agus hendrawan
agus hendrawan Guru

Pendidikan, menulis, berita, video, film, photografi, sinematografi, alam, perjalanan.

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

Mengapa Kawasan Fasosfasum Terbengkalai Selama 25 Tahun?

31 Oktober 2024   15:18 Diperbarui: 31 Oktober 2024   20:57 175 7 2

Foto: Dokumen Pribadi
Foto: Dokumen Pribadi

Peluang Terlupakan: Mengapa Kawasan Fasosfasum Tetap Terbengkalai Setelah 25 Tahun?

Sebagai saksi dari perjalanan panjang kawasan Fasosfasum yang terletak di samping sekolah, ada rasa keprihatinan dan pertanyaan yang terus terngiang: mengapa kawasan yang disebut-sebut bakal menjadi taman kota ini tetap terbengkalai hingga kini? Sejak tahun 1999 saya mulai bekerja di sekolah ini, kawasan itu telah menjadi saksi bisu perubahan dan potensi alam yang tak tergarap. 

Meski selama bertahun-tahun beredar kabar kawasan ini akan dijadikan taman kota, namun setelah 25 tahun, kenyataan menunjukkan sebaliknya area tersebut masih saja terbengkalai.

Foto: Dokumen Pribadi
Foto: Dokumen Pribadi

Selama beberapa kesempatan mendokumentasikan kawasan ini, saya menyaksikan kehidupan kecil yang tumbuh tanpa campur tangan manusia. 

Foto: Dokumen Pribadi
Foto: Dokumen Pribadi

Foto: Dokumen Pribadi
Foto: Dokumen Pribadi

Foto: Dokumen Pribadi
Foto: Dokumen Pribadi

Mulai dari burung tekukur yang mengais tanah, suara merdu burung di atas ranting, capung dengan sayap berembun yang hinggap di rerumputan, hingga bekicot yang perlahan merayap ditemani suara jangkrik yang menciptakan harmoni alam yang indah. 

Foto: Dokumen Pribadi
Foto: Dokumen Pribadi

Bahkan rawa-rawa kecil yang ada di kawasan itu, ternyata menjadi habitat alami bagi kepiting rawa yang bersembunyi dan berlari ketika saya mendekat.

Foto: Dokumen Pribadi
Foto: Dokumen Pribadi

Sebagai bagian dari Pilkada Hijau, saya rasa penting bagi para calon pemimpin untuk melihat kisah kawasan Fasosfasum ini sebagai cerminan banyak lahan hijau di kota yang berpotensi namun tak terurus. Mengapa sudah 25 tahun tanah ini tak tersentuh? Pada setiap janji kampanye para calon sering kali berbicara tentang pembangunan berkelanjutan, tetapi apa artinya jika lahan-lahan yang sudah ada dibiarkan terbengkalai?

1. Mengapa Potensi Alam Fasosfasum Dibiarkan?

Potensi kawasan Fasosfasum sebagai ruang hijau bukan sekadar fantasi, melainkan kebutuhan nyata. Kawasan ini bisa menjadi paru-paru kota, tempat belajar dan rekreasi bagi warga sekitar, serta habitat alami bagi satwa-satwa kecil yang kini sudah jarang terlihat di tengah hiruk-pikuk kota. Sayangnya kurangnya komitmen untuk merealisasikan rencana ini membuat kawasan tersebut tertinggal dan terbengkalai, hingga kini hanya meninggalkan janji-janji semu.

Alasan mengapa area seperti ini terbengkalai sering kali berkaitan dengan keterbatasan anggaran, pergeseran prioritas atau kurangnya kemauan politik. Tapi ketika isu lingkungan semakin kritis, sudah saatnya pemimpin daerah menjadikan kawasan seperti Fasosfasum sebagai prioritas pembangunan. 

Pada periode jangka panjang taman kota merupakan tempat hijau yang indah, lebih dari itu adalah aset ekologi dan investasi kesehatan masyarakat.

