KS Story
KS Story Petani

Kisah PNS Asyik Bertani Di Sebuah Kebun Mini Miliknya, KS Garden Kuansing Namanya. (Kebun Buah Yang Disinari Matahari, Sayuran Yang Berwarna Cerah, Mimpi Yang Dipanen, Keranjang Berlimpah, Usaha Yang Membuahkan Hasil, Akar Yang Bersemangat, Panen Manis, Dari Ladang Ke Meja Makan😅)

Selanjutnya

Tutup

Video

Pejuang Mimpi Episode 97 Menjadi Lebih Baik Dari Waktu Ke waktu

13 Juli 2025   21:13 Diperbarui: 13 Juli 2025   23:34 90 0 0

KS Story
KS Story




*Pejuang Mimpi Episode 97*
* Menjadi Lebih Baik Dari Waktu Ke waktu *

*"Jika orang lain memberikan penilaian kepada kita, entah itu positif entah itu negatif..., atau orang lain menganggap kita itu baik..., atau tidak baik..., __TIDAK ADA MASALAH. Karena itu adalah urusan mereka, dan bukan urusan kita. Urusan kita adalah..., menilai diri sendiri kemudian memperbaiki diri..., __SUPAYA LEBIH BAIK DARI WAKTU KE WAKTU. Jika orang lain berbicara kepada kita..., dengarkan dengan penuh perhatian. Tapi sekali lagi, tidak semua yang mereka sampaikan, __PERLU DIPIKIRKAN APALAGI DIMASUKKAN KE HATI.".

Ada yang selalu cemas terhadap penilaian orang lain, itu disebabkan karena dia begitu memikirkan self image dirinya yang harus sempurna di hadapan manusia lain. It is madness..., karena orang lain yang menilai tersebut dibesarkan dengan lingkungan berbeda, latar belakang yang berbeda..., dan juga cara pandang yang berbeda. Ini dengan sendirinya akan memberikan penilaian yang berbeda-beda terhadap diri kita.

Jadi artinya..., mencemaskan penilaian orang terhadap diri kita sendiri menjadikan kita budak dunia. Daripada cemas memikirkan apa yang dipikirkan orang lain yang dalam arti sebenarnya cemas terhadap self image kita sendiri yang kita create, lebih baik fokuskan apa yang menjadi kewajiban kita, alias lakukan apa saja sesuai dengan apa yang kita bisa dan mampu.

Ada pula orang yang berpikir dengan pemikirannya sendiri, tak hendak bergeser melihat dari sudut pandang orang lain. Ketidaktahuan bahwa orang lain menilai namun tak seperti yang dipikirkannya, menjadi sumber rasa cemas itu. Penilaian memang tak terelakkan di dunia sosial. Tapi kita, tak perlu cemas jika dapat menyempatkan berpikir dalam..., panjang..., dan luas. Inget, ya! Kita cuma punya dua tangan. Kalo digunakan untuk menutup mulut orang satu-satu, ya nggak akan cukup ta? Jadi yaudah, gunakan kedua tangan kita untuk tutup telinga kita ajah! Dan, kita nggak bisa menyenangkan semua orang..., enggak semua orang suka sama kita..., enggak semua orang juga benci sama kita. Stay focus sama diri dan hidup kita aja! Okey...!

Well, kalo secara keseluruhan penilaiannya bikin kita termotivasi, terinspirasi untuk upgrade diri ya nggak apa-apa. Walaupun kalimatnya ga ngenakin, ya ambil positifnya ajaa. Tapi kalo kita merasa penilaiannya lebih banyak jelek-jelekin kita..., bikin kita down, ya abaikan aja! Tutup aja telinga kita! Kembali  kita sibukkan dengan hal-hal yang mesti kita fokuskan dalam diri kita, __dalam hidup kita.

Penilaian orang lain adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari lingkungan kerja, pergaulan, hingga keluarga. Seringkali kita menemukan orang-orang yang menilai kita berdasarkan penampilan, perilaku, atau prestasi yang telah dicapai. Namun, bagaimana cara kita menyikapi penilaian orang lain...., __ITULAH YANG LEBIH PENTING.  

Okeh dear...,
Saya mau share bagaimana sikap saya menghadapi penilaian negatif dari orang lain dalam hidup. Eh, ada lho, dampak negatif dari terlalu memikirkan penilaian orang lain. Mengapa saya harus cemas atas penilaian orang lain? Ada alasan saya, mengapa saya gak perlu hidup berdasarkan penilaian orang lain. Urusan saya adalah..., menilai diri sendiri kemudian memperbaiki diri..., __ MENJADI LEBIH BAIK DARI WAKTU KE WAKTU. Episode ini saya tulis bukan hanya sebagai saran kepada kamu, tetapi juga pengingat untuk diri saya sendiri.

Pengalaman Pribadi;
Misalnya nih, kebutuhan untuk dipandang terhormat adalah hal yang sangat penting. Oke, __saya pikirkan. Sudahkah selama ini saya konsisten mengupayakannya di seantero hidup saya? Apakah A yang tahu sisi lain diri saya itu, akan memandang rendah saya setelah dia tahu sesuatu hal tentang saya...? Bagaimana jika ternyata saya saja yang berpikir berlebihan? A yang betul-betul tahu, tapi hanya sebatas itu saja kok. Dia menunjukkan dia tahu itu, pasti penuh pertimbangan dia melakukannya. Saya dapat melihat maksudnya baik..., hendak membuat saya berefleksi. Tapi apa yang diketahuinya, toh, tidak diceritakannya. Lagipula, sejauh pengenalan saya, A bukan orang yang gemar mencampuri urusan pribadi orang lain. A menunjukkan dia tahu sesuatu, tetapi tak berbagi apa yang diketahuinya itu. Bagus dia membuat saya tahu kalau dia tahu, daripada berpura-pura tak tahu apa-apa. Padahal saya pun tahu dia sudah tahu tentang saya, yang saya tutupi sejauh ini. Kalau dia pura-pura tak tahu, saya juga berlaku begitu, ah, tindakan pura-pura kami itu bakal melelahkan fisik dan mental hahaha, juga pula mengancam kesehatan hubungan kami.

