Sudah seminggu kau menghilang di balik pintu sepi
Mengurung diri mencari arti dalam bahasa sendiri
Kutatap lembaran yang kupahat dengan luka dan tawa
Seratus halaman lahir dalam satu malam yang gila
Tolong... jangan ganggu, biarkan aku menari dalam aksara
Aku lelah menulis buku, tapi hatiku tak bisa berhenti
Kamar menjadi dunia, kata-kata menjadi peluk yang abadi
Kau bilang kehidupan nyata membuatmu jenuh dan lelah
Dalam aksara kau hidup, meski tubuhmu hampir rebah
Biarkan kau menari, biarkan kata memeluk ragamu yang resah
Kau gores bait-bait yang lahir dari pikiran berantakan
Tapi justru dari kacau itu, terasa hidup kau tuliskan
Karena penulis tanpa luka, tanpa gemuruh di dada
Takkan pernah bisa menulis dengan nyawa di setiap kata
Greget itu lahir dari detak jantung yang berperang di dalam dada
Aku masih di kamar ini, berteman sunyi dan pena
Mengurung diri, menyulam kisah dari letih dan asa
Sesekali kau menengok jendela dengan mata yang kosong
Tapi batinmu berkelana jauh, menembus batas langit yang agung
Tubuhmu di sini, namun jiwamu terbang ke alam yang tak terduga
Peluhmu menetes di kamar, namun pikiranmu terus berjalan
Menyeberangi imajinasi yang tak pernah bisa ditahan
Setiap hari aku hilang, namun di aksara aku pulang
Membiarkan diriku tersesat, namun tetap utuh dalam ruang
Kita hidup dalam kata, meski dunia memanggil pulang
Aku lelah menulis buku, tapi jangan hentikan langkahku
Karena menari di atas kertas adalah caraku sembuh dari pilu
Biarlah aku menjaga pintu agar sunyimu tak terganggu
Agar imajinasimu merdeka, menembus batas yang membelenggu
Kita merayakan kata, merayakan jiwa yang tak pernah beku
Tubuhmu bisa terpenjara, wangi kamar bisa membisu
Tapi pikiranmu bebas, melesat, memecah malam yang layu
Dalam tarian aksara, aku menemukan hidup yang kupunya
Di sana jiwa terbebas, melangkah menuju cahaya
Biarkan aku menari... menuju kemerdekaan jiwa dan imajinasi selamanya