Dari petani, kembali menjadi petani. Hampir separuh hidupnya, dihabiskan dalam kegiatan Community Development: bertani dan beternak, plus kegiatan peningkatan kapasitas hidup komunitas lainnya. Hidup bersama komunitas akar rumput itu sangat menyenangkan bagiku.
Tidak ada kegiatan petani yang menggembirakan, ketika tiba masanya untuk panen. Entah panen apa saja, wajah petani selalu terlihat bahagia.
Dua petani di Dusun Tebat Kangkung, Kampung Gunung Katun, Kecamatan Baradatu, Way Kanan juga mengalami hal yang sama. Hari itu, mereka panen kangkung.
Lebih menggembirakan lagi, panen kali ini terasa lain sebab Pak Lehan dan Mas Ipul panen bersama dengan siswa Praktik Kerja Lapangan (PKL) SMKN 1 Baradatu Way Kanan.
Usai briefing selama 10 menit mengenai tugas dan langkah-langkah kegiatan panen yang perlu dilakukan, para siswa pun turun bersama petani untuk panen.
Sebagian melakukan panen kangkung dengan cara memcabutnya, dua orang mencuci tanah dari akar sayuran di sungai kecil di sekitar yang mengalir.
Cara panen kangkung kali ini adalah dengan cara cabut. Selain dengan sistem dicabut, biasanya petani panen dengan cara potong sehingga bisa panen 2-3 kali.
Semua siswa PKL terlihat happy. Menariknya lagi, selama proses panen mereka lebih banyak berdiskusi mengenai prospek usatani kangkung.
Tak hanya sebatas bagaimana budidayanya, tetapi hingga pada aspek pemasaran hasil panen kangkung. Mereka sangat antusias untuk mengetahui sistem penjualan, harga, dan keuntungan dari bertanam kangkung.
Sesama siswa PKL juga terlibat dalam diskusi di antara mereka. Kali ini, siswa asal kompetensi keahlian Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura menjadi sumber informasi.
Sepianto, salah satu siswa tersebut dengan gembira menjelaskan bagaimana budidaya kangkung. Mulai dari penyiapan lahan, penyemaian benih, pemupukan, penyiraman, hingga penanganan hama dan penyakit.
Sharing is caring sepertinya diterapkan oleh mereka. Sebab ketika berkaitan dengan kompetensi lain, maka siswa dari kompetensi tersebut yang akan memberikan penjelasan dengan gaya bahasa ala mereka.
Dalam diskusi tentang budidaya dan pemasan kangkung, Pak Lehant menyebutkan kalau 2 bedeng kangkung habis 1/4 kg benih dengan harga Rp 20.000.
Tidak ada biaya pemupukan karena ia hanya menambahkan sarasah di sekitarnya. Air pun mudah untuk diperoleh, karena lahannya terlekat di dekat sungai kecil.
Setiap bedeng bisa menghasilkan 100 ikat kangkung yang dihargai dengan Rp 2.000 per ikat. Dengan demikian, 1 bedeng kangkung bisa menghasilkan Rp 200.000, dipotong biaya sekitar Rp 50.000.
Dengan demikian, Pak Lehan mendapatkan keuntungan bersih sekitar Rp 150.000 per bedeng.
Saat ini Ia memiliki 10 bedeng kangkung sehingga jika dikalikan maka Ia bisa mengantongi uang sebanyak Rp 1.500.000.
Pak Lehan tidak menjual hasil panennya ke Pasar Baradatu dan pasar lokal lain di sekitar. Akan tetapi tetangga dan pemborong sendiri yang datang dan membeli di lokasi.
Dengan adanya pembelian langsung di lokasi, maka pembeli bisa mendapatkan sayuran segar. Sementara petani tidak pusing lagi untuk memikirkan biaya transportasi ke pasar.
Ke depannya, Pak Lehan dan 4 petani lainnya akan mengusahakan beberapa komoditas lainnya seperti timun, cabai, terong, dan beberapa jenis sayuran lainnya dalam luas lahan hinga 1 hektar.***
Sumber Video: https://www.youtube.com/@gnafanu