Isson Khairul
Isson Khairul Jurnalis

Saya memulai hidup ini dengan menulis puisi dan cerita pendek, kemudian jadi wartawan, jadi pengelola media massa, jadi creative writer untuk biro iklan, jadi konsultan media massa, dan jadi pengelola data center untuk riset berbasis media massa. Saya akan terus bekerja dan berkarya dengan sesungguh hati, sampai helaan nafas terakhir. Karena menurut saya, dengan bekerja, harga diri saya terjaga, saya bisa berbagi dengan orang lain, dan semua itu membuat hidup ini jadi terasa lebih berarti.

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

Gunawan Wibisono, Sang Wartawan Panen Cabe

6 Desember 2023   20:47 Diperbarui: 6 Desember 2023   21:17 546 3 1


Harga cabe melambung tinggi. Rabu, 6 Desember 2023 ini, sahabat saya, Gunawan Wibisono, memasuki musim panen. Ia berkabar di laman facebook-nya, dengan menampilkan sejumlah foto tumpukan cabe yang telah dipetik. Warnanya merah menyala dan tentu saja menggiurkan.

Wartawan Peminat Pertanian

Gunawan Wibisono, wartawan peminat pertanian. Foto: Dok. GW
Gunawan Wibisono, wartawan peminat pertanian. Foto: Dok. GW

Gunawan Wibisono sesungguhnya seorang jurnalis. Ia beberapa tahun belakangan, mengelola media online bersama sejumlah rekan. Sebelumnya, ia adalah jurnalis di sejumlah media cetak. Antara lain, di majalah Hai, sebuah penerbitan dari Kompas Gramedia Group.

Kami berkawan, selain kerap bertemu di lapangan peliputan, juga karena connect dalam obrolan. Selain penikmat Sejarah Perang Dunia, Gunawan Wibisono memiliki perhatian besar terhadap dunia pertanian. Di waktu senggangnya, ia mengunjungi rekan-rekannya yang bertani di seputaran Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).

Di sela aktivitas jurnalistiknya, Gunawan Wibisono pun mulai bertani. Ia menanam cabe di kawasan pertanian di Bogor, Jawa Barat. Ia memang sudah lama bermukim di Kota Hujan tersebut. Ketika pandemi Covid-19 memuncak beberapa waktu lalu, kegiatan pertaniannya terhenti.

"Buruh tani banyak yang pulang kampung. Selain itu, suasana pandemi kurang kondusif untuk bertani. Untuk sementara, saya istirahat dulu sebagai petani," ujarnya, ketika kami ngopi bersama kawan-kawan komunitas jurnalis musik, film, dan hiburan.

Pada bulan Juni 2023 lalu, Gunawan Wibisono bercerita bahwa ia akan mulai kembali bertani. Persisnya, kembali berladang cabe. Kami pun men-support-nya dengan ngopi bareng di tengah area perladangannya, sembari menghirup udara segar kawasan Bogor.

Sejak kembali bertani, Gunawan Wibisono relatif jarang ngumpul-ngumpul dengan kawan-kawan di Jakarta. Aktivitasnya lebih banyak di seputaran Bogor saja. Tapi, secara online, kami intens berinteraksi. Melalui interaksi online itulah, saya mengikuti perkembangan ladang cabenya.

Foto dan video yang ia unggah tentang ladangnya di laman facebook-nya, mengesankan. Karena, pada awalnya, Gunawan Wibisono adalah fotografer sejati, sebelum kemudian merambah ke ranah tulis-menulis. "Dengan modal handphone saja, kini kita bisa menghasilkan foto dan video yang bagus," begitu ia selalu berkata.

Musim Panen Pun Tiba

Ternyata, waktu demikian cepat berlalu. Pada Rabu, 6 Desember 2023 ini, Gunawan Wibisono sudah memasuki musim panen. Beberapa hari sebelumnya, ia menampilkan foto, berada di tengah ladang cabe yang berbuah lebat. Dengan jaket serta topi kecoklatan, ia tersenyum tipis. Senyum menanti musim panen. Senyum seorang petani, sebagaimana layaknya petani di negeri tropis ini.

Bagi sebagian kawan, musim panen langsung dikaitkan dengan cuan. Apalagi, di hari-hari ini, harga cabe di pasaran sedang melambung tinggi. Pasokan cabe ke pasar, terbatas. Hukum ekonomi berlaku, jumlah produk terbatas dan permintaan tinggi, maka otomatis harga melejit tinggi.

Sebagai sahabat, saya tentu gembira, karena akhirnya Gunawan Wibisono sampai juga ke musim panen. Bisa memetik hasil di ladang cabe. Saya paham, semua itu adalah ujung dari perjuangannya berbulan-bulan di perladangan.

Dimulai dengan mengolah tanah yang kerontang, karena Gunawan Wibisono masuk perladangan ketika musim panas berlangsung garang. Menyiapkan bibit cabe sekaligus area tanam. Ia kemudian menggali sumur dalam, untuk mendapatkan air. Ia selanjutnya memasang instalasi irigasi tetes, agar tiap pohon cabe mendapatkan air sesuai kebutuhan.

Di sebuah gubuk yang sempit, Gunawan Wibisono melalui hari-hari sendirian, berkawan suara kodok dari segala arah perladangan. Kadang angin kencang bertiup tanpa diduga. Angin yang menggetarkan gubuk bambu, sekaligus menerpa pohon-pohon cabe yang baru beberapa jengkal dari tanah.

Dari dalam gubuk, Gunawan Wibisono memandang lanjaran bambu, yang menjadi sandaran pohon-pohon cabe. Lanjaran bambu itu sengaja dibuat menjulang, agar kokoh sebagai penopang hidup pohon-pohon cabe. Ditancapkan ke tanah dengan posisi saling menyilang, hingga nampak harmonis di tengah ladang.

"Menanam cabe di lahan hamparan, banyak yang harus dicermati. Bukan hanya hama tanaman, tapi juga gangguan keamanan. Karena itu, saya memilih bertahan hidup di gubuk di ladang," ujar Gunawan Wibisono sembari tertawa.

Untuk mengusir sepi, ia memotret suasana perladangan dalam berbagai kondisi. Momen matahari terbit, matahari terbenam, termasuk aktivitas warga desa di sekitar ladangnya. Semua itu ia unggah secara digital. Bagi saya dan kawan-kawan yang bermukim di hirup-pikuk kota, suasana desa yang serba asri itu, tentu saja bikin ngiler.

Gunawan Wibisono tertawa terkekeh-kekeh, karena kami tergoda untuk mengunjunginya di ladang cabe. Terus-terang, foto-foto suasana desa yang ia unggah, benar-benar menggoda. "Desa memang menggoda, apalagi ada cuan di sana," gumam saya.  

Jakarta, 6 Desember 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2