Isti  Yogiswandani
Isti Yogiswandani Lainnya

Freelancer, suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Video Pilihan

Filosofi Teh Tubruk: Cara Primitif Menikmati Teh Lokal yang Ngangenin

24 Oktober 2025   05:33 Diperbarui: 24 Oktober 2025   06:24 317 25 12

1. Wangi

Mengacu pada aroma teh yang harum, seringkali diperkaya dengan bunga melati. Aroma ini melambangkan harapan dan semangat yang harus selalu dimiliki dalam menjalani hidup, yang terus semerbak mewangi dan terus terpelihara.

2. Panas (Hangat)

Teh harus disajikan dalam keadaan panas atau hangat. Ini bukan hanya untuk kenikmatan, tetapi melambangkan kehangatan, semangat, dan kebersamaan yang harus terus dijaga dalam hubungan sosial. Selalu hangat dan tidak pernah basi.

3. Legi (Manis)

Rasa manis, yang didapat dari gula batu atau gula pasir, melambangkan kehidupan yang harus dinikmati, serta tutur kata dan sikap yang manis dan menyenangkan dalam berinteraksi dengan orang lain. Bukan sugar coating, tapi sikap manis yang tulus penuh keakraban.


4. Kèntel (Kental)

Merujuk pada warna teh yang pekat dan kental. Ini diartikan sebagai kemantapan hati, ketegasan dalam prinsip, serta persahabatan yang erat dan mendalam. Tidak hanya di permukaan, tapi menyatu ke dalam seluruh jiwa dan raga. Kental tak terpisahkan.

Yuk nikmati teh tubruk (Dokumentasi pribadi: Isti Yogiswandani)
Yuk nikmati teh tubruk (Dokumentasi pribadi: Isti Yogiswandani)

Wanasgitel mengajarkan bahwa kualitas hidup tidak hanya dilihat dari penampilannya, tetapi juga dari esensi rasa, kehangatan hubungan, manisnya perilaku, dan ketegasan prinsip.

Kesederhanaan dan Kebersamaan

Teh tubruk secara khusus mencerminkan filosofi kesederhanaan. Cara penyajiannya yang lugas—cukup menyeduh daun teh kasar dengan air panas langsung dalam cangkir—adalah wujud dari sikap nrimo (menerima) dan tidak berlebihan, sebuah nilai luhur dalam kebudayaan Jawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4