Dengan kata lain, saya sebetulnya aman. A tetaplah A yang penuh hormat pada saya, namun situasi yang dihadapinya memang wajar membuatnya begitu. Bagus dia berbagi pemaknaan peristiwa, dan hanya itu saja. Dia tidak mempermalukan saya. Dia tidak merusak reputasi saya. Tak ada siapa-siapa yang dia ceritakan soal ini. So, saya tak perlu cemas. Lebih baik saya berbenah juga, agar menata diri, berkaca dari peristiwa ini. Pula berbaik-baik dengan A, terlalu banyak hal baik terjadi bersamanya. Sayang sekali kalau rusak hanya karena saya berkeras dengan pandangan saya sendiri. Contoh itu mah. Saya tak tahu apa yang mencemaskan orang lain.

Balik lagi kepada cemas atas penilaian orang lain, tanyakan: apakah orang lain itu pantas untuk dicemaskan penilaiannya? Saya tidak bisa menjadi orang yang disukai oleh semua orang..., atau memuaskan semua orang. Sekali lagi, seperti yang saya katakan sebelumnya, __orang lain dibesarkan dengan latar belakang yang berbeda..., lingkungan yang berbeda..., dan tentunya juga cara pandang yang berbeda. Dan jeleknya, dengan semua perbedaan latar belakang tersebut, __orang yang dengan mudahnya menjudge orang lain itu, ia memaksakan kehendak dan penilaiannya.

Dont get me wrong! Saya tidak menasehati orang lain untuk cuek ya, atau tidak pedulian terhadap lingkungan sekitar. Lakukan aja, apa yang menjadi kewajiban kamu, pekerjaan kamu..., dan juga tanggung jawab kamu. Jika nantinya hasil kamu akan dinilai buruk atau baik.. ,itu di luar kendali kamu. Sayangi diri untuk tidak terlalu memikirkan self image yang harus sempurna, bahkan kata yang benama "sempurna" seringnya merupakan wujud dari segala nafsu, fantasy, imajinasi dan keinginan seorang yang mengucapkannya. Sempurna versi si A akan lain dengan sempurna versi si B.

Hidup ini cerminan diri, cemas terhadap penilaian orang sejatinya adalah cemas terhadap tuntutan self image yang harus sempurna dihadapan orang banyak. Padahal ya, definisi sempurna, __kitalah yang ciptakan sendiri berdasarkan imajinasi dan keinginan kita. Dan jika yang menilai kita adalah orang tua kita, berarti dia yang cemas akan self image-nya sendiri untuk mempunyai keluarga yang super sempurna. Mungkin agar bisa mendapat pengakuan dari tetangga dan keluarga besar..., meski si anak sudah berusaha semaksimal mungkin dalam hal pekerjaannya.

Nah. Sekarang pikirkanlah! Value seorang manusia itu dinilai dari apa, sehingga bisa menjadi manusia yang berharga? Mengapa kamu selalu merasa cemas dan takut untuk dibenci oleh orang lain? Mengapa kamu takut akan penilaian orang lain terhadap kamu? Bagaimana kamu menanggapi semua penilaian orang lain tentang dirimu? Apakah ada penilaian orang lain terhadap diri kamu yang ingin kamu sanggah?

Kalo saya, __ADA. Jika orang lain berbicara kepada saya..., saya dengarkan dengan penuh perhatian. Tapi sekali lagi, tidak semua yang mereka sampaikan, __PERLU  SAYA PIKIRKAN APALAGI DIMASUKKAN KE HATI. Ini sedikit rumit, tapi hal ini cukup menjelaskan. Simak sampai selesai, ya!

Ini ada penjelasan psikologis nya namun saya tidak punya kredensial terkait itu. Tetapi pengalaman pribadi saya lebih ke saya tidak mau dipandang buruk oleh orang lain. Ini lebih ke citra diri yang ingin saya bangun. Karena apa? Karena, adakalanya citra diri yang buruk bisa menyabotase kita dari kesuksesan dalam segala aspek. Entah itu kehidupan sosial..., bisnis..., karir, bahkan sampai urusan hubungan dengan lawan jenis dan memaintain hubungan karena saya sudah memiliki pasangan. Seiring bertambah usia, circle saya kecil..., __tapi nyaman. Jadi kalo salah satu diantara kita ga bisa ikut ngumpul.., ga jadi bahan omongan.

Nobar mulai agak berkurang banyak. Saya lebih tidak peduli lagi. Siapapun orangnya mau menghakimi saya silahkan saja. Bukan urusan saya, urusan saya adalah bagaimana cara membuat diri saya tidak terlalu memikirkan penilaian atau prasangka orang. Juga tentang bagaimana cara menyikapi penilaian orang yang salah terhadap sayaa. Mengapa orang lain bisa menilai saya buruk..., padahal mereka belum mengenal saya secara langsung. Dan mengapa mereka dengan mudah percaya omongan orang lain, padahal itu belum tentu benar.

Saya akan jawab secara simpel aja ya. "Kita hidupnya berkelompok". Mau tidak mau, ingin tidak ingin, bisa tidak bisa, asumsi atau penilaian dari orang lain itu pasti terdengar oleh kita. Entah itu kebenaran atau tidak, entah bertujuan baik atau tidak, pasti akan diperhitungkan. Saya menginginkan 1 hal yang simpel aja. "Saya ingin hidup tenang dan damai". Dengan cara itu saya harus dinilai baik, dan tidak mengakibatkan hal yang sebaliknya hanya gara-gara penilaian tidak baik. Setiap manusia ingin tampil baik dan mendapat penilaian baik dari orang lain. Tapi ya, saya tidak sampai kayak yang ada ketakutan tersendiri mendapat penolakan dan dijauhi apabila diri saya tidak sesuai dengan harapan orang lain.