2. Apa yang Dibutuhkan untuk Menghidupkan Kembali Kawasan Fasosfasum?

Melalui Pilkada Hijau, inilah kesempatan bagi calon kepala daerah untuk memberikan aksi nyata dalam bidang lingkungan. Beberapa langkah yang bisa diambil untuk merealisasikan mimpi taman kota di kawasan Fasosfasum antara lain:

  • Memprioritaskan Anggaran untuk Pembangunan Taman Kota.
    Mengalokasikan sebagian anggaran daerah untuk membangun dan merawat ruang terbuka hijau ini selain berdampak pada lingkungan, juga berkontribusi pada kesehatan dan kesejahteraan warga. Fasosfasum bisa menjadi model bagaimana ruang hijau yang dikelola dengan baik akan berefek positif bagi masyarakat sekitar.

  • Kolaborasi dengan Komunitas Lingkungan dan Sekolah.
    Melibatkan komunitas kepencintaalaman, sekolah, dan warga sekitar dalam program penghijauan kawasan Fasosfasum akan menciptakan rasa memiliki dan komitmen bersama. Misalnya, pelajar bisa dilibatkan dalam program edukasi alam, sementara komunitas lingkungan dapat membantu dalam kegiatan konservasi dan pelestarian.

  • Membuat Rencana Jangka Panjang untuk Taman Kota.
    Kawasan Fasosfasum harus dikelola dengan visi jangka panjang, ini berarti pemimpin yang terpilih harus merancang program pembangunan yang mempertimbangkan aspek keberlanjutan dan konservasi. Selain infrastruktur hijau, perlu adanya regulasi ketat yang melindungi area ini dari konversi lahan.

3. Kawasan Fasosfasum Sebagai Representasi Pilkada Hijau

Kisah 25 tahun kawasan Fasosfasum yang belum tersentuh menjadi bukti nyata bahwa Pilkada Hijau harus menjadi prioritas. Fasosfasum di atas adalah bukti bahwa ada sumber daya alam yang tidak tergarap, menunggu sentuhan dari pemimpin yang peduli lingkungan.

Bagi para calon pemimpin, Pilkada Hijau adalah kesempatan untuk menciptakan perubahan yang nyata dan bertanggung jawab. Bukan sekadar janji, tetapi aksi konkret yang bisa dirasakan oleh masyarakat. 

Dengan membangun taman kota di kawasan Fasosfasum, pemimpin daerah dapat menunjukkan komitmennya dalam mendukung keberlanjutan lingkungan, dan ini akan menjadi warisan yang berharga bagi generasi mendatang.

4. Tantangan Mengubah Janji Lingkungan Menjadi Aksi Nyata

Jika lahan hijau seperti Fasosfasum terus dibiarkan tanpa perhatian, apa yang akan tersisa untuk anak cucu kita? Pilkada Hijau harus melibatkan aksi nyata yang dapat diukur dan diawasi oleh masyarakat. Setiap calon pemimpin yang serius ingin melestarikan lingkungan harus memahami bahwa mengelola ruang hijau bukanlah proyek jangka pendek, tetapi investasi panjang untuk masa depan yang lebih hijau.


Video "Panggilan Pelestarian Alam Semakin Mendesak" adalah peringatan akan pentingnya aksi nyata di atas kata-kata. Mungkin tidak ada yang terlalu terlambat untuk mewujudkan harapan ini. Semoga Pilkada kali ini menjadi titik balik untuk merealisasikan ruang-ruang hijau yang selama ini hanya menjadi janji tanpa bukti.

Mendukung Pilkada Hijau Demi Masa Depan yang Lebih Lestari

Melalui Pilkada Hijau, mari kita berikan suara kepada calon pemimpin yang peduli dan bersedia melakukan langkah konkret untuk lingkungan. Kawasan Fasosfasum dapat menjadi model awal untuk pembangunan ruang hijau lainnya yang mungkin terbengkalai di berbagai kota. 

Dengan demikian kita tidak hanya mendukung pemimpin yang visioner, tetapi juga menyelamatkan alam yang diam-diam telah memberikan kehidupan bagi makhluk kecil di dalamnya.

Pilkada Hijau adalah kesempatan untuk memulai perubahan, dan bersama-sama kita bisa membuat komitmen ini nyata. Kawasan Fasosfasum yang terabaikan selama 25 tahun, adalah cerminan bagaimana potensi alam tidak boleh diabaikan. 

Saya percaya jika masyarakat dan pemimpin bersatu untuk menghijaukan kota, alam akan kembali tersenyum untuk kita semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4