Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Diplomat

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

Akhir Hujan Bulan Juni dan Bulan Bung Karno

29 Juni 2024   09:51 Diperbarui: 29 Juni 2024   11:58 192 1 0



Hujan Bulan Juni
tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu

(1989)

---Sapardi Djoko Damono

Di atas adalah puisi Hujan Bulan Juni, sebuah puisi legendaris karya Sastrawan dan Guru Besar Fakultas Sastra Universitas Indonesia Sapardi Djoko Damono yang wafat pada 19 Juli 2020 dalam usia 80 tahun. Sejak dibuat pada tahun 1989, puisi ini terus beredar dan menjadi populer, bertransformasi menjadi novel dan ditampilkan di layar lebar dengan medium film.

Sebagai penikmat sastra amatiran, saya pun ikut membaca puisi Hujan Bulan Juni ini, merekamnya dan ditayangkan di kanal youtube arisheruutomo.

Membaca baim-baim puisi Hujan Bulan Juni, saya mendapat pesan bahwa Sapardi ingin menegaskan bahwa bulan Juni adalah bulan yang paling tabah dibanding bulan-bulan lainnya. Mengapa demikian?

Seperti diberitakan Kompas (15/06/2015), dalam acara peluncuran novel Hujan Bulan Juni di Gramedia Central Park, Jakarta Barat, Minggu (14/6/2015), Sapardi menyebutkan alasannya "Kalau saya tulis tentang hujan pada bulan Desember, Desember kan memang (musim) hujan. Kalau nulisnya hujan pada Desember, nanti enggak ada yang bertanya".

Sapardi pun kemudian menambahkan  "Pada 1989, ketika ia menulis puisi yang menjadi hit tersebut, hujan memang tak pernah jatuh pada bulan Juni". Jadi kalau ada yang bertanya "Adakah yang lebih tabah dari hujan pada bulan Juni?", maka jawabannya ada pada bait puisi Hujan Bulan Juni yang berbunyi, "Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni, dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu."

Bagaimana kalau ada yang bertanya "Adakah yang lebih bijak dan arif dari hujan bulan Juni?" Maka jawabannya ada pada bait-bait puisi Hujan Bulan Juni selanjutnya "tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni, dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu" dan "tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni, dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu".

Seperti halnya Sapardi yang menjadikan hujan bulan Juni sebagai bulan istimewa untuk menunjukkan ketabahan, kebijakan dan kearifan, maka Bangsa Indonesia pun menjadikan Juni sebagai bulan istimewa karena di bulan ini terdapat beberapa tanggal penting yang terjadi, mulai dari tanggal lahir dan wafat Sukarno, tanggal lahirnya Pancasila yang diprakarsai oleh Sukarno, disepakatinya rumusan Piagam Jakarta hingga tanggal kelahiran beberapa Presiden Indonesia lainnya.

Pertama, bulan Juni kerap disebut Bulan Bung Karno karena pada bulan ini Presiden pertama, Sukarno atau Bung Karno, dilahirkan pada 6 Juni 1901 di Surabaya. Kemudian pada 1 Juni 1945,di depan Sidang Badan P:erintis Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) Sukarno menyampaikan usulan dasar negara yang disebut sebagai Pancasila.

Masih berkaitan dengan Bung Karno, tanggal 21 Juni 1970 dikenal sebagai tanggal wafatnya Bung Karno di Jakarta dan kemudian dimakamkan di Blitar. Masih di bulan Juni, pada 22 Juni 1945 disepakati Piagam Jakarta oleh Panitia Sembilan yang diketuai Sukarno dan di dalamnya terdapat rumusan Pancasila yang berasal dari pidato Sukarno pada 1 Juni 1945

Juni disebut juga sebagai Bulan Pemimpin Bangsa Indonesia karena di bulan  ini lahir beberapa Presiden Indonesia, mulai dari Sang Proklamator Sukarno hingga Presiden ke-7 Indonesia, Joko Widodo. Lengkapnya, Presiden Indonesia yang lahir pada bulan Juni adalah Sukarno (1 Juni 1901), Soeharto (8 Juni 1921), Bacharuddin Jusuf Habibie  (25 Juni 1936) dan Joko Widodo (8 Juni 1961).

Bahwa Juni adalah bulan yang tabah, bijak dan arif semakin diperkuat dengan ditetapkannya tanggal 29 Juni sebagai hari untuk memperingati Hari Keluarga Nasional (Harganas) yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2016 melalui Keputusan Presiden No. 44 Tahun 2016. Peringatan dimaksudkan untuk menghargai peran penting keluarga dalam membangun masyarakat. Peringatan juga dimaksudkan untuk memperkuat fondasi keluarga sebagai unit terkecil yang berharga.

Hari ini, Sabtu 29 Juni 2024 adalah dua hari terakhir sebelum Juni 2024 berlalu. Setiap orang tentu saja memiliki kenangan akan bulan Juni, termasuk pembaca. Kenangan apa yang ada di benak pembaca terkait bulan Juni?