Tahukah kamu?
Pada akhirnya kamu akan lelah saat hidup kamu selalu berpatokan pada penilaian orang lain. Memang sih, setiap yang dilakukan tentu akan menimbulkan pro dan kontra bahkan hal baik sekalipun. Penilaian orang lain pun subjektif kuq, tergantung persepsinya. Sehingga bisa tepat..., kurang tepat atau tidak tepat..., yang mengerti hal ini adalah diri sendiri. Penilaian orang lain berada di luar kendali saya. Maka saya, baiknya fokus pada diri sendiri. Melakukan yang terbaik semampu saya..., tidak perlu terlalu pusing akan penilaian orang lain yang beragam dan subjektif. Akan tetapi, ada dua sikap untuk merespons penilaian berisi kritikan. Jika kritikan orang lain itu membangun, saya akan mendengarnya sebagai masukan. Saya jadikan itu sebagai media perbaikan diri. Tapi jika tidak, saya abaikan. Tidak terlalu saya pikirkan. Tidak yang sampai, kritikan itu mengganggu pikiran saya. Konsep ini saya ambil dari *buku Live Simply, Give Love, Make History.*

Nama baik itu penting. *Billy Boen, Founder Young On Top bilang..., "Kalau nama baik kita selalu terjaga, banyak kesempatan yang akan datang".* Menjaga nama baik itu jauh lebih penting. Tapi, ada yang lebih penting dari itu, yaitu menjaga tingkah laku kita. Karena nama baik akan seiring dengan tingkah laku yang baik. Tidak usah "menjilat" atasan, agar mendapat penilaian bagus. Cukup tunjukkan kinerja terbaik, maka atasan akan suka. Sebaiknya jangan merusak nama baik orang lain, demi mendapat nama baik sendiri. Seperti menceritakan keburukan orang lain atau memfitnahnya. Kita pun punya keburukan sendiri, berkacalah! Penilaian orang lain akan berbanding lurus dengan perilaku. Meskipun tak selalu, kadang perilaku sudah baik pun, dianggap sebaliknya hehehe. Ya sudah, tidak apa-apa. Teruslah berbuat baik..., dan kurangi memikirkan terlalu dalam penilaian orang lain. Emas akan selalu jadi emas, walaupun ada di lumpur berbau sekalipun.

Karena kita makhluk sosial..., kita normalnya berinteraksi dengan manusia lain. Penilaian orang lain pasti berbeda-beda, disesuaikan dengan pemahaman yang diketahuinya. Maksudnya, mereka butuh parameter semacam alat ukur/patokan standar untuk menilai. Koq bisa cemas? Ya, mungkin khawatir itu bisa muncul karena orang tu merasa tidak yakin dengan penilaian diri sendiri. Harusnya ya, kita yang tetap belajar. Bisa jadi apa yang disampaikan orang lain itu, ada faedahnya. Dan kita juga harus mengabaikan penilaian orang lain yang iri atau tidak berpengaruh mengenai diri kita. Jadi? Percaya dirilah dan tetap tetap semangat membuktikan tanpa harus berkata-kata, biarkan orang lain yang tahu kita yang membela kita dengan sukarela, __ketika penilaian orang lain tidak sepenuhnya sesuai. Hidup untuk Tertawa. Tertawa untuk Hidup.

Banyak orang tu ya, mempunyai kecenderungan untuk takut terisolasi dari sosial. Validasi orang lain merupakan indikator sederhana, namun dangkal. Yang biasanya dijadikan acuan bahwa ia diterima sosial. Sistem ini sudah otomatis terpasang dalam diri manusia sehingga responnya pun masuk kedalam alam bawah sadar. Apa kamu bisa meminimalisir kecemasan atas penilaian orang lain? Jawabannya, bisa. Tinggal bawa aja responnya ke alam sadar dengan cara menemukan jawaban dari pertanyaan. Kenapa gak perlu cemas saat orang lain menilai diri kita mau baik atau buruk? Konklusinya ntar bakal bisa bodo amat. Proses sama bentuknya gak tahu, kayaknya masing-masing orang memiliki perbedaan deh.

Itu sudah kodrat nya manusia, yaitu mendengarkan pendapat orang untuk berkaca diri di lingkungan masyarakat apakah kita sudah baik atau belum? Tapi jangan pula, kita terlalu memikirkan penilaian orang selama itu tidak menggangu. Di lingkungan itu, kita jadikan saja itu sebagai motivasi dan untuk mengkoreksi diri. Tetap saja tampilkan, apa yang diri kita mau..., dan yang membuat kita bahagia, __selama itu tidak merugikan orang lain. Saya sudah masa bodo. Semua orang peduli pada dirinya sendiri. Ada yang menghina demi menaikan dirinya sendiri. Hanya orang-orang kalah dalam kehidupan seperti ini. Salah satu istri pekerja saya di kebun, kerjanya dirumah tiduran aja, suaminya sibuk ke kebun. Padahal kan, apa salahnya dia nanya saya bisa kerja atau apa gitu di kebun saya. Rumahnya saya lihat cam kapal pecah. "Kok ya bisa, tiduran di posisi rumah yang klo Ji putra saya masuk numpang ke kamar mandinya, Ji jinjit-jinjit kaki sampe bilang ih, orang ini kerjaanya dirumah apa aja sih, ma?".

