Home Educator Omah Rame, Pengajar di BKB Nurul Fikri, Konselor Laktasi, Content Creator
Bulan Syaban lalu, saya berkesempatan berkunjung ke Bojonegoro. Saya ke desa Kedungadem Bojonegoro. Kampung halaman ibu mertua.
Di sana kebetulan sedang diadakan acara sedekah bumi dan ruwah desa.
Tradisi ruwah desa bertujuan untuk melakukan perawatan secara fisik dan nonfisik. Hubungan antara ruwatan dengan bulan Syaban (sebelum Ramadhan) ada dalam hal berbagi. Masyarakat Jawa biasa melakukan sedekah dengan cara membagikan makanan.
Sedekah dengan membagikan makanan ke tetangga maupun saudara. Sedangkan kepada yang sudah meninggal dunia, kita berbagi dalam bentuk doa.
Pemuka desa berharap, agar masyarakat terus melanjutkan tradisi sedekah bumi tersebut. Sebab, manusia sudah seharusnya saling berbagi kepada siapa pun.
Ruwah desa adalah tradisi yang harus kita lestarikan, karena itulah saatnya kita merawat desa, meruwat desa, berbagi kepada sesama, dan juga kepada alam semesta. Kita juga perlu menghormati alam dan lingkungan kita sehari-hari dengan cara merawat dan meruwat. Sebagaimana Islam dimaknai sebagai agama yang Rahmatan lil'alamin.
Acara yang sangat menarik dan penuh kebersamaan. Setelah membuat tumpeng yang diantarkan ke Balai Desa, masyarakat setempat makan bersama.
Uniknya, menu makan bersama adalah nasi urap-urap yang diletakkan di atas daun jati. Ibu-ibu bertugas mempersiapkan makan bersama ini secara gotong royong.
Agar lebih meriah, ada juga pembagian uang koin. Uang koin dihamburkan ke jalan, lalu masyarakat setempat akan berebut mengambilnya.
Sungguh tradisi yang unik dan patut untuk dilestarikan.
Lihat keseruan tradisi sedekah bumi dan ruwatan desa di Bojonegoro pada video berikut ini, ya.
#RamadanBercerita2024
#RamadanBercerita2024Hari10