Lanjut lagi, kadang samnil terengah-engah.
Untungnya pemandangan kiri kanan sangat mengesankan. Sawah berumpak,ladang hijau, lembah dan bukit yang mendamaikan jiwa. Tak bosan menatap bentang alam. Hawa segar dan kesejukan berbaur dengan hangat matahari pagi.
Ada sedikit rumah penduduk dan balong ikan . Kiri kanan banyak ilalang dan belukar.
Beberapa jam kemudian, akhirnya kami sampai di Lembang. Melewati rumah-rumah penduduk, tiba di ruah orang tua Ceu Oom. Mereka semua sangat ramah. Rumahnya sederhana khas pedesaan Priangan.
Di dalam rumah yang sejuk, tikar anyaman terhampar. Kami duduk menikmati sajian teh hangat. Juga jajanan pasar .
Tak lama kemudian makan siang tersaji. Nasi hangat mengepul di bakul anyaman bambu . Nasinya berasa manis , karena langsung dari pemnggilingan ppadi yang sawahnya juga tak jauh dari rumah ini. Lalaban yang diambil dari kebun, ikan goreng yang diambil dari balong. Ikan asin dan sambal ulek terasi serta kerupuk jadi menu spesial juga.
Kami saling bercerita dan mengobrol. Lalu mengitari keindahan desa di Lembang. Banyak bunga-bunga berwarna mempercantik suasana.
Lewat lohor, kami beranjak pulang . Melewati kembali jalur Punclut, dan tidak semelalahkan berangkatnya. Pulangnya jalan menurun. Kembali menikmati pesona lembah dan bukit yang hijau. Padi di sawah yang meliuk dalam hembusan angin, ilalang dan bunga rumput bergoyang, gemericik sungai dan selokan yang airnya berdih jernih.
Hari ini , tahun 2025, setelah 48 tahun kemudian, jalan tsb telah menjadi jalan raya beraspal , yang bisa tembus ke Dago dan Lembang.
Sebelumnya Punclut sempat jadi area wisata jalan kaki dan berkuda. Warung-warung non permanen pernah berjajar di pinggir jalan. Penjual timbel dan nasi merah serta nasi hitam dengan lauk pauk yang merakyat dan lezat dijajakan di sini. Tutut (keong sawah) yang dimasak dengan bumbu kuning juga dijajakan. Menikmati jajanan sambil lesehan di saung-saung bambu bertiang dari anyaman bambu, sangat mengesankan.
Seiring perjalanan waktu, tahun 2020 an sudah berubah total.