Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Siapa membantu guru agar menjadi pribadi yang profesional dan dapat dipercaya. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.
Bukan sekali dua kali Omjay harus mengejar waktu untuk rapat, mengajar, atau menghadiri undangan sebagai narasumber. Dengan naik Gojek motor, ia bisa meluncur lincah di antara padatnya arus kendaraan.

Di perjalanan, Omjay sering mengobrol santai dengan abang ojek. Mulai dari cerita pendapatan harian, kondisi jalanan, sampai harapan hidup mereka --- semua menjadi bagian dari realitas yang tak pernah ingin Omjay tinggalkan.
"Dari mereka saya belajar tentang ketangguhan," ucapnya suatu ketika. "Mereka bekerja di jalanan setiap hari, tapi tetap ramah, tetap berusaha jujur, dan yang penting tetap berjuang."
Kadang perjalanan itu justru menjadi ruang refleksi. Angin pagi, kemacetan yang tak berubah, dan kota Jakarta yang mulai ramai sering memunculkan ide-ide tulisan spontan. Banyak artikel Omjay di blog pribadi maupun Kompasiana lahir dari perjalanan pendek di atas jok motor Gojek.

Wijaya Kusumah - omjay Pulang dengan KRL: Antara Lelah, Inspirasi, dan Rasa Syukur
Sore atau malam hari, perjalanan kembali ke rumah punya coraknya sendiri. Alih-alih memilih kendaraan pribadi atau taksi online, Omjay lebih sering memilih KRL (Kereta Rel Listrik).
Bagi sebagian orang, KRL mungkin identik dengan padat, berdesakan, dan butuh kesabaran ekstra. Namun bagi Omjay, kereta justru menjadi ruang belajar sosial yang sangat nyata.
Di dalam KRL, Omjay melihat berbagai potret masyarakat urban: para pekerja kantoran yang pulang dengan wajah penat, pelajar yang berdiri sambil memegang buku, ibu-ibu yang membawa belanjaan, hingga pedagang kecil yang menawarkan barang seadanya. Semua itu membuat Omjay merasa menjadi bagian dari denyut kehidupan kota.

Tak jarang ada yang mengenalinya. "Omjay ya? Yang suka nulis?" tanya seorang bapak muda suatu sore. Dari pertemuan kecil seperti itu, diskusi hangat pun mengalir---tentang pendidikan, tentang anak-anak yang butuh perhatian lebih, tentang gawai yang membuat interaksi di rumah berubah. KRL menjadi ruang dialog yang tulus.
Selain itu, perjalanan dengan KRL memberikan Omjay waktu untuk menenangkan pikiran setelah seharian beraktivitas. Di sini pula ia sering menuliskan catatan kecil di ponsel, yang nanti berkembang menjadi artikel panjang.

Dari stasiun klender baru disambung Angkot: Transportasi Rakyat yang Masih Setia Berjalan
Setelah turun dari stasiun, perjalanan Omjay biasanya belum selesai. Ia masih harus naik angkot, moda transportasi yang meski mulai tergusur modernisasi, tetap bertahan melayani masyarakat hingga hari ini.
Naik angkot memberi sensasi berbeda: lebih pelan, lebih dekat dengan obrolan spontan penumpang lain, dan penuh cerita kehidupan sederhana. Kadang sopirnya memutar lagu dangdut, kadang musik pop tahun 90-an, dan kadang hanya suara mesin yang menemani.
Di angkot, Omjay sering tersenyum sendiri mendengar percakapan antarpenumpang: obrolan tentang harga sembako, tentang sekolah anak, sampai tentang acara televisi semalam. Di sinilah ia benar-benar merasa berada di tengah denyut paling dasar masyarakat.
Bagi Omjay, angkot bukan sekadar transportasi murah. Ia adalah ruang sosial yang jujur, apa adanya, dan penuh pelajaran hidup.

Di Balik Kesederhanaan, Ada Filosofi Hidup
Banyak yang bertanya mengapa seorang tokoh pendidikan, penulis produktif, dan pekerja keras seperti Omjay tidak memilih kendaraan pribadi. Jawabannya sederhana: