Saya memulai hidup ini dengan menulis puisi dan cerita pendek, kemudian jadi wartawan, jadi pengelola media massa, jadi creative writer untuk biro iklan, jadi konsultan media massa, dan jadi pengelola data center untuk riset berbasis media massa. Saya akan terus bekerja dan berkarya dengan sesungguh hati, sampai helaan nafas terakhir. Karena menurut saya, dengan bekerja, harga diri saya terjaga, saya bisa berbagi dengan orang lain, dan semua itu membuat hidup ini jadi terasa lebih berarti.
Rita Effendy mengaduk-aduk perasaan. Kerinduan dan kehilangan, membuat kita melayang-layang. Kemudian, tercenung. Maafkan salahku saat-saat itu padamu. Biarkan kujawab semua dusta. Hah?
Dusta dalam Cinta
Dalam cinta, selalu ada dusta, sekecil apa pun itu. Ketika semua sudah berlalu, amarah pun mereda. Segalanya menjadi kenangan, yang tentu saja indah sebagai nyanyian. Apalagi bila yang menyanyikan itu Rita Effendy, dengan suara yang menyentuh.
Itulah yang terjadi pada Jumat, 19 Mei 2023 malam lalu, di Konser Swara Nostalgia di Balai Sarbini, Jakarta Selatan. Rita Effendy membawakan Januari yang Biru. Lagu yang mengharu-biru itu, semakin terasa nyes di hati, karena ia berduet dengan Henry Chaniago.
Duet yang romantis. Duet yang penuh dengan segala resah. Lagu ciptaan songwriter kenamaan, Dadang S. Manaf, tersebut, sesungguhnya adalah lagu yang pedih.
Meski pedih, sebagai nyanyian, tetaplah terasa indah. Kadang membuat kita tercenung. Mengingat masa lalu yang sudah terlampaui. Januari yang Biru pertama kali dirilis oleh Andi Meriem Matalatta tahun 1980, dalam album Cinta yang Hitam.
Pada 27 Januari 2023 lalu, lagu ciptaan Dadang S. Manaf tersebut, dirilis ulang sebagai single, oleh Henry Chaniago berduet dengan Nella Regar. Dan, pada Jumat, 19 Mei 2023 malam lalu, di Konser Swara Nostalgia, Henry membawakannya, berduet dengan Rita Effendy.
Dalam konteks nostalgia, Januari yang Biru tentulah sangat tepat. Lagu itu mewakili era 1980-an. Duet romantis Rita Effendy-Henry Chaniago tetap menjaga kejadulan-nya, tidak tergelincir untuk bergenit-genit di panggung. Sebaliknya, Irvan Band yang mengiringi mereka, berhasil mengurai perasaan penonton dengan nada-nada kekinian.
Pendekatan yang demikian, dipilih Konser Swara Nostalgia untuk menjaga keseimbangan, agar tontonan tersebut tidak sepenuhnya jadul. Penonton yang memenuhi Balai Sarbini malam itu, memang didominasi oleh generasi era 1980-1990-an, tapi mereka kan juga terpapar oleh musik kekinian.
Diiris Selamat Jalan
Tak hanya mengaduk-aduk perasaan, Rita Effendy juga mengiris-iris hati, ketika membawakan Selamat Jalan Kekasih.
Dengan penghayatan yang dalam, Rita Effendy menuruni tangga panggung, untuk mendekati penonton. Kesedihan tak terhindarkan. Beberapa kali Rita Effendy mengusap matanya, sembari terus bernyanyi. Ia menyalami beberapa penonton. Juga, mengapresiasi penonton yang hendak ber-welfie dengannya.
Agaknya, inilah kekhasan Konser Swara Nostalgia. Pengisi acara dengan penonton, demikian dekat. Baik secara fisik, maupun secara rasa. Bahkan, ada penonton perempuan yang sampai memeluk erat Rita Effendy. Nyanyian terus berlangsung, kedekatan senantiasa tercipta.
Ketika hendak kembali ke atas panggung, ada keribetan kecil dengan kostum yang dikenakan Rita Effendy. Ia nyeletuk dan penonton tertawa. Suasana nostalgia malam itu benar-benar tercipta secara alamiah. Interaksi pengisi acara dan penonton berlangsung secara leluasa.
Malam itu, Rita Effendy tampil bersama 13 penyanyi legendaris Indonesia, antara lain, Ermy Kullit, Endang S. Taurina, Elfa's Singers, Adjie Soetama, Ronny Waluya, Ratih Purwasih, Yana Julio, Tika Bisono, dan Irvan Band. Dari pencermatan saya, yang bernostalgia bukan hanya penonton. Para penyanyi itu nampaknya juga sudah lama tak saling jumpa secara fisik. Mereka pun saling bernostalgia.
Barangkali, karena dorongan untuk bernostalgia itulah, berbagai acara reuni digelar di banyak tempat. Mengenang masa lalu, berayun-ayun dengan segala kenangan. Momen nostalgia seringkali menjadi perekat, yang menghubungkan antara masa lampau dan masa depan. Semua itu membuat kita merasa adanya kesinambungan hidup.
Pakar nostalgia, Krystine Batcho, PhD., menyebut, nostalgia senantiasa menumbuhkan spirit, mengingatkan kita tentang sejumlah perubahan dan betapa kayanya kehidupan ini. Sebuah studi yang dipublikasikan di Journal of Experimental Social Psychology beberapa waktu lalu mengungkapkan, dengan bernostalgia, kita sesungguhnya sedang menyejahterakan diri secara psikologis.
Jakarta, 24 Mei 2023