Ali Musri Syam
Ali Musri Syam Sekretaris

Pekerja, menyukai sastra khususnya puisi, olahraga khususnya sepakbola, sosial politik. Karena Menulis adalah cara paripurna mengeja zaman, menulis adalah jalan setapak menjejalkan dan menjejakkan kaki dalam rautan sejarah, menulis menisbahkan diri bagi peradaban dan keberadaban. (Bulukumba, Makassar, Balikpapan, Penajam Paser Utara) https://www.facebook.com/alimusrisyam https://www.instagram.com/alimusrisyam/

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

Musikalisasi Puisi: Perahuku Tak Sampai Ke Samudera

9 Maret 2024   20:50 Diperbarui: 10 Maret 2024   05:57 1325 58 14

Musikalisasi Puisi Perahuku tak Sampai Ke Samudera/ Dokpri @ams99 by. TextArt
Musikalisasi Puisi Perahuku tak Sampai Ke Samudera/ Dokpri @ams99 by. TextArt

Musikalisasi Puisi ini saya persembahkan kepada Kompasiana dan segenap Keluarga Besar Rumah Besar Bersama ini.

Sebagai Penulis Puisi sungguh sebuah apresiasi besar bagi saya bisa diakomodir sedemikian rupa, sehingga puisi-puisi saya bisa tersimpan dan terekspos dengan baik dan bisa di baca oleh khalayak pembaca.

Musikalisasi puisi ini hadir untuk memberikan warna lain dari menikmati puisi yang telah saya cipta, sekaligus sebagai manifestasi apresiasi atas terpilihnya puisi ini menjadi Artikel Utama.

Semoga berkenan menikmati.
Wassalam
Ali Musti Syam Puang Antong
Balikpapan, 9 Maret 2024

***
Judul Puisi: Perahuku tak Sampai Ke Samudera
Karya: Ali Musri Syam Puang Antong
Titimangsa: Balikpapan, 17 Januari 2021
Pembaca puisi: Ali Musri Syam Puang Antong
Video Editor: Satria Effendi

Terima Kasih Telah Menonton Musikalisasi Puisinya.
Harap Berkenan: Subscribed, Komentar  Like dan Share.

Link Video Youtubenya:

https://www.youtube.com/watch?v=yKPxCW5rot0

https://www.youtube.com/watch?v=yKPxCW5rot0


Link Channel Youtubenya:
https://www.youtube.com/@alimusrisyam552

Link Tulisan Puisinya:
https://www.kompasiana.com/alimusrisyam/600509e48ede48417b4b1792/perahuku-tak-sampai-ke-samudera

***
Puisi: Perahuku tak Sampai Ke Samudera

Ketika masih kanak-kanak, aku suka membuat perahu dari kertas. Pada hari Ahad, aku memohon pada ayah untuk mengantarku ke sungai.

Sampai di tepinya; kulayarkan perahu itu.

Namun sebelum kulepaskan, aku memberinya tiang dan kuberi bendera juga dari kertas. Tiangnya terbuat dari lidi, kuambil dari pelepah kelapa yang jatuh di pinggir sungai, dan kertasnya kuberi warna merah putih.

Setelah merasa paripurna, kutaruh kapalku itu secara pelan, lalu kulepaskan dari jemari mungilku. Arusnya cukup tenang, tidak seperti pikiranku yang berkecamuk.

Perahu itu pun berlayar perlahan namun konstan, ke tengah sungai, kemudian menuju ke hilir, hingga samar di mataku, sampai akhirnya ia menghilang.

"Ia akan menuju samudera luas," kata ayah memegang pundakku. Aku begitu riang, pulang ke rumah dengan segunung harapan.

Sesampai di rumah.

Aku berkata, "Ibu, perahuku telah berlayar ke samudera". Dan ketika tiba waktunya seluruh dunia akan melihatnya;

"Kokoh di lautan dan tidak akan karam."

Aku membuatnya dengan susah payah, bahannya dari pembungkus buku paling tebal yang ibu belikan,

Orang-orang akan tahu jika itu perahu milik Indonesia.

Lalu tiba-tiba kakak menimpali,

"Sebelum sampai ke samudera, kapalmu akan ditahan petugas di muara."

Lalu aku bertanya; kenapa dengan kapalku?
"Sebab kau memakaikan bendera merah putih!" jawabnya lugas.

Balikpapan, 17 Januari 2021
Ali Musri Syam Puang Antong