Saatnya kembali ke rumah, Om Yanuar dan Mas Rudi mengajak kami turun bersama. Alhamdulillah, merasakan saat menuju Bumi Tratasan Punthuk Doro perlu effort besar dan mendebarkan, tentunya saat turun kami butuh support mental maupun fisik jika kendaraan teman perjalanan kami rewel.
Turun dari area camping, perjalanan berlanjut turun ke arah Plaosan. Perlahan ayah mengemudikan mobil, tapi meski tanpa gas, mobil meluncur seperti anak panah lepas dari busurnya, padahal di kanan kiri adalah teras siring tanpa pagar.
"Pelan-pelan, Mas!" Aku memperingatkan suami yang menginjak rem pelan, dan lepas. Rem, lepas. Rem, lepas. Rem, lepas. Begitu yang diajarkan Om Januar dan Pak Haji Deni untuk menyiasati mesin matic saat jalan menurun.
Sedikit ngeri dan tegang, padahal views di kanan kiri jalan begitu indah. Bagi pengemudi mungkin terpaksa melewatkan keindahan alam yang menakjubkan.
Beruntung saat turun mental suamiku sudah sedikit pulih. Mengemudi pelan setelah tadi sempat meluncur nyaris tanpa kendali, padahal kanan kiri sawah dan tanaman petani yang kontur tanahnya miring.
Akhirnya mobil melaju stabil seperti biasanya meski harus pelan, sebab tepat di depan ada mobil dari camper juga yang berasal dari Kediri.
Sepertinya tadi jaraknya agak jauh, tapi sekarang jaraknya hanya beberapa meter dengan kondisi jalan yang terus menurun. Butuh fokus penuh untuk tetap jaga jarak dan dan menjaga laju kendaraan di saat turunan cukup ekstrem seperti ini.
Sampai di tikungan berbentuk U yang terus menurun dan berkelok, Aku sampai tahan nafas, karena di sinilah titik ekstrem jalur menuju Buper Tratasan. Dan di sinilah tadi sempat trouble.