Sebelum Pandemi Covid-19 terjadi saya sempat berkunjung ke Tebing Breksi, Yogyakarta. Ternyata di tempat pada saat itu sedang berlangsung International Folklore Festival 2019 yang berasal dari 20 negara.
Acara yang digagas oleh Pemerintah DIY dan Dinas Pariwisata DIY ini manampilkan sejumlah permainan rakyat yang dimainkan oleh para wna. Permaianan seperti enggrang, sendal kayu berbaris, tembak-tembakan karet hingga gasing bambu.
Di samping permaianan tradisional juga ada pertunjukan seni ada tari Angguk, Jathilan, Reog Wayang, Badui Sleman, Musik dan Gamelan serta ada juga Flasmob tarian.
Salah satu tampilan unik dalam acara tersebut adalah Tari Edan-Edanan. Tari Edan-Edanan diperagakan oleh anak-anak muda secara enerjik dan kocak.
Sesuai nama tarinya hampir semua gerakan yang diperagakan benar-benar edan-edanan atau gila-gilaan. Tentu saja gerakan gerakan yang ditampilkan memancing tawa penonton. Dengan riasan penari yang dibuat kocak semakin menambah nuansa gila pada tari tersebut. Gerakan saling dorong, kejar-kejaran bahkan gendong-gendongan semakin memancing tawa penonton.
Meski demikian bukan berarti tarian ini dibawakan secara asal atau serampangan. Gerakan-gerakan dinamis yang selaras dengan irama musik membuat tarian ini terlihat semakin menarik.
Tari Edan Edanan , biasanya digunakan sebagai salah satu rangkaian prosesi pernikahan adat jawa. Didandani layaknya orang gila dan menarikan tarian yang tidak terpaku pada irama, membuat banyak orang menganggap bahwa tarian ini hanya sebagai hiburan semata.
Padahal, tarian edan-edanan memiliki makna mendalam tentang kehidupan manusia. Tarian ini awalnya hanya ditarikan di keraton Yogyakarta.
Tari ini sering ditariakan saat proses manten agung keluarga keraton. Tarian edan-edanan dilambangkan sebagai kaulnya abdi dalem, abdi dalem merasa gembira karena tuannya memasuki kehidupan baru, yakni kehidupan berumah tangga.
Pada perekembanganny seorang seniman tari dari Yogyakarta memodifikasi tari edan edana menjadi tari edan edanan nirbaya.