Pendidikan, menulis, berita, video, film, photografi, sinematografi, alam, perjalanan.
Bahkan rawa-rawa kecil yang ada di kawasan itu, ternyata menjadi habitat alami bagi kepiting rawa yang bersembunyi dan berlari ketika saya mendekat.
Sebagai bagian dari Pilkada Hijau, saya rasa penting bagi para calon pemimpin untuk melihat kisah kawasan Fasosfasum ini sebagai cerminan banyak lahan hijau di kota yang berpotensi namun tak terurus. Mengapa sudah 25 tahun tanah ini tak tersentuh? Pada setiap janji kampanye para calon sering kali berbicara tentang pembangunan berkelanjutan, tetapi apa artinya jika lahan-lahan yang sudah ada dibiarkan terbengkalai?
1. Mengapa Potensi Alam Fasosfasum Dibiarkan?
Potensi kawasan Fasosfasum sebagai ruang hijau bukan sekadar fantasi, melainkan kebutuhan nyata. Kawasan ini bisa menjadi paru-paru kota, tempat belajar dan rekreasi bagi warga sekitar, serta habitat alami bagi satwa-satwa kecil yang kini sudah jarang terlihat di tengah hiruk-pikuk kota. Sayangnya kurangnya komitmen untuk merealisasikan rencana ini membuat kawasan tersebut tertinggal dan terbengkalai, hingga kini hanya meninggalkan janji-janji semu.
Alasan mengapa area seperti ini terbengkalai sering kali berkaitan dengan keterbatasan anggaran, pergeseran prioritas atau kurangnya kemauan politik. Tapi ketika isu lingkungan semakin kritis, sudah saatnya pemimpin daerah menjadikan kawasan seperti Fasosfasum sebagai prioritas pembangunan.
Pada periode jangka panjang taman kota merupakan tempat hijau yang indah, lebih dari itu adalah aset ekologi dan investasi kesehatan masyarakat.
2. Apa yang Dibutuhkan untuk Menghidupkan Kembali Kawasan Fasosfasum?
Melalui Pilkada Hijau, inilah kesempatan bagi calon kepala daerah untuk memberikan aksi nyata dalam bidang lingkungan. Beberapa langkah yang bisa diambil untuk merealisasikan mimpi taman kota di kawasan Fasosfasum antara lain:
Memprioritaskan Anggaran untuk Pembangunan Taman Kota.
Mengalokasikan sebagian anggaran daerah untuk membangun dan merawat ruang terbuka hijau ini selain berdampak pada lingkungan, juga berkontribusi pada kesehatan dan kesejahteraan warga. Fasosfasum bisa menjadi model bagaimana ruang hijau yang dikelola dengan baik akan berefek positif bagi masyarakat sekitar.
Kolaborasi dengan Komunitas Lingkungan dan Sekolah.
Melibatkan komunitas kepencintaalaman, sekolah, dan warga sekitar dalam program penghijauan kawasan Fasosfasum akan menciptakan rasa memiliki dan komitmen bersama. Misalnya, pelajar bisa dilibatkan dalam program edukasi alam, sementara komunitas lingkungan dapat membantu dalam kegiatan konservasi dan pelestarian.