Itulah bedanya setiap orang. Saya aja ke kebun, kadang ikutan aja kerja apa kek gitu ya. Kan ga apa-apa, sambil olahraga. Hhmm, apa katanya istri mas S itu? "Udah pegawe kok masih mau kerja gini sih, bu?". Ha, saya bales aja, "daripada lu nikah ngutang mulu, suami sibuk kerja, lu bisa-bisanya tiduran di atas rumah berpasir". Muak saya, dikasih rumah gratis, ga dirawat. Saya malah senang lagi, ketika ga lama setelah saya skakmat itu, ga ada angin ga ada hujan mendadak ia pengen pulang kampung. Ya udah, pulang aja sana, kan. Mungkin dia tahu, saya mulai muak liat dia huahaha. Ya iya...., dia ga penting pun, buat saya. Ga cuma dia aja yang harus saya pikirkan. Ikan kembung ikan gabus, kalo mau kerja sama saya tapi banyak bingung, cepat pergi dari saya malah bagus.

Lucunya, orang sekitar akan bertanya-tanya tuh. Mengapa dia ini pergi ninggalin saya? Jangan-jangan ini, jangan-jangan itu. Jangan-jangan KS cerewet, banyak ngatur. Ya iyalah ngatur, usaha-usaha gue, heh. Atau jangan-jangan ga dibayar gajinya. Ya lu cek aja bon nya ke gue berapa setelah ia berdua pergi. Uang cabe gue berapa notanya yang ia tilap. Emangnya saya kehilangan dia? Kan, enggak. Emangnya kalo ga ada dia, usaha saya akan tutup? Kan enggak juga ha-ha. Manusia memang sering mencari kesalahan orang lain. Saya kan ga cerita, tiba-tiba udah potong rambuut. Ya, saya ga mau ceritain buruknya orang yang kerja sama saya sampe dia berhenti karena saya skakmat terus. Menurut saya ya, ga penting juga kan, saya menceritakan intern usaha saya segala kepada orang lain yang tidak ada kaitannya sama saya. Orang lain cuma penonton, kuq. Saya yang ngerasain, ga enak lho hidup bawa orang kerja sama kita, malah hati kita yang tersiksa. Ha. Haters harus tau ituuw.

Hh. Manusia tuh sering banget ya, nyari kesalahan orang lain kayak yang itu semacam jadi mechanism buat ngelindungin diri sendiri.
Mungkin cermin dirumahnya retak, jadi yang dilihat kekurangan orang lain, bukan kemiskinan wawasan dia itu sendiri. Kayak gini, saat seseorang insecure atau ngerasa hidupnya lagi not in control, kadang dia ngerasa lebih baik kalau bisa nunjuk-nunjuk kesalahan orang lain. It gives them a fake sense of superiority, walau sebenernya itu cuma topeng buat nutupin kekurangannya sendiri. Terus, kadang orang tuh emang punya kebutuhan buat ngerasa "lebih baik." Kalo liat orang lain gagal, atau salah, kayak ada perasaan lega gitu lho,"at least bukan gue yang kayak gitu."

Menurut saya, kadang..., orang yang suka cari kesalahan orang lain, __mungkin karena dia belum selesai sama diri sendiri. Dia nge-zoom ke kekurangan orang, biar bisa lupa sejenak sama luka atau kekurangan dia sendiri. Dan jujur aja..., itu manusiawi. Ada kalanya orang ngerasa insecure. Dia iri. Dia takut ketinggalan. Dan cara paling cepat buat naikin diri, ya dengan menjatuhin orang lain. Padahal itu gak bikin dia naik kelas, cuma bikin dia terjebak.

*Friedrich Nietzsche, seorang filsuf Jerman, pernah bilang: "Orang yang lemah, lebih senang menghakimi daripada memperbaiki."* Kalimat itu nyentil sih. Karena kadang orang lupa, tujuan hidup bukan buat nyari siapa yang paling salah, tapi siapa yang paling berani berubah. Cobalah kamu tanya ke diri kamu sendiri! "Kenapa aku sibuk ngomentarin dia? Apa aku takut ngadepin cermin buat diri sendiri?". Apakah kamu juga pernah ngerasa gitu? Seharusnya makin ke sini kamu sadar, fokus kamu seharusnya bukan pada siapa yang salah, tapi gimana caranya kamu  jadi lebih baik. Bukan buat orang lain, tapi buat kedamaian kamu sendiri. Ingat! Kita gak pernah tumbuh dari ngejatuhin orang, tapi kita tumbuh dari maafin, ngerti, dan ngaca. Okey!

It's sad, tapi itu realitas psikologis yang sering kejadian. Especially kalau seseorang belum berdamai sama dirinya sendiri, jadi nyari kesalahan orang tuh kadang bukan karena benci atau apa..., ya tapi karena dia lagi gak damai aza sama dirinya sendiri. Selain itu, dari kecil mungkin juga dikondisikan buat selalu liat mana yang salah dan mana yang benar. Lama-lama, tanpa sadar dia jadi gampang nge-judge. Bukan karena jahat, tapi karena otaknya udah kebiasaan ngebagi dunia jadi hitam-putih aja. Padahal hidup itu abu-abu banget, kayak langit mendung yang belum ketahuan bakal hujan apa nggak .

Terus ya, social validation juga punya peran gede lho. Nyari kesalahan orang lain tuh bisa jadi bahan obrolan yang seru buat sebagian orang hahaha. Kayak, gosipin si ini salah apa..., si itu ngapain. Ada semacam rasa belonging pas ikutan bahas kesalahan orang lain bareng-bareng, padahal sebenernya itu toxic banget kalau terus-terusan dilakuin.
Tapi saya percaya, makin dewasa seseorang itu..., makin dia belajar buat fokus ke dirinya sendiri. Karena capek juga kan, terus-terusan mikirin hidup orang. Kayak nonton drama yang gak kelar-kelar, padahal skrip hidup dia sendiri belum beres, wkwkka .

So, kalau saya ngerasa orang sering nyari salah saya, mungkin itu bukan tentang saya. Itu tentang mereka, yang belum selesai sama dirinya sendiri. Keep growing, keep glowing, jangan kebawa aura negatif! Saya deserve ketenangan, bukan keraguan !

