Sustainable lifestyle learner | Book sniffer | another me : irerosana.com | email : irerosana@gmail.com
Kota Jakarta membutuhkan banyak tempat pelarian. Terkadang tempat itu ada di sebuah gedung-gedung tinggi namun adakalanya juga berada di sela-sela gang sempit nan padat penduduk. Seperti halnya tempat ini, jalan masuknya saja tersembunyi di antara deretan kios-kios di sebelah stasiun Kebayoran. Kalau tidak jeli orang mudah saja melewatinya. Namanya, Kampoeng Gallery.
Isinya adalah kumpulan benda-benda lawas era 80 hingga 90an yang ditata alakadarnya namun terlihat estetik dan nyentrik. Benda-benda ini sebagian besar dijual meski banyak juga yang lebih berfungsi sebagai pajangan.
Majalah, buku, komik, kaset serta poster-poster lawas memenuhi setiap sudutnya. Di tengah-tengah area, ada ruang berisi alat-alat musik. Kabarnya setiap senin malam pada pekan kedua dan keempat memang selalu ada pertunjukan live music, seni panggung atau teater dan wayang.
Beberapa hiasan berisi kata-kata serta puisi juga tersebar memenuhi dindingnya. "Seni Tak Ada Hari Libur," kata salah satu tulisan di atas kayu yang dicat warna hitam. Ada juga gambar-gambar buatan yang entah dari mana datangnya, mungkin hibah dari para pengunjung atau kawan dari sang pemilik. Lalu ada juga 2 buah mesin ketik lawas yang entah masih berfungsi atau tidak namun menambah kesan estetik.
Semakin ke dalam, ada sebuah tempat yang isinya kaset tape serta CD lawas yang tertata rapi. Sudut yang satu ini rasanya tak asing. Sebuah sudut yang meninggalkan banyak jejak di beberapa film. Salah satunya di film Gita Cinta dari SMA tahun 2023 lalu.
Meski terkesan ditata ala kadarnya namun setiap sudut dari tempat ini terlihat unik dan menarik. Warna kuning kertas, sisi buku yang sudah usang, lampu minyak jadul serta kayu-kayu penompang dengan potongan kasar menambah kesan vintage pada tempat ini. Hasilnya, setiap sudut terlihat estetik dan menarik, membuat pengunjung ingin mengabadikan.
Bisa dibilang tempat ini menjadi surganya anak yang tumbuh di era 90an. Banyak hal mengingatkan kita akan masa kecil yang sehari-harinya dipenuhi dengan kaset tape, komik, serta majalah.
Di sini juga Ada cafe yang menjual aneka makanan dan minuman serta kedai kopi dengan harga terjangkau, tak heran jika banyak anak muda memilih tempat ini sebagai tamatan pelarian, healing atau sekadar nongkrong dan diskusi.
Bicara soal Kampoeng Gallery tidak bisa lepas dari nama Ivan Moningka, pemilik sekaligus inisiator terciptanya tempat unik ini. Dalam sebuah wawancara lawas ia pernah bercerita, semua ini berawal dari hobi. Ivan anak yang tumbuh di masa kaset tape masih menjadi barang sakti di antara kawula muda.
Dari hobinya mendengarkan radio, timbul keinginan untuk punya kaset. Akhirnya selepas sekolah ia pergi ke toko loak untuk mencari barang bekas. Siapa sangka dari hobi mengumpulkan barang bekas tersebut kini ia bisa mendirikan sebuah tempat yang menghasilkan pundi-pundi rupiah.
Tempat ini dilahirkan tahun 2010 meski penyematan nama Kampoeng Gallery baru dilakukan di 2012. Di sinilah sisa rasa era 90an masih bisa kamu nikmati.