karya pertama mereka.

Dalam dunia kepenulisan guru, nama Omjay sudah seperti fasilitator alamiah. Bahkan tanpa penghargaan sekalipun, pengaruhnya terasa di sekolah-sekolah, ruang-ruang belajar, hingga komunitas daring.

Seorang guru yang pernah dibimbingnya pernah menulis:

"Omjay itu seperti lilin. Diam-diam menerangi, tapi tak pernah ingin jadi lampu sorot."

Kalimat itu sangat menggambarkan sosoknya.

4. Pernah Masuk Radar kandidat, tetapi Memilih Mundur

Beberapa kali, nama Omjay sebenarnya sempat masuk pembicaraan komunitas sebagai kandidat kuat Kompasianer of the Year. Banyak yang mendorong, bahkan beberapa sahabat mengajak kampanye secara sukarela.

Namun Omjay selalu menolak halus.

Ia tidak ingin komunitasnya terbelah hanya karena dukungan. Ia tidak ingin orang merasa "harus" memilih. Dan ia tidak ingin publik menilai tulisannya dari sisi kompetisi.

"Menulis ya menulis saja. Pembaca yang menilai, bukan juri," ujarnya.

Sikap itu justru membuat banyak orang semakin menghormatinya.

5. Yang Terpenting Bagi Omjay: Konsisten dan Bermanfaat

Jika ada penghargaan yang Omjay cari, itu bukanlah piala, bukanlah gelar, melainkan kesadaran bahwa tulisannya membantu orang lain. 

Banyak pembaca mengakui bahwa tulisan-tulisan Omjay sederhana tetapi mengena. 

Saya omjay bercerita tentang kehidupan sebagai guru, pengalaman nyata di lapangan, dan pesan moral yang mudah dipahami.

Bagi Omjay, konsistensi jauh lebih penting daripada kompetisi.

6. Kompasiana Adalah Rumah, Bukan Arena Lomba

Mungkin inilah alasan paling kuat. Di Kompasiana, Omjay tumbuh, belajar, berjejaring, dan menemukan banyak sahabat pena. Baginya, platform itu seperti rumah tempat ia berteduh dan bercerita. Jika rumah dijadikan arena lomba, suasananya akan berubah.

Omjay selalu berkata:

"Saya menulis untuk merawat rumah, bukan untuk menjadi pemilik rumah."

Di sinilah letak keikhlasan yang tidak dimiliki semua orang.

7. Justru Karena Tak Mengejar, Namanya Semakin Dikenang

Anehnya, justru karena Omjay tidak mengejar gelar, namanya justru semakin melekat di hati banyak Kompasianer. 

Omjay dihormati bukan karena penghargaan, tetapi karena kehadiran. Ia dihargai bukan karena piala, tetapi karena pengabdian. Dan ia dicintai bukan karena prestise, tetapi karena kesederhanaan.

Dalam dunia literasi, ketulusan adalah mata uang paling mahal.

Dan Omjay memilikinya.

Penutup: Gelar Bukan Segalanya, Nilai Hidup Lebih Abadi

Kisah Omjay yang tak mau menjadi Kompasianer of the Year mengajarkan satu hal: tidak semua orang ingin di puncak. Ada orang-orang yang lebih memilih berada di tengah untuk menemani, menguatkan, dan membimbing banyak orang menuju puncaknya masing-masing.

Di tengah dunia yang haus pengakuan, Omjay memilih jalan lengang:
jalan pengabdian.

Dan mungkin, tanpa ia sadari, itulah yang membuatnya menjadi "Kompasianer of the Heart" bagi begitu banyak orang.

Jika ingin versi artikel kisah omjay lainnya anda dapat membaca tulisan Omjay di https://kompasiana.com/wijayapabs.

Salam blogger persahabatan

Omjay/Kakek Jay

Guru blogger Indonesia

Blog https://wijayalabs.com

Omjay guru blogger Indonesia/dokpri
Omjay guru blogger Indonesia/dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6