*Kenapa orang selalu cemas...?*
Apakah kamu tahu? Salah satunya adalah kehadiran sosmed. Yang dulu, yang buat orang cemburu pas muda pada wanita yang banyak ditaksir, atau anak tetangga yang lebih berprestasi. Sekarang? Dengan melihat sosmed, kamu akan semakin tertampar bahwasanya di dunia ini banyak orang yang kamu rasa lebih beruntung. Kamu merasa kecil..., dekil..., dan hina. Padahal, kehidupan kamu baik-baik saja. Makan masih pake mulut, ngupil masih pake tangan. Makan tempe atau pizza, sama aja buat kenyang. Ya kan?

Saya ada alasan kenapa saya gak perlu hidup berdasarkan penilaian orang lain yang mungkin bisa membuat kamu paham. Dalam menjalani hidup, kita sering kali menilai dan juga dinilai orang lain tentang baik buruknya kehidupan. Bukan hanya dari segi penampilan, tapi segala macam aspek yang ada pada diri seseorang. Namun, menilai dan dinilai orang lain, tidak bisa menjadi acuan dalam hidup, bahkan sedikitnya ada banyak alasan saya gak perlu hidup berdasarkan penilaian orang lain. Untuk lebih jelasnya, yuk simak ulasan KS di bawah ini.

Hidup berdasarkan keinginan sendiri lebih membahagiakan dibandingkan diatur orang lain. Saya ingin hidup dengan bahagia atas dasar keinginan saya sendiri, tidak ada orang yang bisa mengatur atas jalan kehidupan saya, terkecuali atas kemauan diri saya sendiri. Untuk merealisasikan hal tersebut, saya gak boleh hidup berdasarkan penilaian orang lain. Kebahagiaan hanya diciptakan oleh diri sendiri, tidak dengan orang lain yang menilai hanya sekilas.

Menurut saya, setiap orang punya pandangannya masing-masing dalam menilai baik buruknya kehidupan. Setiap orang memiliki pola pikir yang berbeda antar satu sama lain..., baik buruknya kehidupan belum tentu dipandang sama, __sekalipun dalam satu ruang lingkup yang sama pula. Pada dasarnya, setiap orang memiliki pandangannya masing-masing dalam menilai baik buruknya kehidupan. Jika salah satu orang menilai baik, belum tentu orang yang lainnya berpikiran sama.

Saya juga menjalani hidup dengan penuh dengan kenyamanan dan tanpa paksaan. Pada dasarnya, hidup berdasarkan penilaian orang lain bukan sesuatu yang bisa dilakukan dengan mudah. Ya mengapa juga saya harus merelakan kenyamanan dalam menjalani hidup saya hanya karena kehidupan yang dijalani bukan atas dasar keinginan sendiri? Menjalani hidup harus penuh dengan kenyamanan..., dan tanpa ada paksaan sama sekali. Penilaian orang lain mungkin terdengar bagus bagi hidup saya, namun kenyamanan saya tetap menjadi yang utama dan nomor satu.

Tidak ada kehidupan yang sempurna, sekalipun berdasarkan penilaian orang lain. Saya sadar bahwa setiap orang ingin memiliki kehidupan yang sempurna dan tanpa kendala, tapi saya melakukan berbagai macam cara dan tidak hidup berdasarkan penilaian orang lain. Tidak akan ada kehidupan yang sempurna sekalipun berdasarkan penilaian orang lain. Apa yang mereka bilang sempurna belum tentu melekat dan cocok dalam pandangan saya sendiri. Saya ga mau membuat hidup saya selalu berada dalam kenyataan palsu. Perkataan atau penilaian orang lain belum tentu sebuah kejujuran dengan berdasarkan fakta yang ada, bukan tidak mungkin jika mereka menilai secara asal-asalan atau bahkan sebuah kebohongan. Hidup berdasarkan penilaian orang lain bisa membuat saya hidup dalam kenyataan palsu, apa yang mereka nilai dilihat secara sekilas dan apa yang dikatakannya bisa saja hanya bualan semata.

Ha. Itu dia deretan alasan saya gak perlu hidup berdasarkan penilaian orang lain. Sebaik apa pun niat orang lain..., tanpa ada kecocokan dengan karakter diri saya sendiri, semuanya tidak akan berjalan dengan baik. Sahabat KS, dalam perjalanan hidup ini, kita sering kali dihadapkan pada penilaian orang lain. Entah itu penilaian yang baik atau buruk, semuanya bisa mempengaruhi perasaan dan cara kita melihat diri sendiri. Namun, penilaian negatif dari orang lain seringkali lebih menonjol, meninggalkan jejak yang bisa membuat kita merasa rendah diri..., ragu..., atau bahkan marah. Faktanya, penilaian tersebut bukanlah ukuran sejati dari siapa kita. Yang penting adalah bagaimana kita meresponsnya.

Eh, ada lho, dampak negatif dari terlalu memikirkan penilaian orang. Terlalu peduli dengan pendapat orang lain, bisa memicu berbagai dampak negatif, mulai dari stres..., dan kecemasan, hingga kehilangan rasa percaya diri. Ketika kita mulai khawatir tentang bagaimana orang lain melihat kita, kita cenderung mengubah perilaku kita hanya untuk mendapatkan penerimaan mereka. Ini bisa membuat kita kehilangan identitas asli kita.

Saya menilai bagaimana media sosial memperburuk situasi ini. Dengan adanya platform seperti Instagram, dan TikTok, FB, __banyak orang tu ya merasa harus selalu tampil sempurna dan mendapatkan validasi dari orang lain. Lagipula katanya mereka kan, kita hidup di zaman di mana jumlah like dan komentar bisa mempengaruhi kepercayaan diri seseorang, haahaha. Padahal, semua itu tidak menentukan nilai diri kita yang sebenarnya.

