Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.
Kegemarannya merawat tanaman di halaman rumah menjadi bibit semangat baru yang lama terpendam.
Tidak hanya bertani, Herman juga tertarik pada peternakan ayam petelur. Menurutnya, ayam petelur menawarkan siklus usaha yang relatif cepat.
Permintaan pasar relatif stabil karena telur selalu menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Bahkan ia seringkali tidak dapat memenuih pesanan pelanggan karena kekurangan telur.
Ia mulai dengan modal yang tidak terlalu besar. Membangun kandang sederhana dan membeli sekitar 1.000 ekor ayam petelur.
Herman yang pernah bekerja di Dinas Pertambangan Kabupaten Belu ini belajar dari nol. Ia belajar mengenai pakan, perawatan, hingga manajemen kesehatan ternak. Proses ini tidak mudah, namun justru menantangnya untuk terus belajar.
Keputusan banting stir ini juga menjadi inspirasi bagi banyak anak muda di kampungnya. Herman sering didatangi pemuda yang ingin belajar cara beternak ayam petelur atau menanam sayuran dengan metode sederhana tapi efektif.
Bahkan kini Ia membimbing beberapa siswa dari SMK yang menjalani Praktik Kerja Lapangan (PKL) di peternakan dan lahan pertanian miliknya.
Bagi Herman, beralih dari tambang ke pertanian bukan berarti kehilangan masa depan. Justru ia merasa mendapatkan kehidupan baru yang lebih bermakna, sehat, dan berdaya guna.
Pria yang sudah makan asam garam sebagai seorang geologist ini percaya bahwa pangan akan selalu dibutuhkan manusia, jauh lebih lama dibanding tambang.
Kini, ayah dari 3 anak ini dikenal bukan lagi sebagai pegiat tambang, melainkan sebagai pegiat pertanian dan peternakan yang penuh semangat.