Hari ini bertepatan dengan hari kelahiran Eduard Douwes Dekker, 2 Maret 1820. Ia lebih dikenal dengan nama pena Multatuli. Sosoknya dikenang sebagai penulis yang berani mengkritik sistem kolonial Belanda di Hindia Belanda.
Melalui karya monumentalnya, "Max Havelaar," Multatuli menyuarakan ketidakadilan dan penindasan yang dialami oleh penduduk pribumi, khususnya di wilayah Lebak yang berpusat di Rangkasbitung.
Untuk mengenang dan menelusuri jejak sejarah penulis yang berpengaruh ini, saya ingin mengajak Kompasianer untuk menjelajahi Rangkasbitung, kota yang menjadi inspirasi utama dalam novel yang ditulis Multatuli.
Perjalanan ini akan membawa kita ke lokasi-lokasi penting yang menjadi saksi bisu kehidupan Multatuli dan penggambaran kondisi kolonial dalam "Max Havelaar." Kita akan mengunjungi Museum Multatuli, yang menyimpan berbagai artefak dan informasi tentang kehidupan dan karya sang penulis.
Selain itu, kita akan menelusuri situs-situs peninggalan kolonial lainnya di Rangkasbitung, yang memberikan gambaran lebih lengkap tentang sejarah kota ini pada masa penjajahan Belanda.
Melalui perjalanan ini, kita tidak hanya akan mengenang sosok Multatuli, tetapi juga memahami lebih dalam tentang sejarah kolonialisme di Indonesia. Jejak-jejak yang ditinggalkan Multatuli di Rangkasbitung menjadi pengingat akan perjuangan melawan ketidakadilan dan pentingnya menyuarakan kebenaran. Saksikan video selengkapnya.