Denger yaa...,
Memikirkan terlalu banyak tentang apa yang orang lain pikirkan tentang kita hanya akan membuang-buang waktu dan energi. Ingatlah bahwa kita tidak dapat mengendalikan apa yang orang lain pikirkan tentang kita, tetapi kita dapat mengendalikan bagaimana kita meresponsnya. Penilaian negatif dari orang lain dapat membuat kita meremehkan diri sendiri. Ingatlah bahwa, setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Jangan biarkan penilaian orang lain membuat kita merasa tidak berharga! Terkadang..., penilaian orang lain dapat membuat kita merespons secara emosional dan impulsif. Cobalah untuk tenang dan berpikir dengan jernih sebelum merespons!

Dalam kesimpulannya, penilaian orang lain adalah hal yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan. Namun, dengan cara yang tepat..., kita dapat menyikapi penilaian tersebut dengan positif dan tidak merusak kepercayaan diri kita. Ingat juga bahwa, setiap orang memiliki hak untuk menilai, __tetapi kita juga memiliki hak untuk merespons dan memperbaiki diri kita sendiri. Fokus pada apa yang penting..., alihkan perhatian dari penilaian orang lain. Iya, fokus saja pada hal-hal yang penting dalam hidup kita. Misalnya, jika kita sedang bekerja, __fokuslah pada tugas kita dan bukan pada apa yang rekan kerja pikirkan tentang kita. Terima kritik dengan positif! Ketika orang lain memberikan kritik atau penilaian negatif tentang kita, jangan langsung merasa tersinggung atau marah! Cobalah untuk menerima kritik tersebut dengan positif dan gunakan sebagai motivasi untuk memperbaiki diri! Jangan membandingkan diri sendiri dengan orang lain..., membandingkan diri sendiri dengan orang lain hanya akan membuat kita merasa tidak puas dengan diri sendiri. Fokuslah pada pencapaian dan potensi kita sendiri! Kita jangan fokus ke penilaian mereka, fokuslah ke pembenahan untuk kesalahan yang kita buat supaya menjadi lebih baik dari waktu ke waktu.

Itulah cara cerdas saya untuk menghadapi penilaian negatif yang datang selama hidup, tanpa saya perlu merasa terpuruk atau terbebani. Melalui sikap-sikap positif dan konstruktif itu, saya bisa tetap tegar. Berfokus pada tujuan..., dan terus melangkah lebih maju. Sikap cerdas ini, dapat membantu saya menghadapi penilaian negatif dengan kepala tegak dan hati yang lebih tenang.

Di episode ini, KS hanya menyarankan. Agar setiap orang lebih fokus pada kebahagiaan dan ketenangan diri sendiri. Daripada menghabiskan energi, memikirkan orang-orang yang tidak menyukai kita..., lebih baik kita gunakan waktu untuk melakukan hal-hal yang membuat kita bahagia. Bukan cuek atau apa ya, saya tetap menekankan pentingnya bersikap baik. "Bersikap baik itu penting, tapi bukan berarti kita harus memaksakan diri agar semua orang menyukai kita. Lakukan yang terbaik..., tapi jangan sampai kehilangan diri sendiri dalam prosesnya!" . Ingat, orang-orang yang benar-benar peduli pada kita akan tetap ada di sisi kita, __terlepas dari bagaimana orang lain melihat kita. Teman sejati adalah mereka yang menerima kita apa adanya, bukan karena citra yang kita bangun demi mendapatkan penerimaan.

So, mengapa lagi kita harus takut terhadap pandangan orang lain? Saya ndak takut akan pandangan orang lain terhadap saya. Silahkan direnungkan sendiri."Yah, di sini mah, wish mangan, ora mangan, sing penting kumpul. Orangnya ramah, dan malah hobi bercanda. Urip iku akeh cobaan. Yen akeh saweran iku jenenge dangdutan hahaha". Untuk apa takut dan menggantungkan hidup saya akan pandangan atau penilaian orang lain? Mereka saja belum tentu sepenuhnya mengetahui sampai dalam sekali, tentang hidup serta masalah yang saya jalani sehari-hari. Jadi kenapa takut mereka "menilai" saya "buruk"?

Kebanyakan orang memiliki hidup yang tidak berjalan dengan benar tu, hanya karena terlalu mendengarkan banyak omongan-omongan tidak penting dari orang lain. Perlu diketahui, percayalah pada diri sendiri, dan jangan menggantungkan apapun dari pendapat orang lain yang salah. Trust me, it's not worth your time!

Saya selalu punya cara mengurangi sifat takut akan penilaian orang lain bahkan sebelum orang itu menilai saya. Perasaan takut sudah pasti ada di dalam diri manusia, apalagi jika dibenturkan dengan sesuatu yang abstrak dan tidak bisa ditangkap dengan panca indra secara jelas. Segala kemungkinan yang timbul dalam otak menyebabkan orang risau, was-was, khawatir, hingga perasaan takut. Tanpa disadari semua ini timbul dari pikiran dan sebuah hal yang belum atau akan terjadi. Segalanya masih abu-abu, tak ada tanda, hanya pemaknaan dari otak dan perasaan. Hingga perasaan tersebut membuat orang ragu, kurang percaya diri, dan menjadi manusia kosong karena tidak bisa menunjukan karakter asli.

Saya mengenali diri saya terlebih dahulu..., baru cari kebenaran dari penilaian negatif dari orang lain terhadap saya dengan mencari kesinambungan dengan tujuan, harapan dan impian saya terhadap diri saya secara pribadi.
Apakah penilaian negatif orang lain itu terhadap saya bisa menjadi nilai positif yang dapat membantu saya untuk mencapai impian saya? Saya akan cari tahu dari sudut pandang mana penilaian negatif itu muncul? Apakah penilaian negatif itu muncul ketika saya sedang dalam kondisi tidak baik? Apakah saya sedang ada masalah dengan yang saya lakukan sehingga saya tidak dapat memberikan hasil yang terbaik?

Hhmm. Ketakutan itu adalah badai yang harus saya lalui. Saya akan hanyut dalam lautan ketakutan yang mendalam hingga saya merasakan pilu. Ombak, ibarat pandangan orang lain terhadap saya yang akan menghantui saya kapanpun. Saya adalah nahkoda yang akan menentukan kapan saya akan bangun atau saya akan terkena racun. Ya, "Ketakutan saya itu seperti racun yang akan menyebar setiap detiknya, saya akan mabuk kepayang tak sadarkan diri oleh rasa takut saya". Sebagai nakhoda kapal, sebisa mungkin menanamkan mindset berani untuk melakukan keputusan dengan mempercayai dan mencintai diri saya. Sayalah yang punya kuasa akan hal itu.

Sahabat KS Story dimanapun berada,
Saya ada lagi cara mengatasi rasa takut akan penilaian orang lain. Percayalah, kamu tidak sendirian dalam hal ini. Berikut beberapa hal yang bisa kamu coba.

Saya memahami bahwa saya tidak selalu bisa menyenangkan semua orang dengan pendapat saya sendiri. Setiap orang memiliki pendapat dan perspektif mereka sendiri, dan itu tidak selalu harus sesuai dengan apa yang saya lakukan atau pikirkan. Saya fokus pada pendapat saya sendiri. Ya, saya lebih kepada yang menurut saya cocok aja sih dengan kondisi saya saat itu. Apa yang saya pikirkan tentang diri saya sendiri..., jauh lebih penting daripada apa yang orang lain pikirkan tentang saya.

Tentang bagaimana sikap saya terhadap orang yang tidak menyukai dan membenci saya..., dari segi perspektive saya menilai suatu hal. Karena enggak saya aja pun yang mengalami hal serupa. Semua orang ngalamin, kuq. Namun, duluuu. Dulu bangeet, saat saya di fase krisis seperempat abad. Your know me, saya diumur 25 itu, berada di fase quarter life crisis. Dan itu benar-benar terjadim Semua orang pasti akan melalui fase itu. Tapi yang jelas..., saya memiliki 4 saran tentang bagaimana saya di fase krisis seperempat abad itu. Itu adalah hanya tentang bagaimana sikap saya terhadap penilaian negatif orang lain. You can try this, maybe...! Ignoring, abaikan saja.
Don't Trusting, jangan termakan perbuatannya. Disappearing, buatlah menghilang selamanya. Surprising, berikan sebuah kejutan nyata. Ituu, yang selama ini saya lakukan. Percayalah, empat saran itu sangat susah sekali saya lakukan hahaha. Namun dengan beberapa praktek, saya bisa melakukannya. Jujur saja, saya sudah terbiasa akan perkataan orang-orang yang membenci saya. Itu urusan mereka, dan bukan urusan saya. Urusan saya adalah..., __tentang bagaimana menjadi lebih baik dari waktu ke waktu.

Baik. Menjadi lebih baik dari waktu ke waktu? Iya. Bagaimana caranya? Saya melihat penilaian sebagai cermin untuk evaluasi diri. Kadang-kadang penilaian negatif bukan hanya sebuah kritik, tetapi juga kesempatan untuk merefleksikan diri. Saya tanyakan pada diri, "Apakah ada benarnya?". Ini bukan soal menerima kritik secara mentah-mentah, tetapi lebih pada menyaring mana yang konstruktif. Dengan melihat penilaian sebagai peluang untuk evaluasi diri..., saya bisa mengidentifikasi area yang perlu perbaikan tanpa kehilangan rasa percaya diri. Bukan berarti saya harus berubah hanya karena orang lain mengatakan saya harus berubah. Namun, jika kritik yang diberikan memiliki dasar yang jelas, saya bisa mengambil langkah itu untuk berkembang lebih baik lagi.

Ini adalah cara saya menjadikan penilaian negatif sebagai bahan bakar untuk pertumbuhan diri, bukan sebagai penghalang untuk maju. Ingatlah, sahabat KS, penilaian orang lain hanya mencerminkan perspektif mereka, bukan keseluruhan tentang siapa kita. Lihatlah hal itu sebagai kesempatan untuk memperbaiki diri, bukan untuk merendahkan harga diri. Gunakan kritik sebagai motivasi untuk berkembang! Penilaian negatif bisa menjadi motivasi yang luar biasa jika kita menganggapnya sebagai tantangan untuk berkembang. Alih-alih melihatnya sebagai hal yang merugikan..., jadikan kritik sebagai pendorong untuk menunjukkan bahwa kita bisa lebih baik. Apapun yang dikatakan orang lain..., itu bisa menjadi bahan bakar untuk mencapai kesuksesan yang lebih besar.

Jika kita merasa dikritik karena sesuatu yang bisa diperbaiki, gunakan itu untuk memperbaiki kualitas diri. Jika kritik itu tidak masuk akal atau hanya untuk menjatuhkan, maka anggap itu sebagai sesuatu yang perlu dilupakan. Yang penting adalah..., bagaimana kita mengambil pelajaran dari setiap kritik yang datang. Dengan memandang penilaian negatif sebagai tantangan untuk bertumbuh, kita bisa tetap menjaga motivasi dan semangat juang. Tidak ada hal yang lebih menyegarkan selain melihat kritik sebagai peluang untuk mengasah diri menjadi versi terbaik dari diri kita.
 
Saya bersikap terbuka untuk masukan positif. Satu lagi yang perlu saya lakukan, penting untuk tetap terbuka terhadap masukan yang bersifat konstruktif. Kritik yang diberikan dengan cara yang baik dan bermaksud untuk membantu saya berkembang, harus saya terima dengan lapang dada. Saya tidak menutup diri dari kritik yang bermanfaat, dan  saya tak merasa terhina atas itu. Sebaliknya, saya melihat masukan itu sebagai peluang untuk memperbaiki diri.

Sahabat KS,
Kadang, kita terlalu fokus pada cara orang menyampaikan kritik, __sehingga kita gagal melihat niat baik di baliknya. Jika kritik itu menyentuh aspek yang bisa kita tingkatkan, terimalah dengan rasa syukur. Inilah yang membedakan penilaian negatif yang membangun dengan yang hanya sekadar merendahkan. Dengan sikap saya yang terbuka terhadap masukan yang positif, saya tidak hanya menghindari rasa sakit hati, tetapi juga tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih bijaksana. Jangan pernah takut untuk terus belajar dan berkembang, ya! Menghadapi penilaian negatif dengan sikap yang cerdas memang bukan hal yang mudah, tetapi dengan latihan dan mindset yang tepat, saya bisa menghadapinya dengan lebih baik.

Saya menjaga fokus saya pada tujuan dan keinginan diri saya sendiri. Salah satu kunci untuk menghadapi penilaian negatif adalah dengan mempertahankan fokus pada tujuan pribadi. Ketika saya tahu apa yang saya inginkan dalam hidup dan bagaimana saya berencana mencapainya, penilaian negatif menjadi kurang signifikan. Orang lain mungkin punya pendapat mereka, tetapi itu tidak akan mengubah arah yang sudah saya tentukan untuk hidup saya. Saat menghadapi kritik, yang saya ingat adalah sayalah orang yang paling tahu apa yang saya butuhkan dan inginkan. Jika penilaian negatif tersebut tidak relevan dengan tujuan hidup saya, saya abaikan itu dan akan memilih untuk terus maju. Saya fokus pada impian dan aspirasi yang saya miliki..., itu akan memberi kekuatan lebih besar untuk tidak terpengaruh oleh opini orang lain. Terkadang, penilaian negatif datang dari mereka yang tidak memahami visi hidup saya. Tak kan saya biarkan pandangan orang lain itu mengganggu perjalanan saya menuju tujuan. Saya punya arah yang jelas, dan itu yang lebih penting!

Saya ndak mau terjebak dalam pemikiran negatif. Ketika seseorang memberikan penilaian yang buruk, orang akan sangat mudah untuk terjebak dalam pemikiran negatif. Kayak banyak yang berpikir, "Mungkin memang saya tidak cukup baik" atau "Sepertinya mereka benar, saya memang tidak mampu." Pemikiran seperti itu hanya akan merusak semangat dan menghambat pertumbuhan diri. Alih-alih terlarut dalam keraguan, fokuslah pada hal-hal positif yang telah kita capai. Sadarilah bahwa penilaian orang lain tidak mencerminkan siapa kita sebenarnya.

Setiap orang punya perspektif yang berbeda, dan terkadang mereka mengkritik berdasarkan pengalaman pribadi mereka, bukan berdasarkan kenyataan yang kita jalani. Jangan biarkan pemikiran negatif itu menguasai diri, karena hanya kita yang bisa menentukan siapa kita sebenarnya. Jadi, Sahabat KS. Hindari pemikiran negatif yang bisa membuatmu terperangkap dalam perasaan tidak berharga. Alihkan perhatian pada hal-hal yang membangun, dan teruslah maju meski ada suara-suara tidak menyenangkan di luar sana.

Jangan takut untuk tetap berbeda. Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa menjadi diri sendiri adalah hal yang paling penting. Jangan takut untuk tetap berbeda meskipun ada penilaian negatif dari orang lain. Terkadang, orang yang mengkritik kita hanya karena kita tidak sesuai dengan harapan mereka. Namun, keunikan kita adalah kekuatan kita. Jangan pernah merasa kecil karena perbedaan. Different Is Beauty. Berbeda itu, cantiq.

Gaees..,
Kita hidup di dunia yang penuh dengan beragam pendapat dan cara pandang. Apa yang dianggap salah oleh sebagian orang, bisa jadi sangat benar bagi kita. Jadi, jika ada penilaian negatif yang tidak sesuai dengan prinsip hidupmu, jangan terpengaruh! Tetaplah teguh pada siapa dirimu dan jangan takut untuk bersinar dengan cara yang unik. Setiap perbedaan adalah warna yang memperindah dunia ini. Jangan biarkan penilaian negatif meredupkan warna itu. Sebaliknya, biarkan ia semakin bersinar dengan percaya diri.

Berlatihlah menjaga ketenangan emosi. Ketenangan adalah kekuatan. Saat menghadapi penilaian negatif, penting untuk menjaga emosi tetap stabil. Reaksi emosional yang berlebihan hanya akan memperburuk situasi. Alih-alih membalas dengan kemarahan atau rasa sakit, lebih bijak jika kita merespons dengan ketenangan. Cobalah untuk menarik napas panjang, menenangkan diri, dan merenungkan apa yang sebenarnya penting. Apakah penilaian orang tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap hidup kita...? Atau hanya sebuah suara di luar yang bisa dibuang begitu saja?

Menjaga ketenangan tidak hanya membantu kita mengendalikan situasi, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup kita secara keseluruhan. Ketenangan adalah tanda kedewasaan emosional. Ini menunjukkan bahwa kita bisa memisahkan perasaan pribadi dari situasi eksternal. Dengan tetap tenang, kita bisa merespons penilaian negatif dengan cara yang lebih bijak dan matang.

Okeh dear...,
Jangan biarkan penilaian orang lain menentukan siapa kita. Tetaplah menjadi diri sendiri..., dan teruslah berkembang tanpa terpengaruh oleh pendapat yang tidak membangun. Tetaplah menjadi lebih baik dari waktu ke waktu! See you again! Tetap terhubung dengan KS Story.

#KSStory #KSMotivasi #KSLifestyle
#PejuangMimpi #Episode97
#MenjadiLebihBaikDariWaktuKeWaktu.